11. Cemburu

10.9K 372 2
                                    

"Terlalu ada banyak hal perlu di syukuri, dan terlalu ada banyak hal pula yang perlu dibumbui dengan istigfar."

Entah mengapa rasa bersalah seakan mencengkram kuat diriku. Terasa sakit dan sesak di dada.

Kini aku sendiri di kamar indah ini. Membuat perasaanku bisa leluasa menyiksa diriku. Ayah Ibu kenapa tidak kau ajak saja diriku bersamamu di surga? Astagfirullah, bicara apa aku ini? Harusnya aku bersyukur dengan hidup yang Allah berikan. Bahkan mungkin banyak sekali orang yang menginginkan kehidupan sepertiku ini.

Di tengah-tengah orang baik. Di tempat bersih dan nyaman. Dan dengan kondisi yang sehat pula. Terlalu banyak hal yang bisa menjadikanku harus banyak bersyukur. Dan terlalu banyak perbuatan pula yang perlu aku bumbui dengan istigfar.

Aku berharap semoga perasaanku mengizinkanku untuk istirahat. Rasa lelah seakan menjadi selimut dalam malamku. Lelah ini menyelimutiku bukan hanya di raga, namun juga di jiwa.

Kini aku menyerah dan pasrah untuk terjaga sepanjang malam. Aku pun memutuskan untuk keluar kamar, namu aku mendengar dan melihat sesuatu yang semakin membuat perasaanku terbakar.

"Sayang kamu sangat baik. Semoga kamulah satu-satunya bidadari di dunia dan akhiratku."

Dan aku melihat Sonia yang tertunduk malu dengan pipi yang merah.

"Beres-beresnya kelihatannya sudah hampir selesai. Barang yang perlu ditata juga tinggal sedikit."

"Kamu ini kalau lagi ngelak makin nggemesin tahu nggak sih."

"Yah ketahuan deh, " sambil memasang mimik pura-pura kecewa.

Kini Ilyas mendekati Sonia dengan tatapan yang mampu membuat wanita manapun jatuh cinta padanya. Dengan perlahan Ilyas mengusap keringat di wajah Sonia dengan penuh cinta. Tatapan yang sama dibalas Sonia disertai senyunan yang mampu membuat pria manapun tertunduk hormat padanya.

"Kamu cantik."

"Becanda ya?"

"Enggak"

"Masa aku keringetan gini dibilang cantik."

"Kamu cantik, tapi hatimu lebih cantik."

Kini Sonia membelakangi Ilyas agar tidak ketahuan kalau wajahnya kini benar-benar merah karena malu dan bahagia.

"Kamu tidak papakan kalau kita harus pindah kamar," sambil memeluknya dari belakang.

"Aku tidak papa, asal bersamamu."

"Wah istriku ternyata sekarang sudah bisa romantis, jadi tambah cinta."

"Sudah ah ayuk kita istirahat," sambil melepaskan pelukkan Ilyas.

"Kamu ingat nggak kamar itu adalah kamar pertama kita saat datang ke sini," sambil menunjuk kamar baru mereka.

"Iya aku ingat."

"Dan kamu ingat nggak bagaimana cara kita masuk kamar itu dulu?"

"Gimana?"

"Seperti ini,"  sambil membopong Sonia dan membawanya masuk ke dalam kamar. Dan aku bisa melihat dengan jelas bagaimana Sonia tersenyum lepas bahkan terukir jelas diwajahnya kalau ia sedang sangat bahagia.

Entah mengapa tiba-tiba air mataku jatuh. Aku langsung masuk kamar setelah melihat adegan romantis tadi. Huh, ada apa denganku?

Dengan langkah perlahan aku mendekati cermin. Dan terlihatlah wajahku yang kusam. Wajah yang sudah tidak pernah aku perhatikan lagi. Dan kini aku menatap dan membelainya. Namun tiba-tiba air mataku semakin deras menetes. Ternyata benar kisah cinta hanyalah untuk mereka yang memiliki wajah cantik, kekayaan, dan juga kehormatan. Sedangkan wanita sepertiku ini hanya hidup untuk menunggu mati. Kasar sekali bahasaku. Astagfirullahalladzim. Aku menucapkan kalimat itu berkali-kali.

Kini seperti biasa aku hanya bisa tenggelam ke dunia fiksiku lagi. Setidakknya disanalah impianku terwud, disanalah aku membuat jalan hidup sesuai dengan apa yang aku inginkan, dan disanalah aku bisa memperoleh kisah cinta.

Dan kisahku saat ini adalah pangeran yang mau menerima kedua ratunya. Walaupun ratu yang satunya adalah si buruk rupa.

Aku menulis dan menulis. Kadang aku tersenyum bahkan kadang aku menagis sendiri oleh cerita yang aku buat. Oh Allah, kapankah semua ini akan berakhir? Hamba serahkan segalanya padamu. Dan hamba ikhlas akan segala ketetapanmu.

Malam semakin larut namun aku masih belum bisa tidur juga. Aku mencoba memejamkan mata, namun bayangan Sonia dan Ilyas selalu muncul seakan aku adalah penonton dari sebuah kisah di bioskop.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 03.00. Karena masih belum bisa tidur juga akupun memutuskan untuk menyiapkan makanan untuk sarapan nanti. Namun sayangnya aku tidak tahu dapurnya ada dimana. Sehingga memaksaku untuk keliling rumah terlebih dahulu.

Saat aku melewati kamar Sonia dan Ilyas. Aku mendengar dua salam diucapkan. Apa mereka tidak bisa tidur juga sama sepertiku? Karena penasaran aku mengintip sedikit dari pintu.

Lagi-lagi adegan membakar hati yang aku temui. Ah, aku sangat keteraluan. Merekakan tidak salah, jelas mereka sudah halal. Lalu apa urusanku?

Ya inilah bodohnya diriku. Bukanntya melanjutkan mencari dapur malah melanjutkan mengintip. Dasar tolol, umpatku.

Saat Ilyas telah mengucapkan salam keduanya ia membalikkan badan dan tersenyum pada Sonia. Senyuman itupun disambut dengan senyuman yang tak kalah menawan pula. Kemudian Ilyas memberikan tangannya pada Sonia yang dilanjutkan dengan kecupan pada tangan Ilyas. Dan inilah adegan yang mbuatku semakin terbakar. Ilyas mencium kening Sonia dengan hati yang penuh cinta. Namun anehnya aku malah melihat Sonia meneteskan air mata, bukankah harusnya dia bahagia?

"Sayang, kok nangis?"

"Suamiku aku sangat mencintaimu. Tapi maafkan aku yang tak bisa memberikan kebahagiaan padamu."

"Apa maksudmu sayang?"

"Maafkan aku yang tidak bisa...," belum sempat Sonia melanjutkan kalimatnya Ilyas sudah menutup mulut Sonia dengan jari telunjuknya yang membuatku semakin penasaran dengan kalimat apa yang sebenarnya ingin Sonia ucapkan selanjutnya.

Dan anehnya lagi Sonia semakin menangis dengan air mata yang tertumpah deras. Ilyas pun menenggelamkan Sonia dalam pelukkannya. Bahkan aku bisa melihat dengan jelas bagaimana mata Ilyas memerah karena ikut menangis. Melihat adegan ini aku menjadi iba kepada mereka berdua. Sonia semakin erat memeluk suaminya seakan ada beban berat yang sedang ia pikul. Sebenarnya ada apa dengan mereka berdua?















Sahabatku Istri SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang