03

6K 641 46
                                    

happy reading!
sorry for typo(s)

.

Waktu begitu cepat berlalu, tanpa sadar sudah empat hari Jimin dirawat di rumah sakit. Sekarang Jimin telah diperbolehkan untuk pulang. Yoongi tidak tahu harus sedih atau bahagia. Bahagia karena Jimin telah sembuh kembali. Dan sedih karena dia akan jarang bertemu dengan pemuda berpipi gembil itu. Kenapa harus sedih? Entahlah, Yoongi sendiri tidak tahu apa yang ada di pikirannya.

"Terimakasih banyak, sunbae. Aku berhutang banyak padamu, akan aku bayar secepatnya." seperti biasa, nada bicara Jimin selalu pelan dan lembut.

"Kau tidak perlu menggantinya, aku tulus membantumu." ucap Yoongi tersenyum tipis.

Jimin menggeleng, "tidak bisa, aku telah merepotkanmu."

"Sudah kubilang aku tulus. Tenang saja, aku tidak akan jadi miskin hanya karena membantumu." Yoongi mengibaskan satu tangannya, berlagak santai.

Ucapan Yoongi berhasil membuat Jimin menutup bibir rapat-rapat. Jadi, pemuda manis itu hanya tersenyum canggung. Walau tetap ada perasaan tidak nyaman saat Yoongi banyak membantunya. Pria baik itu bahkan juga membelikan pakaian untuknya. Karena tidak mungkin dia pulang memakai pakaian rumah sakit.

"Kau sudah siap? Ayo, kuantar kau pulang!" kata Yoongi.

"Tidak perlu, sunbae. Kau sudah cukup membantuku. Aku bisa pulang sendiri." tolak Jimin semakin tak enak hati.

"Tak apa, hanya memastikan kau pulang dengan selamat."

"Sungguh, tidak perlu repot-repot. Lebih baik aku pulang sendiri."

"Sayangnya aku memaksa, ayo!" sahut Yoongi, menarik tangan Jimin ke genggamannya.

Padahal Yoongi sendiri yang menarik tangan Jimin, dia juga yang terkejut. Rasanya seolah ada sengatan listrik yang menyetrum kulitnya. Kulit halus nan hangat Jimin terasa sangat pas berada di genggamannya. Benar-benar seperti tangan seorang gadis, pikir Yoongi heran.

Jimin akhirnya menurut saja saat Yoongi membawanya ke parkiran yang ada di rumah sakit. Pemuda itu terlihat sedikit merona, karena Yoongi membukakan pintu mobil untuknya. Ia masuk ke dalam setelah bergumam 'terimakasih'. Yoongi berdehem pelan, lalu menyusul masuk ke kursi kemudi.

Suasana begitu hening di dalam mobil hitam elegan itu. Tak ada yang berbicara. Yoongi yang sibuk menyetir, sedangkan Jimin memang pemuda yang pendiam. Diam-diam Yoongi melirik Jimin. Jimin tampak kalem ketika dia memerhatikan jalanan dari balik jendela.

"Rumahmu di mana?" akhirnya Yoongi buka suara.

Jimin menoleh, "kau bisa turunkan aku di jalan xxx nomor 20."

"Baiklah, kau bisa nyalakan radio kalau bosan." titah Yoongi.

"Tidak, terimakasih." tolak Jimin lembut, disertai senyuman.

Yoongi hanya mengendik, kembali fokus pada jalanan. Kali ini dia mengendarai dengan kecepatan sedang. Padahal biasanya dia selalu mengebut dan menyalip kendaraan yang lain. Dia hanya tak ingin membahayakan Jimin. Jimin yang terlihat rapuh itu seolah meminta untuk dilindungi. Jadi, dia tidak berani menyetir ugal-ugalan.

"Ah, sunbae, turunkan aku di sini saja! Tempat tinggalku sudah tak jauh lagi dari sini." celetuk Jimin.

"Kau yakin? Aku bisa mengantar sampai rumahmu."

"Kumohon, sunbae? Aku tidak ingin semakin merepotkanmu." mohon Jimin sedikit memelas.

"Baiklah kalau begitu." akhirnya Yoongi mengalah, menepikan mobilnya.

sunshine ✧ yoonminWhere stories live. Discover now