Part.5

69 3 2
                                    

Dan bagi Keysha, menapaki setiap jengkal lereng Lawu tak ubahnya menyusuri jejak masa lalu.

Saat tak ada lagi tempat di mana ia dapat menemukan dirinya.
Saat tak ada lagi waktu di mana ia dapat mengentas rindu.
Saat tak ada lagi udara di mana ia dapat menghirup kebebasannya.

Bagi gadis itu, setiap gunung yang ia singgahi, adalah candu yang selalu menunggu untuk dicumbu.

******

"Kamu dari rombongan mana?" seorang pemuda di sebelah Keysha bertanya saat mereka sedang menikmati sore dengan teh panas di sebuah shelter sebelum pendakian. Keysha melirik sekilas, membaca tulisan pada syal yang dililitkan di leher cowok itu. Komunitas MEPA-UNS. Hmmm ... Solo?

"Jogja." Keysha menjawab singkat, masih dengan logat betawinya yang kental. Sambil menggosok-gosokkan telapak tangan yang dingin, ia kembali menyesap teh di hadapannya. Kemarin puncak Lawu memang sempat dilanda badai. Kabut pun tak mau beranjak pergi sejak tadi pagi. Aroma petrichor menyeruak masuk, mengisi setiap ruang di paru-paru.

"Tadi berangkat dari Jogja sendirian?" Cowok itu bertanya lagi.

"Bertiga," jawab Keysha.

"Kalau kamu mau, nanti malam bisa bergabung dengan kami saat mendaki. Jika cuaca memungkinkan, insyaa Allah selepas isya. Aku akan melaporkannya kepada ketua rombongan."

Mata Keysha mengikuti arah telunjuk cowok itu. Menuju kepada sosok tinggi dengan rambut sebahu, yang terlihat sedang memberi penjelasan kepada para pendaki pemula. Lawu memang cocok digunakan sebagai "tempat latihan" bagi para pecinta gunung yang baru akan mencoba pengalaman mendakinya. Jalur Cemara Sewu merupakan rute favorit pada gunung setinggi 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini. Selain merupakan rute tercepat untuk mencapai puncak, kondisi jalur pendakian Gunung Lawu via Cemara Sewu ini juga terdiri dari batu-batu yang sudah ditata. Sehingga memudahkan para pendaki untuk naik.

"Irfan?" Keysha bertanya nyaris berbisik.

"Kamu mengenalnya?" Cowok di samping Keysha balik bertanya. Sedikit heran.

"Cuma pernah ketemu, sekali." Keysha berusaha menutupi keterkejutannya dengan kembali menikmati teh panas yang kini sudah mulai mendingin.

There is no accident. Keysha meyakini, bahwa tak pernah ada kata kebetulan di dunia ini. Pun, dengan setiap pertemuan seperti yang ia alami. Kenapa selalu ada Irfan di setiap petualangannya?
Pertanyaan yang entah.

Malam inaugurasi.
Baru pertama ini Keysha mengikuti kegiatan "kopdar" Komunitas Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) di Jawa Tengah. Kemarin malam akhirnya ia menggabungkan diri bersama para pendaki dari MEPA-UNS, dan alhamdulillah bertemu dengan banyak kenalannya dari Jogja, ketika berada di puncak.

Di alam, semua orang secara psikologis akan merasa terikat tali persaudaraan. Di sini, setiap karakter akan teruji. Rasa kepedulian dan saling tolong, adalah sikap mutlak yang harus dimiliki oleh setiap pendaki. Bayangkan, jika tiba-tiba salah seorang dari anggota mereka terkena serangan hypotermia sebab pakaiannya basah, atau kekurangan bekal, atau bahkan ada yang tersesat? Di sini, hanya sifat egois yang tak memiliki tempat.

Belakangan Keysha tahu, lelaki tinggi berkulit bersih dan berambut sebahu itu, bernama Irfan. Orang yang menolongnya saat mengalami cidera di gunung Merbabu tempo hari, ternyata ketua komunitas. Cerdas, tangguh, berpengalaman, namun terlihat angkuh luar biasa. Setidaknya, itu menurut Keysha.

Tidak seperti temannya kebanyakan, Irfan lebih sering terlihat bersama gitarnya saat acara bebas. Seperti malam ini, usai acara inaugurasi.

