Chapter 9

148K 12.8K 382
                                    

Kurasa aku sudah tidak waras ketika menerima tawaran Pak Gemintang. Aku duduk diam di mobil dengan sisa sesenggukan kecil. Aku tidak menangis meraung-raung ala ABG putus cinta hanya sesekali airmataku meluncur begitu saja. Iya sih, meskipun tadi sempat kelepasan tapi sekarang sudah bisa lebih tenang.

Yaiyalah lima tahun cuma dianggap sampah, siapa yang nggak sakit hati?

Pak Gemintang mengulurkan sekotak tisu ke arahku.

"Terima kasih pak."

Ponselku bergetar. Kulihat nama Juan tertera di layar.

"Lo dimana Yas?" tanyanya tanpa salam pembuka.

"Gue balik duluan."

"Eh kenapa? Sekarang lo dimana? Pulang pake apa? Sama siapa?" Aku melirik Pak Gemintang sedikit dan berdehem canggung.

"Nggak apa-apa, cuma saudara tadi telfon mendadak ada urusan suruh pulang duluan. Maaf ya gue balik nggak bilang-bilang."

"Lo nih kebiasaan bikin kita-kita khawatir. Si Sri hampir aja nelpon polisi takut lo diapa-apain!"

Ini suara Juan kenapa keras banget sih? Aku yakin pak Gemintang pasti denger. Aku kembali melirik beliau yang masih fokus menyetir. Saat aku menatapnya, seketika itu juga aku terpana. Gila cakep bener. 

Ayas no! Kamu baru aja putus cinta!

"Halo Ayas? Yas?" Suara cempreng Juan menyadarkanku dari aktifitas mengagumi Pak Gemintang.

"Iya, gue pulang pake grab."

"Oh ya sudah. Hati-hati di jalan katanya Sri."

"Iya kalian juga hati-hati."

Setelah panggilan terputus, suasana mobil kembali hening. Hanya suara deru mobil yang membelah kegelapan ibu kota.

Aku memberanikan diri untuk bertanya tapi sebelumnya aku menghapus sisa airmata yang mulai mengering.

"Mmm ... bapak kok tadi bisa ada di sana lagi?" Terlihat alisnya sedikit terangkat. Ia menoleh ke arahku dan tersenyum simpul. Hatiku yang terasa sakit dan kecewa sebelumnya kini dengan drastis berubah berbunga-bunga. Sangat luar biasa kharisma yang terpancar darinya.

"Saya baru dapat orderan lagi disana. Sambil nunggu, saya lihat ada kucing kecil yang lagi nangis. Kasihan saya lihatnya, nggak tega terus saya angkut deh."

Kucing kecil? Aku menoleh ke belakang dan tak menemukan kucing yang dimaksud oleh Pak Gemintang. "Kucingnya mana pak? Kok nggak ada?" tanyaku.

Pak Gemintang tak menjawab hanya sedikit tersenyum membuat perasaanku juga ikut senang padahal baru beberapa menit lalu aku menghabiskan tenagaku demi menangisi cowok yang dengan mudahnya berbohong di balik punggungku.

"Bukan saya berniat ikut campur. Tapi kamu kenapa bisa nangis seperti tadi?"

Entah kenapa setiap kali Pak Gemintang menyebut kata "kamu" perutku terasa geli seperti ada jutaan kupu-kupu yang terbang di dalamnya.

"Saya baru putus, Pak." Aku menertawakan diriku sendiri jika mengingat betapa lemahnya aku tadi, hanya putus dari Rijal bisa buat aku menangis. Ayasha, kamu harus lebih kuat!

Bagaimana, Pak? (Complete)Where stories live. Discover now