7.1 [Loose-it Dream]

75 10 0
                                    

Aku tanpa sadar tertidur. Meski aku telah mencoba untuk terjaga, perlahan tanpa bisa kukendalikan mataku tertutup juga. Pemandangan di luar jendela yang begitu stagnan membuat kantukku datang. Dalam diam, di antara senyapnya bus kami, aku tertidur.

Aku memikirkan banyak hal sebelum tertidur. Mulai dari Yugyeom, Donghuk, Jaehyun, dan Mingyu. Mereka semua menghiasi pikiranku yang sebelumnya sibuk menahan kantuk. Akibatnya, sekarang mereka kembali menghiasi mimpiku.

.

.

.

.

.

Setelah hubungan antara Mingyu dan Yebin terkuak, hubunganku dengan mereka menjadi sangat canggung. Jangankan bicara, bertatap matapun rasanya sudah sangat sulit. Ada beberapa getaran yang tak bisa kujelaskan. Ketika aku melihat mereka, aku ingin terlihat baik-baik saja, karena memang aku tak lagi memikirkannya. Tetapi, aku juga tidak bisa berbohong, kalau perlakuan mereka terhadapku meninggalkan sesuatu.

Jaehyun, Woojin dan Jun—yang notabenenya adalah teman terdekatku memilih ikut menjauhi Yebin dan Mingyu. Aku sedikit tidak suka dengan keputusan mereka, namun juga aku tak bisa memaksakan apa yang kuinginkan.

"Aku membenci mereka bukan karena kau, Illa." Ucap Jun serius, "aku tidak suka dengan keputusan mereka, mengkhianatimu."

"Teman mana yang tidak akan sakit hati jika dikhianati seperti itu? Mereka dengan sengaja menipumu, mempermainkanmu. Bersikap baik dihadapanmu namun mencacimu dari belakang." Jaehyun menimpali.

Woojin juga angkat bicara, "kau berhak marah atas perlakuan mereka. Apabila aku menjadi dirimu, aku pun akan berlaku seperti ini."

"Teman mana yang tak akan merasa sakit jika diperlakukan seperti itu?"

Aku tak bisa membantah satupun perkataan mereka. Aku kasihan pada mereka. Aku kasihan melihat Yebin dan Mingyu yang menjadi bahan perbincangan semua orang. Membuat mereka menyesal memang perlu, tetapi dengan memojokkan mereka, aku tak setuju.

Aku hanya akan semakin dibenci.

Beberapa orang ikut mencibirku sebagai seseorang yang bodoh. Aku setuju. Memang benar, aku ini bodoh. Aku tak bisa membedakan perasaan semacam apa yang dirasakan oleh Yebin saat aku bersama Mingyu. Aku tidak bisa memahami perasaan Mingyu yang ingin mendapatkan banyak perhatian.
Aku setuju, aku memang bodoh. Seorang pecundang yang terluka atas ketidakpekaannya sendiri.

Aku merasa belakangan ini menjadi lebih pendiam. Aku tak lagi berbicara banyak, bahkan pada Jaehyun. Dia selalu mencoba menyemangatiku, membuatku tertawa dan membuatku melupakan apa yang sudah terjadi. Tetapi tetap saja, aku tak mudah melupakan semuanya.

"Sudah siap?" Jaehyun membuyarkan lamunanku.

"Ah, sebentar." Karena lagi-lagi melamun, aku sempat lupa untuk merapikan bukuku.
Hari ini aku akan pulang bersama Jaehyun. Itu adalah idenya, karena dia berpikir aku akan lebih banyak melamun jika sendiri. Meski aku terus menunjukkan perasaanku yang kacau, ia tak pernah lelah mencoba memperbaiki moodku.

Kami berdua berjalan lambat menyusuri koridor menuju pintu keluar sekolah. banyak siswa yang melewati kami, namun aku dan ia tak sama sekali punya niat untuk berjalan lebih cepat. Kurasa Jaehyun mengimbangi langkahku, langkah malasku.

"Jadi, apa kau punya rencana setelah ini?" Jaehyun tiba-tiba bertanya, memancingku untuk menatapnya. "aku berpikir untuk mengajakmu ke suatu tempat."

Aku diam, mencoba memikirkan kata-kata yang tepat untuk menolak ataupun menerima ajakannya.

"eh, tidak lama kok. Sebentar saja. Apa kau mau?"

Sepertinya tidak salah jika aku mengiyakan ajakannya. Aku punya waktu luang. Lagipula, sudah lama aku dan Jaehyun tidak pergi bersama. Aku percaya Jaehyun akan selalu menjagaku dan selalu berusaha membuatku senang. Tidak ada salahnya membuat dia senang.
"Iya, boleh saja."

Go ILLA | 97 LinersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang