20. Pulang

128K 8.4K 256
                                    

Selasa (21.50), 18 Desember 2018

-----------------------

Kegelapan menyambut Fachmi saat ia membuka pintu apartemen. Rasanya menyesakkan. Kegelapan ini seolah mencekiknya. Tapi meski begitu, dia tetap membiarkan kegelapan menjadi penguasa di kediamannya, sama sekali tak berniat mengusir.

Fachmi melangkah lesu menuju kamar utama. Sama seperti keadaan di luar, kamar itu juga gelap. Dia hanya melempar tas kerja, dasi, dan jasnya ke sofa, membuka sepatu lalu menghempaskan diri ke atas ranjang.

Sudah tiga hari berlalu sejak Carissa meninggalkannya. Dan sejak saat itu, mereka hanya berkomunikasi di hari pertama kepergian Carissa. Setelahnya Fachmi tidak mencoba menghubungi lagi. Dia menunggu hingga Carissa sendiri yang menghubunginya.

Namun telepon dari Carissa tidak pernah datang. Pesan singkatpun tidak. Gadis itu tampaknya sangat senang jauh dari Fachmi dan mungkin saat ini sedang bersorak gembira. Hanya Fachmi yang merasa terpuruk di sini, seolah ada sesuatu yang hilang darinya, membuatnya merasa bukan orang yang sama lagi.

Mas akan menunggumu pulang. Telepon saja jika ada yang kau butuhkan. Sampai ketemu lagi.

Menunggu pulang? Seharusnya Fachmi tidak mengatakan itu. Seharusnya dia bilang besok akan menjemput Carissa. Kalimat itu seperti izin untuk Carissa menjauh darinya. Dia bahkan juga mengatakan sampai ketemu lagi, seolah mereka akan berpisah sangat lama dan hanya akan bertemu tanpa sengaja di lain waktu.

Bagaimana jika Carissa benar-benar pergi? Entah mengapa sangat sulit membayangkan hari-harinya akan terus seperti tiga hari ini. Dia tidak bisa pulang sebelum larut malam karena di sini terasa sesak. Setidaknya di kantor ada yang bisa dia kerjakan. Baru setelah merasa sangat lelah, Fachmi memutuskan pulang.

Sebenarnya dia lebih suka tidur di kantor dan tidak kembali ke apartemen yang sepi ini. Tapi kemungkinan Carissa akhirnya memutuskan pulang yang membuat Fachmi memilih untuk kembali.

Fachmi mendesah lalu menoleh ke arah pintu penghubung menuju balkon di kamarnya. Hujan di luar semakin deras, membuat udara menjadi dingin tanpa AC. Biasanya saat cuaca seperti ini, Carissa akan tidur makin menempel padanya seperti anak kucing. Sangat menggemaskan. Tanpa sadar senyum Fachmi merekah tapi hilang beberapa detik kemudian menyadari gadis yang dipikirkannya tidak lagi berada di sisinya.

Sepertinya Fachmi tidak sanggup menunggu lebih lama tanpa kepastian. Besok dia akan menghubungi Farrel. Saudara kembarnya itu sudah berjanji akan membantu mencari solusi seandainya Carissa benar-benar pergi darinya.

***

Carissa duduk termenung sambil bersandar di bingkai jendela dalam kamar Githa. Pandangannya mengarah pada tetes-tetes hujan yang menghantam kaca jendela.

Kira-kira sedang apa Fachmi sekarang? Apa lelaki itu memikirkan Carissa? Atau mungkin dia bersorak senang Carissa pergi dan langsung membawa salah satu kekasihnya ke apartemen mereka?

Bibir Carissa membentuk garis tipis memikirkan hal itu. Dasaar Om tua mesum. Awas saja jika benar demikian. Carissa pasti akan memotong-motong 'anu'nya lalu ia campurkan ke dalam sup. Enak saja dia sudah merebut kepolosan Carissa, tapi masih bisa bersenang-senang dengan wanita lain. Pokoknya Carissa tidak akan membiarkan si tua mesum itu menebar benih lagi.

Lalu kening Carissa berkerut. Kenapa mendadak dia seolah bersikap posesif? Dirinya seperti tidak rela Fachmi menjalin hubungan dengan wanita lain. Seharusnya dia senang jika Fachmi berbuat demikian. Carissa jadi punya alasan untuk mengadu pada orang tuanya lalu minta cerai. Tapi-

Hela napas lelah terdengar dari sela bibir Carissa. Dia membuka pesan terakhir yang dikirim Fachmi di ponselnya lalu membaca ulang pesan itu.

Entah sudah berapa kali Carissa membaca pesan itu. Tapi kesannya masih sama. Pesan itu seperti salam perpisahan. Namun ada pilihan yang Fachmi berikan. Carissa masih bisa kembali pada lelaki itu, atau memilih menjauh dan melepaskan diri. Pilihan ada di tangannya.

Accidentally Wedding (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang