7#Bertemu Kembali

12.2K 1.4K 155
                                    

Assalamualaikum, saya datang kembali.
Masih ada yang nunggu?
Sudah diteliti, jika masih ada terselip typo, mohon bantu koreksi. Terima kasih buat dukungan semuanya.
********happy baca semuanya.....


Ammar mengucap salam disertai langkah menuju ruang dalam gedung utama. Tetapi agak terkejut saat netranya memonitor seseorang yang sedang duduk di seberang Buya Zaid.

Sunggingan senyum mencuat dari rahang Ammar. Dia mengenali orang yang juga kini tersenyum ke arahnya.

"Pak Hanif...," ucapnya kaget, sejurus kemudian mendekat dan menyalami Pak Hanif.

"Pak Ammar di sini juga? Kebetulan sekali kita bertemu lagi di sini."

"Iya Pak, kebetulan saya mengajar juga di sini."

Pak Hanif tampak semringah mendengar perkataan Ammar.

"Ma Syaa Allah kebetulan sekali, jadi saya bisa sekaligus minta tolong sama Pak Ammar," ujar Pak Hanif berapi-api.

Ammar masih belum menangkap maksud Pak Hanif. Tetapi dia tebak, mungkin  Pak Hanif akan minta tolong untuk mengajar anaknya.

"Abdullah..."

Ammar menoleh langsung saat mendengar panggilan dari Buya Zaid. Ueporia pertemuan dengan Pak Hanif sedikit membuat Ammar lupa kalau di ruang itu juga ada Buya Zaid.

"Afwan Buya, sampai lupa," tukas Ammar menggaruk tengkuknya sendiri, sungkan dengan Buya Zaid, kemudian membungkuk dan mencium punggung tangan Buya.

"Yo wes! Ngobrol saja dulu sama tamunya Buya. Buya mau ke kamar dulu, lupa belum minum obat. Nak Hanif saya tinggal dulu ya, monggo rembugan sama Ammar, dia itu cucu saya." pamit Buya Zaid.
(Silakan diskusi)

"Oh, Pak Ammar ternyata cucunya Abbah? Ma Syaa Allah, pantas saja auranya beda."

Pak Hanif  dibuat kagum saat mendengar penjelasan Buya Zaid. Lengkungan senyum menampil dari rautnya yang sedikit dihiasi keriput.

"Buya mau Ammar antar?" Tawar Ammar.

"Sama Budhemu saja, lanjutkan pembicaraan Buya sama Pak Hanif. Buya ora kuat lungguh suwe."
(Nggak kuat duduk lama-lama)

"Nggeh Buya."

Sepeninggal Buya Zaid, Ammar melanjutkan obrolannya dengan Pak Hanif. Diamatinya lelaki paruh baya tersebut kembali menampakkan wajah sendu. Ammar jadi bingung ingin memulai obrolan ini dari mana.

"Pak Ammar, sudah lama mengajar di sini?" akhirnya Pak Hanif membuka suara duluan.

"Alhamdulillah, Pak, saya besar di lingkungan pesantren ini. Lepas S1 di Cairo, saya langsung ikut bantu-bantu mengajar di sini." cerita Ammar pada Pak Hanif. "Oh iya, Pak Hanif sendiri ada keperluan apa? Apa Pak Hanif ini salah satu donatur tetap di sini ya?" sambung Ammar menebak.

Pak Hanif mengangguk. Tetapi kemudian lelaki paruh baya itu tatapannya menerawang. Seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Iya Pak Ammar, tapi selain itu kedatangan saya ke sini adalah untuk mengantar anak saya. Mulai hari ini dia akan tinggal di pesantren ini, makanya kebetulan sekali bertemu Pak Ammar, saya ingin minta tolong agar Pak Ammar membimbing anak saya, biar dia bisa patuh dan menemukan jati dirinya sebagai muslimah sejati."

"Maaf, Pak Hanif, apa dia adalah anak yang kemarin sempat Bapak ceritakan?"

Lagi-lagi Ammar menebak. Dalam bayangannya muncul sosok yang diceritakan oleh Pak Hanif. Meski Ammar belum pernah bertemu dengan anak tersebut, tetapi Ammar bisa menggambarkan sifat dan karakternya yang kata Pak Hanif susah diatur.

Tahajjud Cinta (TAMAT/TERBIT NOVEL)Where stories live. Discover now