13

4.7K 887 114
                                    

          bagaimana ia bisa tertidur malam itu, pikir jeno. tapi ia tetap bisa tertidur, setelah berguling beberapa kali di atas ranjangnya.

jeno sudah membayangkan jaemin marah padanya, dari ekspresinya semalam sebelum membanting pintu membuat jeno merasa bersalah.

ia terlihat kecewa dan terluka, kesal bahkan. namun jeno tak bisa menyalahkannya.

sangat natural bagi jeno untuk memikirkan kemungkinan terburuk saat menuruni anak tangga setelah terbangun dan bersiap.

yang terburuk, berarti banyak hal untuknya.

normalnya, masalah itu bisa jadi kehilangan kendali, tidak bisa menghadapi kemungkinan krisis, semua hal yang berhubungan dengan pekerjaan.

namun sekarang, hal itu rupanya berbeda.

yang terburuk, tepat saat ini, berarti sesuatu yang sangat berbeda untuk jeno.

yang terburuk adalah menemukan jaemin di ambang pintu, dengan koper di sampingnya, meminta jeno untuk mengantarnya pulang dengan raut sedih di wajahnya.

hanya dengan membayangkan itu saja hati jeno sudah bergetar.

namun realita menyentuhnya dengan lembut kala melihat jaemin rebahan santai di atas sofa, satu kaki di atas kaki lain, dan majalah di genggaman.

anak itu tersenyum, tidak terlihat marah, tidak terlihat kecewa, dan jeno menghela napas lega sebelum akhirnya berjalan menghampirinya.

"selamat pagi." suara jeno terdengar lembut, dan jaemin menurunkan majalahnya, memberi senyum kecil pada jeno.

"tidak menyangka kau adalah tukang tidur," komentar jaemin. menunjuk fakta bahwa ia terbangun lebih dulu.

jeno tak bisa menahan senyuman, "aku kesulitan untuk tidur."

jaemin mengangguk paham sebelum kembali melanjutkan aktivitas membacanya.

"kau sudah sarapan? aku harap kau mengetahui kau boleh melayanu dirimu dengan bebas sesukamu. kulkasnya penuh dan..." pandangan jeno mengikuti telunjuk jaemin yang mengarah ke mangkuk kecil di sebelahnya.

"oh, kau sudah sarapan. bagus. sempurna." jeno menepuk tangannya, namun jaemin serasa tidak ingin melepas pandangan dari majalahnya.

"buatlah sarapanmu sendiri," ujar jaemin dengan nada yang begitu manis, dan jeno dengan cepat memasuki dapur.













          menghela napas, jeno menatap gelas susu miliknya. mungkin sedikit terlalu lama.

meski tidak terlihat kesal, jaemin tentu bertingkah aneh.

ia sedikit mencurigakan, dan jeno membenci fakta bahwa ia dapat merasakan aura canggung dalam udara yang tipis.

ia hanya ingin semuanya menjadi baik-baik saja.

jeno tau bahwa semuanya tak akan dengan ajaib menjadi lebih baik. ia tau dirinya yang harus mewujudkan hal itu.

dan satu-satunya cara adalah dengan negosiasi. atau sebaiknya, percakapan. membicarakan berbagai hal, menjelaskannya. dan dengan itu, jeno melangkah kembali ke ruang tengah.

kue dan susu disusun di atas meja. kekanakan, mungkin. namun itulah cara yang jeno ketahui untuk tidak mengacaukan keadaan menjadi lebih buruk lagi.

seiring waktu, impian kecilnya untuk memasak terhapus berkat para koki berbakat di seluruh dunia. "apa kau mau?"

jaemin akhirnya menoleh pada sepiring penuh kue coklat itu, namun dengan cepat kembali fokus pada lembarannya. "tidak, makasih. aku intoleransi laktosa."

national anthem ; nominWhere stories live. Discover now