《11》

38.9K 10.5K 4.4K
                                    

Chan menambah kecepatan motornya. Masa bodo kalau dia diteriaki orang-orang karena hampir tertabrak atau menabrak.

Perasaannya nggak tenang semenjak Seungmin memberi kabar kalau terjadi sesuatu di rumah sahabat termudanya.

Di pikirannya hanya satu, kalau yang terjadi sekarang berhubungan dengan si pembunuh.

Yang Chan khawatirkan adalah keselamatan ketiga temannya yang ada disana.

Andai saja dia jadi datang ke rumah Jeongin tadi sore, mungkin sekarang mereka baik-baik saja.

Kemungkinan besar kalau Chan akan sampai disana dua puluh menit lagi karena jarak yang ditempuh masih cukup jauh.

Dari situ Chan nggak bisa berpikir positif.

"Semoga mereka baik-baik aja. Maafin gue karena gak bisa jaga kalian semua."

Melihat lampu merah tak jauh di depan, Chan langsung menggeram emosi.

Sedetik kemudian dia terkejut ketika ia menekan rem, motornya masih melaju kencang.

Sialnya, kecepatannya saat ini yaitu 80 km/jam.

"Astaga, kok gak bisa?!" Teriaknya panik.

Lampu merah disana membuatnya kalang kabut. Dirinya terus berusaha menekan remnya yang masih nggak berfungsi.

Tiba-tiba cahaya terang muncul di sisi kanannya disusul suara klakson yang memekakkan telinga membuatnya menoleh.



BRAK!



Teriakan histeris dari para pengguna jalan sontak membuat beberapa orang berlarian ke tengah jalan.

Chan terbaring lemah dengan darah yang berceceran di sekitarnya. Rasa sakit luar biasa menyerangnya.

Setetes air mata jatuh begitu saja ketika ia melihat sepotong tangan tergeletak tak jauh darinya.

Tangannya sendiri.

Chan tersenyum pedih, dengan matanya yang mulai sayu.

"Maafin gue, gue bukan pemimpin yang baik buat kalian. Gue nyesel karena gak bisa jagain kalian dengan baik, seperti permintaan terakhir Woojin."

Chan meraup udara di sekitarnya, nafasnya mulai sesak.

"Seungmin, disana lo gak bakal sendirian lagi, gue bakal nemenin lo."

Saat itu juga Chan pergi untuk selama-lamanya.


●●●



Jeongin memberontak karena orang itu terus membawanya. Dia yakin kalau orang itu adalah pelakunya.

Karena nggak tahan lagi, dia menginjak kaki orang itu keras-keras hingga membuatnya mengaduh sakit.

"Kamu mau apa? Ayo maju!" Tantang Jeongin dengan beraninya.

Laki-laki yang awalnya membungkuk untuk memegang kakinya mendongak dengan tatapan marah karena berhasil membuat kakinya merah.

"L-loh, Kak Jisung?"

Tanpa aba-aba Jisung narik tangan Jeongin dan memaksanya untuk ikut dengannya.

Jeongin tentu memberontak. "Kak Jisung lepas!"

Jisung diam, dia terus menarik tangan Jeongin sampai akhirnya mereka berhenti di dalam gudang.

Meja dia dorong untuk menghalangi pintu agar nggak ada yang bisa buka dari luar.

"K-Kak Jisung?"

Jisung berbalik, matanya menatap tajam Jeongin. Dengan langkah pelan dia maju, wajahnya datar tanpa ekspresi.

Jeongin tersentak ketika tiba-tiba Jisung memegang pundaknya dan menatapnya lekat.

"Jangan jauh-jauh dari gue, apapun yang terjadi."

Jeongin mengernyit, dengan sekali sentakan dia melepas kedua tangan Jisung dari pundaknya.

"Maksud Kak Jisung apa sih?! Minggir, aku mau cari Kak Changbin sama Kak Hyunjin!"

"Jeong, dengerin gue. Di luar gak aman."

Jeongin terkekeh sinis. "Kak Jisung dateng tiba-tiba dan sok tau keadaan rumahku. Kak Jisung pelakunya, ya?!"

Jisung mengusap wajahnya frustasi karena Jeongin yang nggak mau dengerin dia.

"Jeong, lo harus dengerin gue. Lo tetep disini sampe-"

"Alah, aku gak peduli. Aku mau cari Kak Changbin!"

"KAK CHANGBIN UDAH MATI!"

Jeongin terlonjak kaget, matanya membulat karena nggak percaya sama apa yang dia denger.

Dada Jisung terlihat naik turun, matanya terpejam, mencoba meredakan emosi yang meledak-meledak.

"M-maksudnya a-apa? K-Kak Jisung boong, kan?"

Jisung langsung merengkuh Jeongin ke dalam pelukannya, seperti apa yang dia lakukan tadi siang.

"Maaf Jeong, gue gak sempet nyelamatin Kak Changbin," bisik Jisung menyesal.

Jeongin mendorong Jisung untuk menjauh. Tatapan tajam dia layangkan kepada orang di hadapannya, tak peduli kalau dia lebih tua darinya.

"Minggir."

Jisung menggeleng. "Kita tunggu sampe-"

"GUE BILANG MINGGIR!"

Jisung terkejut. Pasalnya baru kali ini dia mendengar Jeongin membentaknya, bahkan menggunakan kata 'gue' dalam bicaranya.

Karena Jisung tak kunjung pergi, Jeongin mendorongnya untuk minggir. Dia menggeser meja yang menghalangi pintu dengan gerakan cepat. Tanpa basa-basi lagi dia membuka pintu dan membantingnya.

Namun, mereka terkejut melihat laki-laki yang berdiri di depan pintu dengan sebalok kayu digenggamannya.

"JEONGIN AWAS!"

Dengan cepat Jisung menarik Jeongin untuk minggir. Akibatnya, balok kayu yang hendak memukul Jeongin langsung mengenai kepalanya.

Dan setelah itu dia ambruk tak sadarkan diri dengan kondisi kepalanya yang berdarah.

"KENAPA LO TEGA NGELAKUIN INI HAH?!"

Jeongin mencengkram kerah baju laki-laki tersebut dengan tatapan nyalang.

Sementara laki-laki itu hanya diam dengan wajah datarnya, tak peduli dengan ucapan Jeongin.

"Lo," Jeongin menjeda ucapannya sebentar untuk mengatur emosinya.

Kemudian dia melayangkan tatapan tajamnya dan mendorong orang itu untuk menjauh dari Jisung.

"Lo gak lebih buruk dari sampah, Kak Felix."














Double up yeay

[1] Who? | Stray Kids ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang