Day 8

3.3K 510 12
                                    

Kaori memberikan senyum setelah membukakan kamar di pojok lantai atas bangunan Kost Takeguchi itu.

"Anggap aja rumah sendiri," gurau Kaori setelah (Name) melangkah masuk ke kamar sementaranya, "aku ada di bawah kalau butuh sesuatu," pamit Kaori sebelum melangkah pergi.

(Name) terpukau sendiri dengan ruangan itu. Bukan karena kekosongan yang hampa, namun kenyataan bahwa ruangan itu masih tidak ditempati setelah sekian lama ditinggalkannya.

Ia kembali melangkah, mendekati ranjang dengan sprei putih polos yang membosankan. Kopernya ia sandarkan ke meja sementara ia berjalan mendekati lemari dekat situ.

Pintu lemari berderit ketika (Name) membukanya. Perempuan itu tersenyum, walau kosong lemari itu bersih.

Ia mendekati pintu lain dalam ruangan itu. Ketika dibuka, ia disambut kamar mandi yang bersih. Didekatinya wastafel, berniat membersihkan tangannya. Ia memutar keran dan perempuan itu bisa merasakan guyuran hujan lokal.

"Oh," gumam (Name) lirih.

***

Kise (Name) melewati malam yang damai di Kost Takeguchi. Ia bangun terlalu pagi dan menemukan Nona Muda Takeguchi dalam balutan gaun tidur merah muda tengah terkantuk-kantuk di meja makan.

"Pagi," sapa (Name) ramah sembari mengikat rambutnya. Ia melempar senyum pada Kaori yang terlihat masih mengantuk. (Name) meraih gelas, menuangkan air dari sana. "Ternyata ruanganku masih kosong, yah~," gumam (name) santai, mendudukkan diri di kursi depan Kaori.

Kaori tersenyum manis. "Siapa tahu kamu emang mau balik ke sini, 'kan?" balas perempuan itu kemudian tertawa. "Jadi, yah-- tentu saja masih kosong."

(Name) terbahak sekenanya. Melayangkan pukulan ringan main-main pada bahu Kaori. "Pasti karena pipa airnya, 'kan?" tebak (Name) pasrah.

Sang Nona Muda mengangkat bahu. "Yukio udah ada rencana mau benerin," gumam Kaori kalem, "tapi ... Yah, kantornya rusuh banget ngasih banyak kegiatan akhir tahun."

"Yukio?" beo (Name) terpana.

Kaori mengangguk. "Suamiku," jawabnya kalem sedikit bingung sendiri.

Untuk sesaat (Name) terdiam kehilangan kata. Kemudian spontan saja ia berseru penuh keterkejutan.

"Mbak udah nikah?!"

.

Kaori nyengir kemudian mengangguk mantap.

"Terus ... Takeguchi?"

"Aku nikah bukan berarti kost ini harus ikut ganti nama juga, 'kan?" Kaori balik bertanya dengan santai. Perempuan itu menoleh ketika mendengar bunyi bantingan pintu. Senyumnya merekah.

Ia melemparkan senyuman pada (Name) sebelum melangkah ke sumber suara dengan sedikit tergopoh.

(Name) mengikuti langkah perempuan itu dan sedikit menyembunyikan diri di balik dinding dekat ruang berkumpul. Ia bisa melihat Kaori menyambut seorang lelaki berambut hitam dengan potongan membosankan dan mata biru yang menyorot tajam--kelihatan galak. (Name) bisa merasakan sedikit iri ketika melihat interaksi Kaori dengan suaminya.

Kaori yang membantu suaminya, kalau tidak salah Kaori menyebutnya Yukio, melepaskan jas yang dikenakan. Sebagai balasan, Yukio akan memberikan kecupan ringan di dahi Kaori.

Kapan aku dan Kise bisa begitu? Pikir (Name) muram.

"Makasih," gumam Yukio ketika kecupan mesranya selesai. Ia melirik ke arah (Name) kemudian melempar senyum. "Tumben anak kost bangun jam segini," komentarnya.

(Name) melangkah menunjukkan diri, tersenyum canggung.

Kaori dengan jas Yukio di pelukannya membenarkan. "Ini (Name), temen sekolahku dulu," jelas perempuan itu. "Dulu dia ngekost di sini juga," imbuhnya pelan lalu terkikik. "(Name), suamiku," ujar Kaori sedikit mengorong suaminya agar berjabat tangan dengan (Name) sebagai simbol pertemanan.

"Kasamatsu Yukio," ujar lelaki itu santai, penuh wibawa.

"(Name)," balas menantu keluarga Kise itu pelan sembari balas menjabat tangan Kasamatsu.

Kasamatsu memberikan senyum ramah. "Di kamar mana dia?" tanya pria itu pada istrinya.

"Atas, pojok," jelas Kaori singkat.

"Buset, yang pipa airnya ambyar itu?" seru Kasamatsu cepat, kaget sendiri.

"Tolong, kalau mau mandi di kamar mandi umum dulu," pinta Kasamatsu pada (Name) agak tak enak hati, "pipanya kubenerin dulu."

(Name) mengangguk mengerti. "Makasih banyak."

***

Kasamatsu sibuk dengan pipa air di kamar mandi (Name) ketika pemilik kamar itu duduk meringkuk di ranjang. Lantai dasar ramai, ini sudah jam makan siang yang artinya nyaris sepagian tadi Kasamatsu sudah berkutat dengan pipa-pipa di kamar mandi (Name).

"Jadi ... Setelah sekian lama?" tanya Kasamatsu dari kamar mandi, sibuk memutar sendi-sendi pipa air di sana.

Hening.

(Name) melirik. "Itu, ... Pertanyaan untukku?"

"Hm."

"Oh." (Name) merasa konyol. Ia merubah posisi duduknya menjadi menyandar ke dinding belakangnya. Dari posisi ini ia bisa melihat punggung Kasamatsu. "Yah, ada masalah dengan suamiku," jelas (Name) lirih.

"Wah, seharusnya kamu berdua selesaikan dulu," komentar Kasamatsu santai. Ia tidak bermaksud menilai atau pun mengatakan tindakan (Name) salah, ia belum pernah bertengkar dengan Kaori. "Satu-satunya hal yang bikin Kaori marah besar ke aku cuman pudding terakhir di ujung minggu," gumam Kasamatsu geli.

(Name) mendengus geli. "Dia ngusir aku."

"Pasti lagi emosi," tebak Kasamatsu kalem, memutar-mutar kunci inggris di tangan untuk menyesuaikan ukuran. "Beberapa lelaki kalau marah biasanya sembrono," jelas Kasamatsu setengah mengaku, "aku sendiri juga begitu."

"Oh," balas (Name) sekenanya.

Kasamatsu menggumam puas menatap hasil kerjanya. Ia memutar keran wastafel dan air meluncur dengan bebas dari lubang keran itu. "Kelar," gumamnya lalu memberesi peralatan. Ia melirik (Name) ketika berjalan keluar. "Kalau emang sayang, suamimu pasti nyariin," ujar lelaki itu sebelum benar-benar pergi. []

10 Days to Divorce ∣∣ Kise Ryouta Version [✓]Where stories live. Discover now