18. Kemarahan Carissa

134K 7.6K 140
                                    

Kamis (23.59), 13 Desember 2018

----------------------

Fachmi menggeliat, lalu berbalik dari posisinya yang semula telentang. Refleks tangannya terulur, mencari tubuh hangat yang biasanya menemani tidurnya.

Kosong dan dingin.

Mata Fachmi mengerjap. Dia mengerutkan kening saat tidak menemukan Carissa di sampingnya. Apa sudah pagi?

Sambil menguap, Fachmi bangkit duduk. Mendadak dia tertegun menyadari dirinya telanjang bulat, hanya selimut yang menutupi tubuhnya sebatas pinggang ke bawah.

Sakit, Mas.

Fachmi meringis seraya memijit keningnya saat teringat rintih kesakitan Carissa dan air matanya yang tidak berhenti mengalir.

Apa yang terjadi pada dirinya kemarin? Kenapa dia begitu marah hingga tidak bisa mengendalikan diri?

Fachmi menggosok wajahnya dengan kedua tangan. Padahal mereka sudah lebih dekat sebelumnya. Tapi karena kebodohannya, tidak heran kalau akhirnya Carissa mundur menjauh. Jadi, apa yang harus dirinya lakukan sekarang?

"Hiks... hiks..."

Suara tangis samar itu membuat Fachmi membeku. Asalnya jelas dari kamar mandi. Kedua tangan Fachmi terkepal. Hatinya sakit mendengar tangisan Carissa. Seolah ada yang menancapkan belati di dadanya. Perih.

"Bodoh, Fachmi! Bodoh!" Fachmi mengumpati diri sendiri. "Kau bukannya menjaganya, tapi merusaknya."

Semua sudah terlanjur terjadi. Tidak ada yang bisa Fachmi lakukan untuk mengubah apa yang telah lalu. Tapi dia bisa memperbaiki kesalahannya. Ya, tentu saja. Jika Carissa mengizinkan.

Turun dari ranjang, Fachmi berjalan tanpa sehelai pakaianpun di tubuhnya ke arah lemari lalu menyambar celana bokser. Dia mengenakannya dengan kilat seraya melirik jam di atas nakas. Pukul tiga pagi. Itu artinya dirinya menggagahi Carissa sepanjang malam. Mereka bahkan melewatkan makan malam karena saat Carissa sampai di apartemen, mungkin baru pukul empat atau lima sore.

Pandangan Fachmi langsung tertuju pada seseorang yang meringkuk seperti bola di sudut ruangan. Tubuhnya bergetar. Sesekali terdengar isakannya.

Fachmi memejamkan mata sejenak lalu menghela napas untuk menguatkan diri. Dia sungguh khawatir dengan reaksi Carissa.

Perlahan Fachmi masuk lalu jongkok di hadapan Carissa. Otaknya buntu. Dia tidak tahu harus berkata apa. Yang Fachmi inginkan saat ini hanya menarik Carissa ke dalam dekapannya.

"Sayang," panggil Fachmi pelan seraya membelai puncak kepala Carissa. Dia tahu Carissa menyadari kehadirannya namun tetap diam dengan kepala bertumpu pada lutut. "Ini masih dini hari. Kamu tidak ingin tidur lagi?"

Tidak ada sahutan.

"Mas tidak akan minta maaf untuk yang semalam. Kita suami-istri. Cepat atau lambat kita tetap akan melakukannya."

Bodoh!

Kenapa dirinya malah berkata seperti bajingan saat Carissa tengah terluka seperti sekarang?

"Hmm, kalau mau mandi sekarang juga tidak apa-apa. Mau di shower atau bathtub?"

Carissa memilih tetap bungkam. Hati dan tubuhnya sakit. Dirinya belum siap. Tapi Fachmi memaksanya. Dia mulai menaruh kepercayaan pada Fachmi namun Fachmi merusak rasa percayanya. Carissa sungguh kecewa.

"Kalau begitu di bathtub. Berendam air hangat akan membuatmu rileks," Fachmi memutuskan secara sepihak.

"Tidak perlu," Carissa terpaksa menyahut lirih. "Aku bisa mengurus diri sendiri." Kini Carissa tidak lagi membenamkan wajah pada lututnya. Tapi dia tetap menolak memandang Fachmi.

Accidentally Wedding (TAMAT)Where stories live. Discover now