BAB VI

4.8K 778 21
                                    

Impian Taehyung yang belum pernah terwujud selama delapan belas tahun hidupnya adalah dimana ia menginginkan kedua orangtuanya mengantarnya pergi sekolah.

Jangankan pergi sekolah, ketika Taehyung sarapan pun, Taehyung harus membuat sendiri atau ia harus menahan lapar karena tidak adanya makanan di rumah. Entah apa uang yang digunakan ibunya setelah ia berikan. Berfoya-foya atau lainnya, Taehyung tidak tahu.

Taehyung tidak menyesal terlahir di keluarga yang tidak pernah memberikan perhatian sedikitpun kepadanya. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang selalu membutuhkan uang, sementara ayahnya tidak pernah memikirkan keluarganya. Ayahnya seorang pemabuk berat dan pemain lotre handal. Ia akan pulang pagi hari dan pergi di sore hari.

Hanya Taehyung yang membanting tulang di keluarganya. Untungnya, Tuhan masih memberikan ia kepandaian dan ia bisa masuk ke sekolah dengan bantuan beasiswa. Tapi tetap saja, kebahagiaan saat Taehyung remaja terenggut begitu saja karena kondisi ekonomi dan keharmonisan keluarganya yang tidak ada sedikitpun di lingkungannya.

Taehyung menjadi sosok yang tidak peduli karena itu. Ia menjadi pemuda dingin, beraut wajah datar, tidak pernah tersenyum, dan Taehyung selalu menyendiri. Padahal jauh di lubuk hatinya, Taehyung sangat kesepian.

Sekarang, ibu Taehyung tengah mengamuk pada Taehyung karena ia melihat wajah lebam Taehyung di sana.

"Seharusnya kau menutup bukumu dan melepas kacamata retakmu itu."

"Tidak, Ibu. Aku tidak mau." Taehyung membantah.

"Kau berani sekarang dengan ibumu, Taehyung?!"

Taehyung menggeleng dengan kepala menunduk. Ia berlutut dan memeluk kedua kaki ibunya. "Ibu, kumohon. Aku masih ingin bersekolah."

"Jika saja bukan karena otakmu, Ibu tidak sudi menyekolahkanmu. Seharusnya kau bekerja, bukan bersekolah seperti yang lainnya. Lihatlah wajahmu! Kau bersekolah untuk berkelahi dengan mereka yang kaya?" ibu Taehyung memarahi Taehyung.

Taehyung hanya bisa menundukkan kepalanya. "Maaf, Ibu..."

"Lepaskan kakiku! Jangan pulang ke rumah sebelum kau mendapatkan uang!" ujar ibu Taehyung memaksakan diri melepas kakinya dari pelukan Taehyung.

Taehyung menelan ludahnya dan ia beranjak. "A-aku berangkat..."

"Berangkat saja sana! Ingat! Tidak ada makan jika uang yang kau dapatkan sedikit! Lihatlah ayahmu! Sibuk mabuk hingga ia lupa kewajibannya!"

Taehyung hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Ia bertekad akan membawakan uang banyak untuk ibunya. Ia merasa kasihan karena ibunya selalu mendapat kekerasan dari ayahnya yang frustasi tidak memiliki uang. Bahkan barang-barang elektronik mereka tidak ada di rumah karena dijual oleh ayahnya.

Taehyung menyampirkan tasnya ke bahunya, membenarkan kacamatanya dan langsung bergegas ke sekolah. Hari yang melelahkan bagi Taehyung. Setiap hari.

Waktu tidur Taehyung pun menjadi berkurang karena Taehyung harus bisa membagi waktunya antara bekerja dan belajar. Tapi lebih dominan, waktunya digunakan untuk bekerja. Taehyung bahkan tidak pernah sedikitpun mencoba untuk bermain atau sabetan dan cambukan dari ibunya memakai ikat pinggangnya menghampiri punggungnya.

Terkadang Taehyung harus merasakan rasa pusing yang mendera kepalanya, tapi Taehyung mampu menahannya.

Perjalanan ke sekolah cukup jauh dari rumahnya. Taehyung hanya bisa berjalan karena ia tidak memiliki uang untuk menaiki transportasi umum. Semua uang yang ia dapatkan ia berikan kepada ibunya.
Taehyung bernapas lega ketika ia telah sampai di depan sekolahnya. Atensinya teralihkan pada seorang pemuda yang baru saja keluar dari mobil sedan mewah berwarna hitam pekat di depan gerbang sekolah.

In Your Eyes ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin