15. Kenapa gue sedih?

1.4K 88 0
                                    

"Kita berjuang bersama ya dek." ucap Fathan lembut, yang di jawab anggukan oleh Aura. "Mama doain kita ya, semoga Athan sama Aura bisa berhasil." lanjut Fathan masih sambil memeluk Aura.

"Bang.. Mulai saat ini, Aura yang akan perhatikan Papa. Aura yang akan rawat Papa. Aura gak mau, Papa bergantung pada Tante Sarah. Aura gak mau, Papa tambah gak bisa liat keburukan Tante Sarah." ucap Aura yakin.

"Abang yakin kamu bisa. Tapi Abang takut kamu di lukain sama Tante Sarah, Ra.." jawab Fathan.

"Abang gak perku khawatir. Aura yakin, Aura bisa." ucap Aura lebih yakin, yang di jawab Fathan dengan mengeratkan pelukannya.

"Ya sudah Abang keluar. Kamu istirahat." ucap Fathan yang di angguki Aura.

Beberapa menit setelah Fathan keluar, Aura sudah mengganti pakaiannya menjadi baju rumahnya yang sopan masih dengan hijabnya. Tiba-tiba pintu terbuka tanpa di ketuk yang membuat Aura sedikit kaget.

"Wow" ucap Sarah yang ternyata masuk kamarnya tanpa mengetuk pintu. Aura yang awalnya kaget, menjadi menetralkan dirinya. Sebenarnya Aura masih snagat takut dengan Sarah, namun dengan niatnya, dia membuang jauh-jauh rasa takutnya itu. Aura kembali melanjutkan pekerjaannya yaitu memperbaiki tempat tidurnya.

"Kamu berkerudung sekarang. Sangat mirip ya dengan Mama kamu." ucap Sarah sinis, yang tidak di pedulikan oleh Aura.

"Gak usah sok dewasa deh Ra. Kamu tuh anak penyakitan, masih begaya sok berani, padahal di senggol sedikit sudah jatuh." lagi-lagi kata-kata menjatuhkan yang di keluarkan Sarah, namun Aura tetap tidak memperdulikan.

"Padahal saya sudah senang kamu tidak ada di rumah ini. Uang suami saya tidak perlu keluar lagi untuk membiayai rumah sakit kamu. Ah tapi kamu pulang, dengan penampilan sok alim. Pasti yang rawat kamu selama beberapa hari ini juga sok alim, makanya jadi begini." ucap Sarah lagi.

"Tante sudah selesai berbicara? Saya ingin istirahat." ucap Aura mengusir.

"Kamu ngusir saya?!" ucap Sarah emosi.

"Pintu ada di belakang Tante, saya mohon sekali, Tante keluar. Saya ingin istirahat." ucap Aura lagi, tanpa mempedulikan Sarah. Sarah yang sudah sangat emosi awalnya ingin mendekati Aura, namun tiba-tiba pintu di ketuk dari luar membuatnya sedikit kaget.

'Alhamdulillah. Ada yang tolong Aura.' batin Aura.

"Ra? Kamu sudah tidur?" ucap Fahri dari luar kamar. Sarah yang mendengar Fahri yang datang, langsung sangat panik, bingung bagaimana menjelaskan pada Fahri mengapa dia disini.

"Belum Pa. Buka aja pintunya, gak di kunci." ucap Aura.

"Assalamu'alaykum anak Papa. Eh Sarah? kenapa disini? Dari tadi aku cariin kamu, kirain di kamar mandi." ucap Fahri kaget melihat Sarah.

"Wa'alaykumussalam." jawab Aura.

"Eh aku tadi mau nanya sama Aura, selama ini dia kemana aja." ucap Sarah panik.

"Kamu kok panik?" tanya Fahri.

"Engga Mas. Kamu apa-apaan sih." jawab Sarah.

"Ya sudah. Jangan di ganggu Auranya, dia mungkin cape, mau istirahat." ucap Fahri sambil mendekati Aura dan mengecup keningnya lembut.

"Anak Papa cantik sekali pakai hijab. Mirip banget sama Mamanya." ucap Fahri berkaca-kaca.

"Papa kangen sama Mama ya?" tanya Aura yang melihat mata Fahri berkaca-kaca.

"Iya. Papa selalu kangen sama Mama. Di tambah kamu yang sangat mirip sama Mama, buat Papa tambah kangen." jawab Fahri sendu.

"Papa liat Aura aja. Anggap yang Papa liat itu Mama. Aura janji, Aura akan menjadi Mama yang kuat." ucap Aura sambil memeluk Fahri.

Maaf, Saya Menyimpan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang