1. Itu Aku

8.1K 525 54
                                    

Cerita ini pernah dibukukan tahun 2019 dengan judul  "Cinta di Ujung Rindu" dan ber-ISBN: 978-602-489-477-1. Sekarang, Author tayangkan lagi di sini sampai tamat. Barangkali saja ada yang kangen. 

Silakan baca.

======

"Nyak, ini sayurannya!" Aku menurunkan sekeranjang penuh belanjaan yang berisi sayuran dari motorku.

Sejak setahun lalu ibuku yang biasa kupanggil Enyak beralih profesi dari asisten rumah tangga menjadi tukang gado-gado. Bermodal dari pinjaman ke seorang teman, akhirnya Enyak bisa membuka warung kecil-kecilan di depan rumah sederhana kami.

Aku malu? Tidak sama sekali. Aku bangga kepadanya. Sejak ayahku meninggalkan kami untuk menikah dengan perempuan lain empat tahun yang lalu, Enyak yang menggantikan posisinya menjadi tulang punggung keluarga.

Sekarang setelah aku lulus SMA, sudah menjadi kewajibanku sebagai anak sulung membantunya. Ini bukan tentang generasi sandwich, ini tentang tanggung jawab. Cita-citaku sebenarnya ingin menjadi seorang pengacara, tapi dengan keadaanku yang seperti sekarang ini rasanya sulit. Dengan modal motor butut yang masih layak pakai dan SIM C yang kubuat tanpa "nembak", aku hanya bisa menjadi pengemudi ojek online atau biasa disebut ojol untuk membantu meringankan beban Enyak.

Ya, mau bagaimana lagi? Mencari pekerjaan saat ini memang sulit. Apalagi aku hanya lulusan SMA dan tidak punya keahlian khusus. Toh, sekarang kan sudah banyak juga pengemudi ojol perempuan. Aku tidak risau dengan profesiku.

"Simpan di belakang terus dicuci semuanya, ya! Enyak mau menggoreng kacang dulu." Teriak Enyak dari warung yang berada tepat di depan rumah. "Terus, bangunin adek kamu. Sudah siang, waktunya sekolah!" lanjutnya.

"Iya, Nyak! Beres!" sahutku.

Pekerjaan rutinku di pagi hari selain ke pasar membeli sayuran bahan untuk membuat gado-gado yaitu membangunkan si manja Deon, adikku yang masih duduk di kelas XI SMA. Setelah menyelesaikan tugas yang dimandatkan Enyak tadi, aku meluncur ke basecamp ojol. Basecamp yang kumaksud bukan gedung atau semacamnya. Hanya sebuah tempat tongkrongan para pengemudi ojek online yang berada di depan sebuah ruko kosong yang tidak jauh dari perempatan lampu merah. Lokasi tersebut hanya sekitar seratus meter dari tempat tinggalku. Setelah aku memarkirkan motorku di depan ruko, kulihat sudah ada dua pengemudi ojol yang sedang duduk manis di undakan ruko. Mereka Bang Ali dan Mas Sehun.

"Yang lain pada ke mana, Bang Al?" Aku ikut duduk di undakan keramik ruko. Tepatnya beberapa puluh sentimeter di samping Bang Ali.

"Lagi pada narik," jawab Bang Ali sebelum menyeruput kopi hitam dari gelas plastik bening yang tipis, setipis kesabaranku kala menghadapi penumpang resek.

"Elo belum ada order, Ndra?" Mas Sehun yang duduk di ujung undakan bertanya kepadaku sesaat kemudian.

Kukeluarkan ponsel dari dalam saku jaket seragamku, lalu kulihat layarnya. "Belum, Mas Seh."

"Kalau menurut gue, elo tuh nggak pantes jadi tukang ojol, Ndra. Elu pan cakep. Body lo semampai, hidung bangir, kulit putih, rambut item panjang kayak cewek-cewek di iklan sampo. Elu tuh pantesnya jadi model papan atas," celetuk Bang Ali.

Aku memajukan bibir bawahku. "Hm ... model papan penggilesan kali. Suka mengadi-ngadi nih, Bang Al."

"Enak banget cowok yang jadi penumpang lo, Ndra. Bisa diboncengin cewek kece," sambar Mas Sehun yang kuanggap sebagai pujian.

"Elo kayak nggak tahu aja si Andra. Kagak enak jadi penumpang dia. Nakal dikit aja langsung digibas." Bang Ali menimpali dengan serius.

Memang benar apa yang dikatakan Bang Ali. Terkadang, ada saja cowok iseng yang memesan jasa ojolku hanya untuk sekadar bisa berboncengan ria dan jalan-jalan. Eits, tapi jangan harap bisa macam-macam. Yang berani mencolek-colek, risiko ditanggung penumpang. Pulang bonyok.

Terpaksa Menikahi Driver Ojol (Cinta di Ujung Rindu)Where stories live. Discover now