#SORE POV

9 0 0
                                    

"Sore!"

Langkah ku terhenti ketika mendengar panggilan itu. Aku pun menoleh ke arah di mana suara itu berasal. Di sana aku melihat sosok perempuan berambut panjang melambaikan tangan lalu sedetik kemudian dia berlari ke arah ku.

"Mau ke mana?" Tanyanya sesaat setelah berdiri di hadapan ku.

"Ke lab. Kak Nadya tumben ada di sekitaran sini?" Aku tak kalah menyelidik. Buat apa coba anak MIPA yang fakultasnya ada di ujung depan jauh-jauh ke fakultas teknik yang notabene ada pojok belakang?

"You know-laaah. Teknik Mesin kan ngga jauh dari sini." Wajahnya tersipu.

"Ahelah. Janjian sama kak Randy ya?" Godaku.

Kak Nadya adalah kakak kelas ku sewaktu SMA. Kami cukup akrab karena dulu kami sama-sama jadi anggota OSIS. Meski cuma kenal beberapa bulan kerena kelas tiga harus bebas tugas dari organisasi enam bulan sebelum ujian kelulusan, bagiku itu sudah cukup membuat ku tahu seperti apa sosok kak Nadya. Orangnya supel, tegas, dan cantik tentunya. Tak heran kalau dia jadi idaman para pria. Sementara kak Randy, pacarnya, adalah mahasiswa fast track teknik mesin. Setelah lulus dari German, aku sering lihat kak Randy di kampus. Sepertinya dia akan mengikuti jejak kak Nadya jadi dosen muda di kampus ini.

"Iih, kepo deh." Dia mencubit lengan ku. Aku hanya memandangnya heran, ini orang kesambet apaan sih? "Betewe, thanks ya buat lukisannya. Mama ku suka lho. Katanya.. lukisannya bagus nak, pasti mahal ya?" Tawanya meledak. "Si mama ngga tau aja kalau aku nodong kamu buat ngelukisin."

"Dasar anak durhaka," ledek ku bercanda. "Ntar kualat tau rasa kamu, Kak. Ngibulin tante." Aku pun ikut tertawa. Di sela-sela tawa kami tiba-tiba ponsel ku berdering. "Eh, bentar ya Kak." Jeda ku saat melihat nama Pak Ryan di layar. "Halo, Pak."

"...."

"Baik, saya segera ke sana."

"Dari Ryan?"

"Idih Kak Nadya ngintip ya?"

"Ya habis namanya kelihatan gitu di layar." Tawanya kini lebih terdengar mengejek. "Masih punya urusan aja sama Ryan?"

"Kenapa? Kak Nadya cemburu?" Tangannya mengibas. "Ya habis dia juga ikut proyeknya Pak Pakerti. Gimana dong? Mana Pak Pakerti sibuk seminar ke luar negeri melulu dua minggu ini."

Pak Pakerti adalah salah satu profesor di jurusan ku, dia adalah pakar energi terbarukan. Saat awal kuliah S2 aku sudah tertarik dengan penelitiannya mengenai intensifikasi proses energi melalui desain reaktor. Kemudian aku mengambil proyeknya sebagai bahan tesis ku. Sedangkan Pak Ryan adalah dosen muda lulusan Belanda yang menjadi partner Pak Pakerti dalam proyek ini. Bukannya aku tidak menyukai Pak Ryan atau menyepelekan kemampuan engineeringnya, hanya saja Pak Ryan ini.. hm, bisa dibilang komunikasi yang terbangun diantara kami itu kaku. Ada pertanyaan baru dijawab, itu pun seperlunya. Chemistry kami sebagai partner pun tidak ada. Beda dengan Pak Pakerti yang terlihat lebih santai, sering menanyakan apakah ada kesulitan atau tidak, bagaimana kemajuan tesis ku, data apa saja yang ku butuhkan. Sementara Pak Ryan, kalau tidak ku "ketok" dia tak kan mengeluarkan suara sepatah pun.

Saat ku ceritakan ini pada kak Nadya, dia hanya tertawa. Dia bilang, "Kamu belum tau aja Ryan itu kayak gimana. Dia orangnya asik lho. Kalau aja aku lebih dulu ketemu Ryan daripada Randy, mungkin aku bakal jatuh cinta sama dia." Wajar saja kalau kak Nadya terlihat akrab dengan Pak Ryan karena mereka pernah jadi Pengajar Muda dan ditugaskan di daerah yang sama selama satu tahun.

Kalau tidak ingat target kelulusan, rasanya enggan untuk melakukan bimbingan dengan Pak Ryan. Tapi masalah yang ku hadapi soal tesis ini sudah mentok, aku tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya sehingga kemarin sore setelah bertemu Jingga aku memutuskan untuk membuat janji ketemu dengan Pak Ryan siang ini. Sampai-sampai ku kesampingkan niat ku untuk menghubungi Aldo lagi.

Setelah pamit ke kak Nadya aku bergegas menuju gedung penelitian. Aku meletakkan tas di ruang kerja yang ada di salah satu sudut lab dan hanya mengambil laptop serta beberapa lembar kertas laporan yang ku simpan di laci ruangan itu sebelum pergi ke perpustakaan pusat untuk menemui Pak Ryan.

Tepat sebelum langkah ku memasuki lobi perpustakaan, Jingga menelepon. Dia memberitahu ku sesuatu yang membuatku tak bisa menahan gejolak bahagia.

TARO - Romansa Lintas DuniaWhere stories live. Discover now