3 ¦ mobil mewah

2.9K 449 113
                                    

Hari ini, [ name ] terserang flu.

Ia sudah menghubungi Hitoka dan menitip absen kepadanya. Ditelepon, ia malah diomeli habis-habisan karena dirinya yang tidak menjaga kesehatan dengan baik, tidak makan dengan benar, bla bla bla. Hitoka sudah seperti ibunya saja.

Selama menelepon dan diceramahi gadis pirang itu, [ name ] hanya mengatakan 'iya' atau 'hm' dan mengangguk-angguk. Setelah Hitoka menyuruhnya agar banyak istirahat, ia memutuskan sambungan teleponnya.

Perutnya berbunyi. Ia baru ingat kalau dirinya belum sarapan. Memakan mie instan bukanlah pilihan yang tepat disaat flu begini. Itu sih kata Hitoka.

[ name ] mengerucutkan bibirnya. Kalau begitu ia harus berjalan kaki ke minimarket yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya untuk membeli beberapa bahan makanan. Dan juga ia harus mampir ke apotik mengingat demamnya yang tak kunjung turun meski sudah meminum obat panudol.

Ia memijat pelipisnya. Tangannya memegang kenop pintu dan menariknya. Setidaknya pintu ini mau menurut untuk dibuka dari dalam.

Kaki jenjangnya melangkah menuruni tangga. Ia tersenyum menyapa wanita separuh baya pemilik apartemen. Disebelah wanita itu berdiri seorang pemuda yang menyeringai kearahnya. [ name ] menatapnya dengan jengah.

"Hey hey hey, nona [ name ], mau kemana? Olahraga pagi ya?"

[ name ] melongo dibuatnya. Satu kata untuk pemuda didepannya. Goblok.

Sudah jelas sekali kalau ia sedang sakit. Wajah pucat seperti mayat, kantung hitam menghiasi kedua matanya, dan tubuh yang tertunduk lesu. Ia juga memakai sweater tebal berwarna abu-abu. Apa dia kelihatan seperti orang yang ingin berolahraga? Sebegitu semangat-kah dia?

"Hehe, aku bercanda. Semoga cepat sembuh, nona cantik!"

Hei, bahkan disaat dirinya sedang flu dengan rambut acak-acakan seperti ini, masih ada saja yang menggodanya.

[ name ] tersenyum lemah kepada Bokuto--pemuda yang menggodanya barusan. Ia adalah anak dari pemilik apartemen ini. Kebetulan Bokuto akan pergi ke sekolah dan arah mereka sama, [ name ] setuju-setuju saja untuk berjalan bersama.

[ name ] melirik kearah seragam SMA yang dikenakan Bokuto. Ia mengerang pelan disaat dirinya teringat masa-masa SMA-nya yang kelam. Dulu ia pernah beberapa kali ditindas oleh kakak kelas karena mereka mengira [ name ] menggoda pacar mereka. Padahal ia tidak melakukan apa-apa pada para anggota ekskul basket itu. Malahan pacar mereka duluan yang menggodanya.

Dan untungnya, Hitoka selalu menyelamatkannya. Ia selalu ada di sisi gadis itu. Melindunginya dari semua orang yang hendak mencelakainya. Nampaknya Hitoka lebih memahami dirinya dibanding ia sendiri.

"Bokuto-kun,"

"Hmm?"

[ name ] meneguk ludahnya dengan susah payah. Ia menimbang-nimbang apa ia harus menanyakan hal tidak penting kepada pemuda yang lebih muda darinya ini.

"Apa masa SMA-mu menyenangkan?"

Bokuto tampak berpikir. [ name ] merutuki dirinya sendiri karena menanyakan hal yang terdengar seperti basa-basi itu.

"Hm! Menurutku sih sangat menyenangkan. Sebenarnya yang membuatku selalu semangat pergi ke sekolah adalah klub voli ku, aku benar-benar menyayangi mereka semua, haha."

[ name ] terenyuh saat melihat wajah bahagia Bokuto. Pemuda itu beruntung memiliki banyak teman, dan sikapnya juga mudah untuk disukai. Ia sangat supel dan selalu memberikan kesan ceria. Jauh berbeda dengan dirinya dulu yang menutup diri dari pergaulan dan memiliki trauma yang besar terhadap lingkungannya.

"Ah, bukankah itu Kuroo-san?"

[ name ] yang tadinya menundukkan kepalanya langsung mengikuti arah pandang Bokuto dan menemukan sebuah mobil Mercedes Benz berwarna hitam terparkir tak jauh dari mereka. Awalnya [ name ] tampak tidak berekpresi ketika melihat mobil mewah ber-body mulus tanpa cacat itu, namun sekejap kedua matanya membola melihat manusia yang mengemudikan mobil tersebut.

Bokuto mengangkat sebelah tangannya, melambai kearah mobil itu. Kuroo yang menyadarinya pun membalasnya dengan cengiran.

Kuroo Tetsurou. Mengemudikan. Sebuah mobil mewah.

Tunggu, bisa saja mobil itu adalah pinjamannya. Atau mungkin ia adalah seorang supir taksi dengan mobil mewah. Ya, taksi eksklusif.

Sementara [ name ] masih terpaku tak percaya akan apa yang dilihatnya, Bokuto berlari menghampiri Kuroo dan meninggalkan dirinya.

Bokuto tampak bercengkrama bersama Kuroo dengan akrab. Sadar bahwa dirinya hanya akan mengganggu, [ name ] pergi secara diam-diam menuju minimarket yang masih cukup jauh.

"Nona!"

Reflek, gadis itu menoleh kebelakang. Kuroo menarik ujung bibirnya. [ name ] menggerutu dalam hati. Menyumpah akan membunuh pemuda itu dalam waktu dekat.

"Kau tampak lebih pucat dari kemarin, nona. Kau mau pergi kemana? Berolahraga?"

Bokuto tertawa lepas mendengar candaan Kuroo. Oh, bahkan satu orang lagi menyindirnya dengan sindiran yang sama. Apa jangan-jangan keduanya bekerja sama? Ayolah, [ name ] tidak butuh lebih banyak pengganggu di hidupnya.

Kuroo menyeringai kearahnya saat gadis itu mendelik tajam. Nampaknya Kuroo menikmati ekspresi gadis itu yang sudah tidak sedatar kemarin.

[ name ] tidak menghiraukan Kuroo dan terus berjalan. Bahkan ia mempercepat langkahnya. Sayangnya langkah kaki yang lesu itu kalah cepat dengan mobil mewah sialan yang melaju lambat itu. Ia membayangkan saat-saat dimana ia menghancurkan mobil itu dan Kuroo yang bertekuk lutut, memohon maaf kepadanya.

Terdengar menyenangkan.

"Hei, nona."

Lagi, [ name ] tidak merespon. Kalau pun ia merespon, ia terlalu lemas untuk meneriaki pemuda itu agar berhenti mengikutinya. Tapi bukan Kuroo namanya jika langsung menyerah. Ia selalu sedia membuka pintunya hanya untuk dirinya.

Ya ya.

"Kau belum sarapan ya? Bagaimana kalau kita sarapan di restoran terdekat, nona?"

Apakah bunyi diperutnya barusan begitu keras sampai terdengar oleh Kuroo?

Kedua pipi [ name ] merona tanpa ia sadari. Ia mendesis malu.


Sepertinya ide sarapan dengan seorang supir taksi mewah tidak buruk. Sekalian berolahraga kecil, mungkin?

_____
tbc.




_________________
_________________


Ini apa ya.

;")))))

thank u next ¦ k. t. √Where stories live. Discover now