2 ¦ pintu

3.5K 510 30
                                    

"Hei, [ name ]!"

[ name ] mengerjapkan matanya. Ia menguap lebar sampai matanya mengeluarkan setitik air mata. Rasanya mengantuk sekali. Tugas anak kuliah memang kejam.

Gadis itu menoleh kearah temannya yang memandangnya prihatin. Kedua tangannya menyilang diatas meja. Ia hampir saja tertidur kalau bukan karena guncangan pada bahunya tadi.

"Kau pucat sekali, tidak tidur semalaman ya?"

[ name ] menggeleng lemah.

"Hanya dua jam."

Gadis bersurai pirang disebelahnya itu menghela nafas. Ia tampak khawatir karena [ name ] yang tidak kunjung berhenti menguap. Padahal dosen sedang menjelaskan materi didepan kelas, namun ia malah tidak fokus karena kantuknya dan memperhatikan materi dengan mata setengah terpejam.

"Aku kuat sampai pulang kok,"

[ name ] tersenyum tipis, berusaha menenangkan sahabatnya itu. Gadis pirang itu selalu saja khawatir berlebihan jika sudah menyangkut dirinya.

Hitoka mengangguk paham. Ia kembali fokus pada dosen didepan dan menulis sesuatu di buku catatannya.

[ name ] pulang dengan wajah lesu. Mungkin inilah akibat jika terus menerus begadang selama berhari-hari. Ia menolak tawaran Hitoka untuk mengantarnya ke apartemennya, dengan alasan ia ingin ke toko buku untuk membeli buku yang diincarnya. Namun itu hanya alasan belaka untuk tidak lagi merepotkan sahabatnya itu.

[ name ] adalah gadis yang lemah. Sejak SMP dulu ia seringkali pingsan, baik saat upacara maupun pelajaran olahraga. Dan Hitoka merupakan sahabatnya sejak kecil, jadi dia paham betul dirinya.

Ia mendengus geli. Kalau bukan karena Hitoka, tidak akan ada yang peduli padanya. Toh, siapa juga yang mau berteman dengan gadis lemah dan pendiam sepertinya, yang selalu menjadi benalu bagi orang lain.

[ name ] sudah sampai di apartemen kecilnya. Gedung yang tampak cukup berumur jika dilihat dari cat yang kusam dan mulai mengelupas. Tetapi hunian itu membuatnya merasa nyaman. Pemiliknya juga ramah, dan lingkungannya juga cocok dengan dirinya. Kalau masalah tetangga sih ada beberapa yang mengganggu, termasuk pemuda yang baru saja pindah kesini tadi pagi.

"Selamat siang menjelang sore, [ name ]-san!"

Mendengar namanya dipanggil, ia menoleh kesamping dan mendapati Kuroo tengah berada diambang pintu sambil mengangkat tangannya. Ia melambai-lambai kecil seperti orang bodoh.

[ name ] hanya mengacuhkan Kuroo dan kembali berusaha membuka pintunya yang entah kenapa jadi sulit dibuka. Ia terus memutar kuncinya dengan kasar dan menggerutu kesal.

Gadis itu hanya ingin tidur dengan pulas setelah kuliah yang melelahkan. Tapi cobaan apa lagi yang harus dihadapinya sekarang.

Belum lagi pemuda tinggi yang daritadi hanya menatapnya yang sedang kesulitan. Menatapnya dengan tatapan polos seolah mengatakan 'perempuan itu bodoh sekali, masa' membuka pintu saja tidak bisa.' Dan mungkin ia sedang menertawakan dirinya dibalik tampang poker face-nya.

"Pintunya macet?"

[ name ] berjengit disaat ia merasakan nafas hangat di tengkuknya. Dan benar, pemuda itu sedang berdiri tepat dibelakangnya entah sejak kapan.

"Sini biar kucoba membukanya,"

Krieet

Kuroo sumringah melihat pintu didepannya terbuka lebar. Gadis disampingnya meringis pelan. Bahkan sebuah pintu tidak membiarkannya untuk menjalani hidupnya dengan tenang. Pintu sialan itu malah memihak pemuda menyebalkan yang dengan mudahnya membuka pintunya.

"See? Pintunya akhirnya terbuka!"

[ name ] jengkel melihat senyuman lebar Kuroo. Saking lebarnya, ia ingin merobek mulut itu agar pemuda itu tersenyum selamanya.

"Terima kasih."

Kuroo mengangguk mantap. Namun baru saja ia ingin mengatakan sesuatu, [ name ] telah membanting pintunya tepat di hadapan wajah Kuroo yang tampan.

[ name ] mengunci pintu apartemennya dan melempar tas nya ke sofa. Samar-samar ia mendengar suara Kuroo didepan pintunya. Mungkin pemuda itu tersinggung. Baguslah kalau begitu.

[ name ] melangkah kedapur dan mengambil sebotol air dingin dari dalam kulkas. Ia kembali ke ruang televisi dan menghempaskan tubuhnya ke sofa dimana ia meletakkan tasnya. Ia mendecak sebal ketika mendengar suara Kuroo kembali, ternyata pemuda itu belum pergi. Mungkin ia ingin meminta pertanggung jawaban karena telah mematahkan hidung mancungnya. [ name ] menjadi murung ketika memikirkan ia harus membayar uang untuk operasi pemuda sialan itu. Eh tapi, dia tidak mendobrak pintu terlalu keras kan? Ya kan?

"Nona!"

"Nona [ name ]!"

Mendengar Kuroo yang terus memanggilnya, membuatnya semakin bernafsu untuk merobek mulut pemuda itu.

Ia mendengar Kuroo menghela nafas. Mungkin dia menyerah.

"Baiklah nona, kalau kau tidak mau menemuiku. Aku pergi dulu."

Tuh kan, benar. Pemuda itu sudah menyerah. Tidak akan ada yang bisa mengalahkan keras kepalanya.

[ name ] menarik kata-katanya kembali. Ia masih tidak mendengar langkah kaki Kuroo menjauh dari pintu apartemennya. Apa dia masih setia menunggu? Apa mungkin pemuda itu juga ingin membunuhnya?

Menunggu dirinya sampai membuka pintu, lalu menusuk perutnya dengan pisau. Ide bagus, Kuroo Tetsurou.

"Nona."

[ name ] memejamkan mata. Ia sedang memikirkan cara terbaik untuk membunuh Kuroo.

"Kalau kau ingin menemuiku, datanglah ke kamarku. Aku akan selalu sedia dan terbuka untukmu sama halnya dengan pintu macetmu yang ku bukakan untukmu dengan mudah, nona [ name ]!"

Setelah itu, ia mendengar langkah kaki menjauh.

[ name ] menundukkan kepalanya. Kedua tangannya mengusap wajahnya. Ia berkali-kali menggumamkan sesuatu.

Ia benar-benar ingin membunuh pemuda sok keren itu.

______
tbc.



______________
______________

Hoho .

thank u next ¦ k. t. √Where stories live. Discover now