|9| J o g g i n g

34 12 0
                                    

"Bang gue kan udah bilang jangan biarin bang Damar deketin Zea!" Marvel ngegas dengan ponsel menempel di telinga setelah berkali-kali menghembuskan napas gusar.

Terdengar suara kekehan samar di sebrang, "Oh, ternyata lo masih peduli?"

"Maksud lo apa? Jelas gue peduli!"

Terdengar bentakan di sebrang, "Lo gak izinin Zea sama cowok lain tapi lo sendiri ninggalin dia demi cewek lain, bodoh!"

"Bang--"

"Berhenti egois Marvel! Silahkan kejar mantan lo itu tapi tolong lepas Zea, dia juga berhak bahagia!"

Tangan Marvel terkepal kuat, tiba-tiba rasa takut menyergapi hatinya. Tidak, Marvel tidak menyukai Zea, ia sangat yakin jika hatinya hanya milik Jasmine. Perasaannya untuk Zea hanya sekedar ingin melindungi karena mau bagaimanapun perempuan itulah yang selama ini selalu menemaninya.

"Tapi, bang Damar bukan cowok baik-baik."

"Emang lo cowok baik?"

Skakmat, benar Marvel tidak lebih dari cowok brengsek. Begitu sering menyakiti hati perempuan.

"Vel, bagi gue kalian sama aja lo atau Zea sama-sama sodara gue. Tapi sorry, Zea lebih berarti dari apapun. Dengan lo ninggalin dia itu artinya lo udah gak punya hak lagi atas dia,"

Marvel menyela cepat, "Enggak bisa gitu bang, gue gak ninggalin Zea, gu--gue-- cuma,"

"Cuma apa? Lo udah nyakitin Zea! Emang seharusnya sejak awal kalian gak usah saling kenal sekalian,"

"Bang, gue--SIAL!" Mengumpat saat panggilan terputus sepihak, dia khawatir akan kondisi Zea.

Itu semua karena Zayn mengirimkan foto Zea bersama Damar, perempuan itu tampak tersenyum bahagia. Dan Marvel tidak menyukai hal itu, kenapa?

Karena Zea adalah temannya, dia tahu semua kesakitan perempuan itu maka Marvel ingin terus melindunginya.

"ANJING, BANGSAT!!!"

***

Jasmine bersenandung kecil, melangkah menuju pantry meraih sebuah gelas kaca lalu menuangkan air ke dalam benda itu, diteguknya hingga tandas.

Ting Nong

Mendengar suara bel rumah yang berbunyi, senyum mengembang di bibir tipisnya, segera berlari kecil menuju pintu masuk. Saat pintu terbuka, senyumnya kian lebar disana Devan berdiri dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana, lelaki itu memakai celana training hitam panjang, kaos putih lengan pendek serta sepatu kets putih bergaris hitam di pinggirannya.

"Let's go." ajaknya.

"Wait, sebentar gue pake sepatu dulu." Jasmine melesat cepat ke dalam rumah untuk mengganti sandal rumah dengan sepatu kets seperti yang di kenakan Devan.

Beberapa menit kemudian Jasmine kembali, tampilannya selaras dengan pakaian Devan. Mungkin jika orang lain melihat akan mengira keduanya adalah sepasang kekasih sungguhan sebab memakai pakaian couple.

"Ayok."

Dua jam mengitari komplek perumahan, ternyata cukup menguras energi apalagi untuk Jasmine yang jarang olahraga. Tubuhnya sudah banjir keringat juga kaki yang terasa sangat lemas, bahkan saat ditekuk terasa sakit dan kebas.

"Dev, capek."

Devan melirik Jasmine, tersenyum kecil kemudian menarik perempuan itu untuk duduk di pinggir jalan. "Makanya sering-sering olahraga, gini doang udah lemes." ledeknya.

Jasmine merengut, tak menanggapi ledekan Devan. Dia melirik sekitar ternyata bukan hanya mereka berdua yang sedang lari pagi, ada orang lain juga, dari anak kecil hingga dewasa, sendiri sampai berpasangan bahkan ada yang membawa hewan peliharaan seperti kucing dan anjing.

PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang