Bagian 17 : -Men's Business-

9.6K 1.2K 121
                                    

"Aku betahnya di sini. Di apartemen ini, Di dekatmu."

- Mandala -

Entah sudah berapa lama Kenanga duduk dan menelan satu per satu gorengan di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah sudah berapa lama Kenanga duduk dan menelan satu per satu gorengan di hadapannya. Menyedihkan memang, karena sampai detik ini ia masih belum menemukan rasa bahagia yang sama seperti dulu saat memakannya.

"Ayolah ini enak, Ken, enak!" Kenanga menyugesti diri sambil sesekali menghapus air mata yang belum berhenti mengalir sejak ia menelan gorengan yang pertama. Dari tempatnya duduk, ia bisa mendengar pintu apartemennya dibuka. Kenanga tidak khawatir. Pintu apartemennya memang belum dikunci lagi sejak pria itu pergi. Lagi pula tidak akan ada yang datang ke sini menjelang dini hari selain Winda. Sahabatnya itu mungkin sedikit heran melihatnya makan gorengan di pagi buta, tapi Kenanga tidak peduli. Perutnya sudah begah, air matanya tak kunjung berhenti, sementara tenggorokannya mulai kering dan sulit menelan, Kenanga tetap menolak untuk minum. Setidaknya sampai ia menemukan rasa bahagia yang dicarinya.

"Ayolah sedikit lagi! Sedikit lagi!" Kenanga hampir putus asa kala merasakan dadanya kian sesak. Tanpa bisa ditahan lagi, Kenanga kembali tergugu keras di lekukan tangan kanannya yang masih menggenggam gorengan.

"Rasanya pasti mengerikan!" Kenanga tersentak saat suara berat Mandala berhasil menembus pendengarannya.

Aku pasti berhalusinasi, pikir Kenanga seraya menegakkan kepalanya dan kembali memasukkan gorengan hingga memenuhi mulutnya. Setelahnya, ia meraih gorengan terakhir di bungkusan kertas dan menggigitnya dengan ganas.

Sesaat kemudian Kenanga terkesiap melihat sosok Mandala bergabung dengannya di meja makan. Penglihatannya mungkin masih buram karena air mata, tetapi Kenanga jelas-jelas bisa melihat wajah Mandala yang lebam karena pukulan.

Kenanga tidak tahu apa harus senang atau sedih mengingat baru beberapa saat lalu ia sangat ingin meninju wajah kaku Mandala. Namun, setelah melihat wajah pria itu membiru, Kenanga malah tidak rela. Mungkin karena ia ingin Mandala lebam dengan tangannya sendiri.

Sejenak pandangan Kenanga berhenti pada buku-buku jari Mandala yang berdarah saat pria itu merebut gorengan terakhir di tangannya. Dengan sedikit ringisan, Mandala berhasil menggigit gorengannya.

"Aku rasa...." Alis Mandala bertaut seolah sedang berpikir keras. "Gorengannya sangat asin," lanjutnya setelah gorengan di mulutnya benar-benar-benar habis.

"Be-be-benarkah?" tanya Kenanga sesenggukkan.

"Iya. Mungkin karena sudah terkontaminasi air mata," ujar Mandala dengan wajah datar. Kenanga yang tak tahu apakah pria itu serius atau bercanda, hanya bisa melongo tak percaya.

"Tapi ini gorengan paling enak yang pernah aku makan," ujar Mandala lagi dengan ekspresi serius seolah sedang mempertimbangkan apakah produk yang dimakannya layak dipasarkan.

"Kau bo-bo-hong." Senggukan Kenanga kini bercampur tawa. Pria di sampingnya sama sekali tidak memiliki bakat melucu, tetapi anehnya ia tetap tertawa.

"Serius." Mandala sekarang menatapnya sambil mengangsurkan sekotak tisu. Kenanga mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan jemarinya yang berlumur minyak, lalu beberapa lembar lagi untuk menghapus air mata yang masih tersisa.

He's not on My Wishlist (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang