30 (From Bogor)

5.3K 181 1
                                    

Part 30 - From Bogor

"Bogor itu terkenal sebagai kota hujan. Kalau kamu, terkenal sebagai warna yang mewarnai hidupku."

• • •

Setelah 2 minggu menginap di kediaman kedua orang tuanya, Alina dan kakaknya memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Selain karena Alaric yang disibukkan dengan tugas kuliahnya, Alina juga disibukkan dengan kegiatan MPLS yang akan dilaksanakan pada bulan mendatang.

Kini Alina tengah berada di kamarnya. Pakaian miliknya bertebaran di kasur, karena ia bingung mengemasi pakaiannya ke koper supaya muat.

Suara pintu yang terbuka membuat Alina terkejut. Nampak Alaric dengan cengiran khasnya memasuki kamar Alina.

"Ya Allah, Ar! Cepetan beresin!" titah Alaric.

"Emang kakak udah selesai? Paling masih di lemari."

"Punya kakak udah dong, wlek! Nggak kayak kamu. Pemalas."

Alina hanya mendengus mendengar ucapan kakaknya. Hal seperti ini biasa baginya. Saling olok-mengolok, namun ujung-ujungnya mereka pasti akan berbaikan seperti semula. Sudah menjadi hukum alam.

"Pokoknya besok berangkat jam 05.00. Nggak ada acara delay-delay," ucap Alaric.

"Kakak pikir penerbangan apa? Pakai delay-delay segala."

"Biarin. Kamu udah makan malam?"

"Udah, Kak."

"Kalau masih laper, ada sisa sayur bayam di wastafel. Ambil aja."

"Sumpah, Kak. Itu nggak lucu. Ya kalik aku ngais-ngais sayur bayam di panci kotor. Ngaco!"

"Makasih Ara sayang! Kakak emang macho. Banyak kok yang bilang gitu."

"Halah mboh, Kak. Mumet aku mikirne. Mendingan kakak istirahat aja di kamar kakak." (Halah terserah, Kak. Pusing aku mikirnya). Alina mendorong tubuh kakaknya. Setelah mendorongnya sampai keluar kamar, Alina meledeknya sebentar lalu menutup pintunya.

"Adik terlaknat emang! Kakak sumpahin kamu jom–"

"Aric! Ngomong apa kamu? Nggak boleh kayak gitu." Teriakan Hanum– ibu Alina dan Alaric menggema sampai terdengar sampai kamar Alina. Alina yang mendengar hal tersebut, tak bisa menyembunyikan tawa bahagianya.

• • •

Suasana malam yang hening serta pancaran sinar dari benda-benda yang berada di langit menemani malam Alina. Kini ia tengah berada di balkon kamarnya, menonton film di laptopnya sembari ditemani setoples biskuit dan beruang teddy kesayangannya.

Alina sangat sayang dengan boneka beruangnya. Walaupun bonekanya itu sudah buluk karena dimakan zaman, namun Alina tetap sayang serta selalu merawat boneka beruang tersebut. Berry, nama yang diberikan Alina untuk boneka beruangnya.

Ketika film yang ditayangkan di layar laptopnya tengah menayangkan adegan sedih, Alina tak kuasa untuk menahan air mata yang mencoba untuk keluar.

"BAA!"

Karena teriakan dari seseorang di belakangnya yang disertai dengan tepukan kencang di bahunya, membuat Alina sedikit terpental. Ia mem-pause film yang ia tonton, lalu menghadap ke belakang.

Alvaro dan Alina ☑️Where stories live. Discover now