Kolaborasi Puisi - Hujan dan Sebuah Ujian

272 10 4
                                    

Hujan dan Sebuah Ujian


Kesal, kiriman luka dari awan penuh asa

Paket sampai tak punya rasa

Aku gagal paham atas apa yang terjadi

Atas terlihatnya reruntuhan hati


Kita tidak akan bicara banyak

Tentang mengapa rasa ini terkoyak

Dan ketika aku harus memutuskan bersama

Seolah menyatukan bumi dan matahari, habis tak tersisa


Rindu, rasa yang patut aku sesali

Terus berbekas dalam memori

Aku mengutuk rasa bernama rindu

Tertelan pahit namun semanis madu


Dan kutahu sekali lagi

Atas manisnya kutukan yang bernama rindu

Ingin rasa memotong pun memasak, mati

Agar tiada mengganggu


Tapi apa?

Nyatanya aku bersikap seolah biasa

Menahan sakit goresan pisau menusuk tak kasat mata


Bedebah itu rasa

Yang katanya menguatkan

Bedebah itu rasa

Yang nyatanya menghancurkan


Beragam umpatan aku lontarkan setiap detik yang kian menyiksa

Teriakan sudah tak terasa

Rindu tetaplah rindu

Hanya bertambah sakit yang kian pilu


Aku percaya, sebelum ini kita menyimpan banyak nama

Setelah ini kita sedang memilih atau baiknya membuang mereka

Cinta-cinta yang menyebalkan

Yang pernah mampir demi sebuah alasan


Atau hanya aku yang menyimpannya?

Sedang kau hanya sekilas menyapaku

Atau hanya aku yang tengah kepayahan memilih atau meninggalkan?

Sedang kau tak peduli dengan berbagai alasan


Tentang meninggalkan

Seperti video call yang dibatalkan

Awan hitam yang diabaikan

Oleh pemuda rusak yang menangis di tengah hujan


Aku bermimpi menjadi penari

Menceritakan berbagai kisah lewat bahasa tubuh dengan alunan musik

Menari menceritakan dongeng lawas sarat makna

Pun tentang kejamnya hidup yang tak kunjung berhenti


Menari... meski ribuan kali kenyataan menampar

Menari... meski cibiran menjadi bayaran

Menari... meski aku akan berakhir terkapar

Menari.


Aku ingin menari.

Lagi... seperti dulu.


Aku ingin melukis

Meski dengan tinta dari ampas kopi yang terkikis

Selama yang kutahu itu tidak najis

Kugunakan untuk melukis, tangis


Melukis, meski mereka menolak mimpi ini sehalus kapas

Melukis, meski depresi menjadi teman yang culas

Melukis, meski aku akan berakhir nahas

Melukis


Aku ingin melukis

Seperti janji tanpa manis


Roti canai dengan telur serta aroma saus kari di suatu sore

Sebagai pembuka percakapan mimpiku setelah semuanya berakhir

Aku mengabaikan akan sakit perut karena diare

Hanya fokus bagaimana aku melihatmu berpikir


"Dik, sepulang nanti kita masih berteman kan?"


Kita mengadu tentang apa yang terjadi

Peduli entah hari lalu pun hari ini

Aku menghadap perpisahan

Memalingkan wajah, mengeluhkan


Si posesif malam yang usil membaca petang

Menceritakan tentangnya kepada pagi

Lalu kembali muak di siang hari

Hingga kabar kembali pada petang, lalu dibaca malam lagi


Pertanyaan yang menggantung

Tak pernah tersentuh jawaban meski telah menahun

Yang aku tahu mimpiku masih sama


Singa udara siap membawaku menjauh darimu

Pun dari tempat kita berpijak

Aku tahu, diam adalah hal tabu bagimu

Tapi kini kau kehilangan beragam kalimat bijak

Hanya karena menunggu jawabanku


Hujan dan sebuah ujian

Dinginnya sebuah kehangatan

Yang pergi begitu saja bersama gemuruh malam

Demi sebuah harap yang nyaris terpejam

(Ruang Chat Whatsapp, 28 Oktober 2018)


BluesesDande dan Achmad Aditya Avery

Telah dipost juga di blog pribadi: https://seruputsepi.blogspot.com/

Aku Kenapa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang