09

72.5K 3.8K 25
                                    

Qira menatap selembar foto yang ada ditangannya. Sudah dua tahun lamanya, tapi Qira masih belum bisa melupakan pria yang ada didalam foto tersebut.

Seharusnya, dua tahun lalu mereka mengucapkan janji suci pernikahan. Tapi kejadian naas dua tahun lalu membuat pernikahan mereka hancur berantakan. Tepat dimana hari yang seharusnya menjadi hari pernikahan mereka, pria itu kecelakaan. Sialnya, Tuhan lebih menyayanginya dan mengambil nyawa pria itu.

Selama dua tahun Qira berusaha mengikhlaskan kepergian pria itu. Meskipun Qira masih enggan berhubungan dengan pria lain. Karena dia hatinya masih terukir jelas nama pria itu. Pria yang selama empat tahun menjadi kekasihnya.

Mengingat hal itu tentu membuat Qira menetaskan air mata. Seharusnya kini dia bisa hidup bahagia dengan pria itu. Namun tidak ada yang bisa merubah takdir. Takdir yang menentukan perpisahan mereka berdua.

"Aku kangen kamu Ray."

Ketika Qira kalut dalam pikirannya tentang Rayland. Ada perawat yang masuk memberitahukan Qira jika ada pasien yang telah menunggunya.

"Suruh masuk aja, Sus."

Perawat tersebut mengangguk kemudian pergi meminta orang tersebut masuk keruangan Qira.

"Selamat siang Qira."

Qira mendengus sebal ketika tau siapa pasien yang dimaksud. Siapa lagi kalau bukan Gafariz Arkana Rafardan, pria yang pingsan hanya karena suntikan.

"Kamu ngapain lagi kesini?! Jangan ganggu saya, saya mau kerja!"

"Saya kesini itu cuma mau ngajakin makan." Arkan mendudukkan dirinya di kursi tepat di depan Qira.

"Mau kasih lalapan lagi?! Atau mau suruh suapin kamu?! Aku ga mau!"

Arkan mencebik, kenapa Qira selalu saja mengingat kesahalan Arkan. Atau memang yang dilakukan Arkan tidak ada benarnya?

Satu hal yang Arkan tangkap dari sifat Qira. Wanita itu memiliki sifat pendendam!

"Ga akan kasih lalapan, ga akan juga suruh kamu suapin saya. Ini real makan siang. Makan siang yang senormal-normalnya."

"Ga mau, mending kamu pergi dari sini."

"Saya ga akan pergi kalau kamu ga ikut." Ucap Arkan yang tak mau kalah dengan Qira.

Qira yang tak ingin berdebat dengan Arkan, berdiri dari kursi kerjanya dan melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut.

Tapi belum sampai tangannya menyentuh knop pintu. Badannya terasa terhuyung ke depan dan kakinya tidak lagi menyentuh lantai.

Qira melotot tak percaya ketika dia tau, Arkan menggendongnya. Arkan menggendong Qira seperti membawa karung beras. Rasanya tidak sulit bagi Arkan untuk menggendong Qira dengan posisi seperti ini. Menggingat tubuh Qira lebih kecil dari Arkan.

"Arkan turunin saya!" Qira memberikan pukulan pada punggung Arkan. Arkan sama sekali tidak merasa kesakitan, tapi malah keenakan!

Arkan membuka knop pintu dengan satu tangannya. Kemudian melangkah dengan santai tanpa memperdulikan tatapan aneh dari orang-orang.

"Turunin saya Arkan!"

"Jangan gerak-gerak, Qira. Nanti kamu jatuh."

"Ga peduli pokoknya cepet turunin saya."

Untuk kali ini Arkan tak ingin menjawab. Membiarkan Qira berontak dalam gendongannya.

"Kalian semua tolongin saya! Pria ini mau culik saya! Jangan diam saja!

Qira berteriak minta tolong kepada pegawai di rumah sakit tersebut. Entah itu dokter, perawat atau staff disana. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang menolong Qira. Mereka malah terdiam menunduk takut.

Mereka tidak ingin kehilangan pekerjaan mereka. Mengingat kemarin Arkan memperkenalnya dirinya sebagai CEO Rafardan Company. Perusahaan yang sangat berpengaruh di kota ini. Bahkan rumah sakit tempat mereka kerja bisa dibeli oleh Arkan.

"Nah udah sampai, ayo masuk."

Arkan kembali membuka pintu mobilnya dengan satu tangan. Kemudian memaksa Qira untuk masuk kedalam mobilnya. Tentunya tanpa menyakiti Qira. Kemudian mengunci semua pintu agar Qira tidak kabur.

"Antar saya ke restoran biasanya." Perintah Arkan pada supirnya.

"Kamu itu ya!!"

Qira menggeran sebal kemudian mengarahkan tangannya kerambut Arkan untuk menjambak rambutnya. Hingga sang empu mengaduh kesakitan.

"Berhenti Qira, kenapa kamu jadi brusal gini?!" Arkan mencoba melepaskan tangan Qira dari rambutnya. Tapi dia tidak bisa.

"Ga perduli! Kamu nyebelin!"

"Ini lama-lama rambut saya bisa rontok!"

"Ga perduli! Saya malah seneng rambut kamu rontok! Biar botak sekalian kayak ipin!"

Qira melepaskan tangannya dari rambut Arkan. Yang membuat Arkan ternganga adalah dalan tangan Qira ada helaian rambutnya. Bukan hanya satuan, mungkin belasan, puluhan, bahkan ratusan!

"Ya Allah beneran botak ini rambut gue." Arkan mengusap bekas jambakan dari Qira. Menerka-nerka, apakah dia benar-benar akan botak.

"Makanya jangan cari gara-gara sama saya."

"Iya saya minta maaf. Lagian pasti kamu laper kan?"

"Iya sih."

"Ya terus kenapa tadi ga mau pas saya ajak makan. Kan saya ga perlu repot-repot gendong kamu."

"Itu salah kamu. Bukan salah saya!"

Arkan mengangga. Ternyata selain pendendam ada lagi satu sifat Qira yang Arkan ketahui. Wanita ini tidak mau disalahkan.


***

"Kali ini jangan suruh saya yang pesan, atau bilang terserah. Nanti saya salah lagi, kamunya ngamuk lagi."

Qira mengangguk, kemudian mengucapkan pesanannya kepada pelayan disana.

"Kamu ga kerja apa jam segini malah keluyuran."

Arkan tersenyum karena akhirnya Qira mau mengajaknya bicara duluan. Kemajuan yang cukup baik.

"Kan aku bos nya, bebas dong keluar masuk perusahaan."

"Itu namanya ga tanggung jawab. Karyawannya kerja, bosnya malah keluyuran."

Arkan tertawa. Mungkin bagi Qira dia hanyalah pria yang seenaknya memimpin perusahaan. Tidak tau saja Arkan bekerja mati-matian demi memajukan perusahaan tersebut.

"Bercanda, tadi emang lagi ga ada kerjaan di kantor. Makanya bisa nyamperin kamu."

"Jad-"

Ucapan Qira terhenti ketika mendengar teriakan seorang wanita. Semua orang berdiri menghampiri wanita tersebut. Tak terkecuali Qira dan Arkan.

"To..long..sa..yaa." Wanita itu meringis sambil memeganggi perut buncitnya.

"Arkan bantuin saya menolong ibu ini. Dia akan melahirkan."

"Whaatt??"




Tbc

My Crazy CEO (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now