Takut

788 74 0
                                    

Terakhir kali Boboiboy menemukan tempat menyedihkan itu masih kosong tanpa ada orang yang datang. Hanya ada pohon yang bergemerisik, jauh dari tempat yang tak dapat dijangkau oleh lampu taman.

Tangan Ochobot masih menariknya, hingga ke sebuah belokan yang membuat tempat itu tak lagi terlihat.

"Ayo kita kembali, kak Ocho! Fang mungkin sudah datang ke sana." Boboiboy kabur, hendak ke tempat itu kembali. Tapi tangan Ochobot dengan sigap kembali menahannya.

"Jangan hentikan aku, kakak! Aku tahu Fang ada di sana. Lepaskan! Biar aku menemuinya."

"Boboiboy..."

Ochobot mencoba bersabar meski Boboiboy terus saja ingin melepaskan tangannya dan lari ke sana lagi. Namun, semakin dia diam, Boboiboy semakin bersikeras dan meracau tak karuan. Hingga akhirnya...

Plaakk...

...Ochobot kehilangan kesabarannya. Sebuah tamparan keras membuat Boboiboy terbungkam.

Dalam sesaat hanya ada keheningan. Boboiboy meraba pipinya, masih belum mengerti apa yang sudah terjadi. Namun saat matanya menatap Ochobot, akhirnya dia sadar, sikapnya pasti sudah membuat kakaknya terluka. Selama hidupnya dia tak pernah mendapati Ochobot seperti itu. Wajahnya kacau dengan bekas air mata di mana-mana. Dan Boboiboy tahu, itu pasti salahnya.

"Maafkan aku. Sungguh, aku benar-benar tak berniat melakukan hal itu." Ochobot melepaskan tangan Boboiboy dari pipinya dan menggantikannya dengan tangan pucatnya. Pipi itu memerah dengan bekas tangan. Ochobot benar-benar tak kan bisa memaafkan dirinya setelah ini.

"Sadarlah, Boboiboy! Rasa cinta seperti itu sangat tidak baik untukmu. Seharusnya kau tahu, tak ada gunanya menangis untuk seseorang yang tak pernah menganggapmu serius."

Ochobot mengusap air mata yang masih menggantung di pipi Boboiboy. Lalu dengan serta merta dia memeluk adik kesayangannya itu. Memberikan kehangangatan pada hatinya yang telah menggigil karena terlalu lama menunggu.

"Percayalah Boboiboy, jika kau terluka, aku akan merasakan sakit yang lebih dalam dari yang kau rasakan. Satu-satunya hal yang kuinginkan saat ini hanyalah melihatmu bahagia. Jadi tolong lupakan dia dan pulanglah sekarang."

Boboiboy hanya bisa mengangguk. Meski entah kenapa rasanya ada magnet yang menariknya untuk kembali ke sana. Tapi dia lebih memilih mengabaikannya. Jika dia tetap bersikeras, maka hal itu tentu akan menyakiti Ochobot. Dan dia tidak mau hal itu terjadi. Ochobot telah menjaganya melebihi nyawanya sendiri. Bahkan saat Boboiboy harus kembali pulang ke Kuala Lumpur, dia juga tahu jika Ochobot adalah orang kedua yang paling merindukannya setelah Tok Aba.

Sekarang dia kembali ke sini, dengan niat untuk menghilangkan rasa kesepian karena terus ditinggalkan kedua orang tuanya untuk bekerja sekaligus membuat Ochobot dan Tok Aba senang. Tapi lihat, apa yang terjadi sekarang. Kakaknya jadi sedih karena dirinya.

Boboiboy akhirnya ikut pulang tanpa ada lagi perlawanan.

***

Boboiboy tahu, Ochobot sudah memperingatkannya untuk melupakan Fang. Namun, sekeras apapun dia mencoba hal itu, tetap saja dia tak bisa melakukannya. Dan satu-satunya alasan Boboiboy datang ke sekolah hari ini adalah untuk memastikan bahwa Fang baik-baik saja.

Semalam suntuk dia tak berhenti menangis. Hatinya sakit memang, namun ada perasaan yang jauh lebih dia khawatirkan dari semua itu.

Fang.

Sampai saat ini dia masih bertanya-tanya ke mana perginya pemuda itu. Kenapa dia tidak datang ke sana? Apakah dia baik-baik saja? Atau mungkin ucapannya waktu itu hanya untuk mempermainkan hatinya saja?

Rasanya kepala Boboiboy semakin pusing memikirkan semua itu.

Sudah hari ini dia datang dengan rambut berantakan, mata merah yang sembab, dan berjalan tanpa melihat apa pun yang dia lalui. Dia jadi bertabrakan dengan banyak orang dan membuat mereka terheran dengan penampilan Boboiboy yang benar-benar kacau.

Boboiboy mengacuhkannya. Biarkan saja mereka menjawab pertanyaan mereka sendiri. Hari ini dia hanya ingin berjalan lebih cepat untuk mencapai pintu kelasnya dan menemukan Fang baik-baik saja. Untuk urusan lainnya biarlah nanti saja.

Dan betapa kecewanya dia, saat memasuki kelas dan menemukan tempat duduk Fang kosong. Boboiboy memejamkan mata, menahan napas dan menyetabilkan emosinya. Hari masih pagi, mungkin saja Fang belum datang pagi ini.

Dengan penuh was-was dia duduk di kursinya. Memerhatikan setiap siswa yang masuk satu persatu ke dalam kelas. Namun sampai bel berbenyi, orang yang ditunggunya tak juga datang.

Tidak. Jangan sampai kejadian semalam terulang lagi.

Boboiboy langsung kehilangan minatnya untuk mengikuti pelajaran. Dia hanya tertarik pada bangku kosong di belakang beserta orang yang biasa duduk di sana. Setidaknya dia selalu menemukan seseorang yang selalu sibuk di belakang bukunya. Oh, dan jangan lupakan siapa yang selalu mencolek pundaknya dan mengganggu konsentrasi Boboiboy. Mengajaknya berdebat dan berujung pada pertengkaran rutin mereka. Dan hari ini, hal itu hanya ada dalam pikirannya saja. Fang masih menghilang, dan hatinya perlahan mulai merasakan sakit lagi.

"Fang!"

Suara yang menggema di depan sana sedikit membangkitkan harapannya. Boboiboy berharap Fang datang meskipun terlambat. Setelah sekian lama menatap ambang pintu, sosok itu masih tak muncul juga. Dan mulai detik ini, Boboiboy mulai meragukan akan kekuatan dari harapan. Dia sungguh lelah untuk berharap lagi.

Di depan sana, sang guru masih menunggu jawaban dari seseorang yang baru saja diabsennya. Fang. Tak ada sahutan juga dari sang empunya nama.

Boboiboy mendengus, bagaimana mau menyahut jika orangnya saja tidak ada.

"Hari ini Fang tidak hadir." Seseorang bertubuh gempal mengangkat tangan untuk memberi keterangan. Boboiboy tahu itu Gopal. Satu-satunya alasan dia terus memandang ke arahnya adalah untuk mengetahui jawaban atas ketidakhadiran Fang hari ini.

"Dia sakit."

Boboiboy masih mematung di tempat duduknya. Dia tertawa dalam kepahatinnya. Seharusnya dia tetap menunggu di taman sampai pemuda itu datang.

Tidak, tidak. Boboiboy ingin pulang saja sekarang.

***

Cemara [Complete]Where stories live. Discover now