"Key!" Seperti biasa, Erline selalu datang dengan mengagetkan, "Elu dari tadi ngelamunin apaan sih?" Gadis berpipi chubby itu lantas mengambil posisi di sebelah kanan Keysha. Duduk bersila di atas rumput, sambil membuka plastik berisi penuh kacang rebus. Rupanya dia tak pernah lupa membawa bekal.
Melihat orang yang ditanya hanya diam saja, Erline lantas mengikuti arah pandang Keysha.

"Owhhh ... Irfankah, yang saat ini sedang bersemayam di kepala gadis tomboy jarang mandi ...?"
Keysha menoleh cepat, heran juga dengan diksi yang dipilih Erline.

"Eluu ... kenal dia?" Keysha bertanya heran.

"Siapaa? Irfaan? Cewek mana sih, yang nggak kenal cowok sekeren itu? Udeh ganteng, pinter, bertanggung jawab, suka menolong sesama, rajin menabung, jago maen gitar lagi! Ah, pasti dia orangnya romantis banget ya, Key ...." Erline berkata antusias sambil tetap sibuk mengupas kacang.

"Waktu elu ditolong pas cidera di Merbabu dulu itu, gue udeh tahu dia sebenarnya. Tapi gue males cerita-cerita. Ntar elu malah jadi rival gue deh. Bisa kacau hubungan persahabatan kita." Kini kacang di tangan Erline sudah berubah bentuk menjadi roti bakar.

"Irfan itu anak pengusaha kaya, Key. Tapi dia nggak pernah bangga dan sombong sama harta ortunya. Malah seringnya dia nongkrong di warung tenda bareng anak-anak kecil yang suka ngamen di terminal," ujar Erline seperti wartawan tabloid artis.

"Koq elu bisa tau banyak, sih? Kan die di Solo, elu di Jogja. Gimana bisa dapet info komplit begitu?" selidik Keysha.

"Yeeee ... elu aja yang kurang gaul. Makanye, kalo maen jauhan dikit. Irfan itu selalu jadi headline news di setiap perbincangan kita, tahu! Udeh ah, gue ngantuk. Mau tidur dulu."

Erline gegas beranjak menuju tenda yang berada lurus di belakangnya. Sementara Keysha masih setia menikmati suara geretak pijaran api yang melumat habis kayu. Titik-titik pijarnya membubung dan bekerlip sejenak sebelum akhirnya hilang ditelan gelap.

"Tapi sayang, Irfan terlalu angkuh ...," batin Keysha berbisik perlahan.

Malam semakin matang. Satu persatu mereka mulai memasuki tenda. Saatnya merehatkan diri, sebab besok masih banyak agenda kegiatan yang akan mereka lakukan.
Tapi tidak begitu dengan Irfan. Keysha tak kuasa menahan ekor matanya untuk sekadar mencari tahu keberadaan sosok itu. Ternyata dia masih terlihat asik memainkan denting gitar, dalam temaram sekitar. Sendiri di depan tenda birunya.

Keysha menghembuskan napas perlahan. Ada kumpulan uap tipis keluar dari lubang hidungnya. Sebatang coklat ia keluarkan dari saku celana lapangan, mencoba untuk mengusir resah.

Satu kotak tergigit, mengajak otaknya pergi ke sebuah kenangan di masa lalu. Di saat ia masih asyik bersembunyi pada batang pohon jambu air. Menaikinya terus sampai ke atas ketika sang ibu berteriak menyuruhnya untuk tidur siang. Rerimbun daun menutupi tubuh Keysha yang mungil hingga tak terlihat, dan ia tertawa-tawa nakal sambil menikmati jambu air segar.

Satu kotak coklat lagi, kembali dikunyah. Kali ini ia dibawa masuk ke sebuah kendaraan yang melaju cepat melintasi malam. Semua serba tergesa setelah seseorang datang memberi kabar. Sang ibu duduk di sampingnya sambil terus menunduk terisak. Keysha kecil tak mengerti, kenapa semua terlihat bersedih?

Kali ini gadis itu menghembuskan napas dengan berat. Ada rasa perih yang ikut keluar bersamanya. Tiga kotak coklat ternyata belum mampu membuat suasana hatinya tenang.

"Sudah larut, kenapa masih di luar?" Suara bariton yang terdengar tiba-tiba, membuyarkan lamunan Keysha.

Gadis itu sontak mendongakkan kepala, dan seketika gugup menguasai dirinya. Irfan?

Menuju-MuWhere stories live. Discover now