O2

10.7K 1.7K 182
                                    

          kedua kali mereka bertemu, di hari ulang tahun jeno. si asisten, renjun, menyarankan untuk merayakan ulang tahun secara privat agar jeno bisa merayakan dan menikmatinya.

"haruskah saya membuat daftar tamu, tuan?"

"ada seseorang yang ingin ku lihat."








          jaemin terkejut ketika ia menerima undangan personal untuk menghadiri pesta ulang tahun sang presiden.

dia memastikan untuk mengenakan pakaian sutra tercantiknya dan choker berlian disertai sepatu kristal, tak melupakan tampilan khas bibir penuh dan mengkilap miliknya.

jeno harus menahan napas begitu pandangannya mendarat pada sosok luar biasa jaemin.

rasanya seluruh ruangan menjadi kosong, walau ramai, karena jaemin yang sangat berkilau mencuri semua cahaya dan perhatian di ruangan itu.

"halo, tuan presiden." jaemin menyapa dengan senyuman yang indah.

jeno senang mendengar kata-kata itu keluar dari bibir jaemin yang mengkilap, ada sesuatu tentang cara jaemin mengucapkannya yang mampu membuat pikiran jeno berputar.

ia dengan cepat memperbaiki postur tubuhnya, "halo, tuan jaemin."

"oh, kumohon! panggil jaemin saja." lelaki manis itu tertawa pelan, terdengar sangat menawan.

jeno memberi anggukan, sepertinya tertegun di depan kecantikan jaemin.

"aku punya kejutan untukmu, tapi aku harus meninggalkanmu bersama tamu untuk sekarang, selamat ulang tahun, tuan."

          momen kejutan akhirnya datang setelah banyak antisipasi dari sang presiden sendiri.

dia duduk di ruang pers bersama semua tamu lain sementara jaemin naik ke atas panggung, mikrofon di genggaman.
dia tampak nyaman dan memiliki senyum cerah di wajahnya.

pandangan jaemin terkunci dengan milik jeno ketika ia mulai bernyanyi dengan suara merdu. jeno tak dapat mengelak untuk tidak menunjukkan senyum penghargaan.

jaemin menyanyikan lagu klasik selamat ulang tahun, namun semuanya terdengar sangat ajaib. "happy birthday, mr. president. happy birthday to you."

jaemin membungkuk dengan malu, dan jeno berdiri dari tempat duduknya sambil memberi tepuk tangan atas pertunjukan jaemin. ruangan pun dipenuhi dengan sorakan.

"aku tidak terbiasa bernyanyi di depan umum, tapi aku ingin menunjukkan rasa terima kasih pada presiden tercinta kita dan kerja kerasnya. selamat ulang tahun, tuan presiden. terima kasih."








          "kau penyanyi yang sangat baik." ucap jeno saat memasuki ruang balkon setelah melihat jaemin duduk sendirian di sana.

jaemin tertawa pelan ketika dia melihat presiden duduk di sebelahnya. "terima kasih. aku berharap bisa mengatakan hal yang sama tapi... sayangnya, aku tidak akan tau."

"apakah kau memintaku bernyanyi untukmu?" jeno bertanya dengan sedikit terkejut. jaemin mengangguk senang, "aku akan senang mendengarnya."

"aku tidak bernyanyi." jeno mengklarifikasi, dan jaemin bersenandung pelan. "aku juga, tuan."

"tapi kau seorang seniman."

"aku pikir kau sendiri cukup artistik."

"bagaimana bisa?" jeno penasaran, matanya mengamati wajah dan tubuh jaemin tanpa sadar.

"yah, itu pikiranmu yang terbuka. kau mengatakan hal-hal indah yang hampir terdengar puitis di saat tertentu." Jaemin menjawab, menoleh untuk menatap keluar jendela.

jeno hanya bisa diam, sekali lagi.

"terima kasih sudah mengundangku, ini sebuah kehormatan besar." jaemin berbalik untuk menghadap jeno, yang terlalu sibuk mengamati pakaiannya.

jeno dengan cepat berdeham dan menarik dasinya. "dengan senang hati. bagaimana pestanya?"

"pestanya indah. tapi kau harus menikmatinya. dan bersenang-senang."

"kau tampak sangat kesepian. apa kau bosan? kalau begitu, aku bisa meminta supirku untuk mengantarmu kembali ke kediamanmu." usul jeno, namun jaemin menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"oh tidak, tolong jangan khawatirkan aku. aku hanya merasa sedikit... terasingkan? mungkin itu satu-satunya alasan."

"kau? terasingkan? apakah itu mungkin terjadi?" jeno tidak percaya.

"kenapa tidak?" jaemin menatapnya bingung.

"kau secara alami menawan, dan kau mendapat perhatian semua orang dengan mudah. mungkin aku seharusnya tidak berasumsi." jeno bergumam, matanya beralih dari jaemin.

"dan kau penggombal alami, bukan?" jaemin mengangkat sebelah alis ke arah presiden, membuatnya panik.

"oh? aku minta maaf jika aku membuatmu merasa tidak nyaman dengan cara apa pun, aku tak bermaksud." jeno meminta maaf, jaemin hanya terkikik dan bergerak mendekatinya.

"aku hanya bercanda, hari ini ulang tahunmu, kau seharusnya jangan terlalu tegang." jaemin berucap pelan, hampir berbisik saat ia perlahan membuka ikatan dasi jeno.

"kau harus santai dan bersenang-senang, kau akan mendapat kerutan jika kau terus menganggap semuanya terlalu serius."

jeno membeku pada sentuhan yang tiba-tiba, menelan benjolan di tenggorokannya dengan cepat.

wajah mereka sangat dekat, dan jeno hampir bisa merasakan napas jaemin menempel di hidungnya hingga ia menarik diri.

"aku harus pergi sekarang, aku perlu istirahat. aku punya hari yang panjang menungguku besok."

"apa kau ingin diantar pulang?" tanya jeno, mengikuti jaemin setelah dia berdiri.

"aku punya sopir sendiri, tapi terima kasih atas tawarannya." jaemin tersenyum ketika dia berjalan menuju pintu.

"tunggu! bisakah aku setidaknya mendapat nomormu?" jeno tidak tahu dari mana datangnya keberanian yang tiba-tiba itu.

"aku yakin kita akan segera bertemu lagi. selamat malam, tuan presiden." jaemin keluar dari ruangan dengan anggun, meninggalkan jeno dengan kebingungan yang sangat besar dan sedikit rasa malu.

sepertinya presiden baru saja ditolak oleh lelaki paling lembut yang pernah dilihatnya.



ㅡㅡㅡ
bayangin punya
presiden kayak jeno

national anthem ; nominWhere stories live. Discover now