23

62.6K 3.3K 24
                                    

Qira menatap kearah Arkan yang masih sibuk dengan tumbukan kertas diatas mejanya. Sesekali pria itu membenarkan kacamatanya, sambil memijat pelipisnya pusing.

Qira mengamati wajah Arkan. Kenapa dia baru sadar jika pria itu begitu tampan! Apalagi saat serius seperti ini! Kadar ketampanannya bisa bertambah seratus persen!

Arkan yang merasa di perhatikan oleh Qira, meletakan berkan-barkasnya dan mendongak kearah Qira, melepas kacamatanya. Membuat Qira salah tinggkah dan langsung memalingkan muka.

Arkan tersenyum, dia bangkit dari duduknya. Menghampiri Qira dan duduk di sebelah Qira.

"Maaf ya, buat kamu nunggu lama."

Qira tersenyum kaku. Matanya tak berani menatap manik mata Arkan. Dengan jarak mereka yang sedekat ini, membuat jantung Qira berdebar sangat kencang!

Padahal sebelumnya Qira tak pernah merasakan hal ini.

"Ga masalah. Kerjaan kamu udah selesai?" Arkan mengangguk mengiyakan.

"Yaudah kalau gitu ayo makan."

Qira membuka kotak makan yang tadi dia bawa. Didalamnya ada masakan yang khusus Qira buat untuk Arkan.

Arkan melahap masakan Qira sampai tak tersisa. Arkan selalu kecanduan dengan masakan Qira.

"Masakan kamu enak. Saya bener-bener ketagihan sama masakan kamu."

Qira mengembangkan senyumnya. Dia paling suka jika ada orang yang memuji masakannya.

"Jadi istri saya dong, Ra. Biar bisa masakin saya setiap hari."

Qira melotot, bisa-bisanya Arkan melamarnya dengan kondisi sepertu ini. Pakek ngomongnya gampang banget lagi!

"Kamu tuh ya.."

Qira melemparkan bantal kearah Arkan. Secepat kilat Arkan menghindarinya membuat Qira mencebik kesal.

Karena tidak tepat sasaran. Qira menggunakan tangannya untuk memukul Arkan. Arkan tentu tak tinggal diam, dia menghindari pukulan Qira. Hingga tak terasa jarak diantara mereka semakin dekat.

Keduanya saling bertatapan. Entah apa yang dirasakan, yang jelas jantung mereka kini sedang tidak baik-baik saja. Adanya getaran aneh dengan posisi sedekat ini.

Arkan semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Qira. Hingga bibir keduanya hampir bersentuhan.

"Astagfirullahaladzim." Ucap mereka bersamaan.

Sontak keduanya saling menjauhkan diri. Kini keduanya sama-sama duduk di ujung sofa, memberi jarak yang jauh diantara mereka.

Arkan maupun Qira masih menetralkan jantungnya yang tak karuan. Apalagi Qira kini wajahnya merah seperti kepiting rebus.

Hampir aja khilaf! Ucap Arkan dalam hati.

Kini hanya satu yang tertera di otak Arkan. Dia harus menikahi Qira secepatnya.

***

"Akuuuu.....jatuhh...cintaa....ku jatuh...cintaaa...huoooo....."

Qira menutup telinganya ketika mendengar suara nyanyian Arkan. Sungguh! Dibalik Arkan yang nyaris sempurnya terdapat suara yang acak-acakan.

Kalau di bayangan Qira, Arkan akan menyanyikan lagu indah yang akan membuat Qira terpesona. Ternyata itu salah besar!

Arkan itu buta nada!

Lihat sekarang, dia menyanyi dengan nada yang ngalor-ngidul. Boro-boro bisa dinikmati, yang ada suaranya itu fals!

"Arkan, kamu bisa diem ga sih?!"

Bukannya diam, Arkan malah semakin memperkeras suaranya. Qira yang sudah tak kuat mendengar suara jelek Arkan, bangkit dari duduknya dan membungkam mulut Arkan dengan tangannya.

Arkan yang merasa kegiatan menyanyinya terganggu, langsung melepaskan tangan Qira dari mulutnya.

"Kamu ini kenapa sih, Ra?!"

"Arkan suara kamu tuh jelek banget! Kuping saya sampai sakit dengernya!"

Arkan melotot tak percaya. Hellow! Menurut Arkan suara dia itu bagus banget! Lebih bagus dari Justin Bieber. Ga ada sejarahnya Arkan punya suara jelek!

"What? Jelek?! Kamu aja yang ga ngerti seni."

"Seni dari mana?! Jelek gitu! Lagian saya kasihan sama karyawan kamu, pasti mereka sakit kuping dengerin kamu nanyi tiap hari."

Arkan berdiri menghadap Qira. Menatap Qira sebal, seolah tak terima dengan hinaan yang di ucapkan Qira.

"Kamu tau, sekali saya bernyanyi semua karyawan disini langsung terkesima." Ucap Arkan dengan percaya diri.

Qira ingin sekali muntah dengan perkataan Arkan. Terkesima apaan?! Yang ada malah terganggu.

Karena tak ingin berdebat terlalu lama. Qira memilih meninggalkan ruangan Arkan.

Ketika tangannya ingin menyentuh gagang pintu. Lengannya ditarik oleh seorang pria yang tidak lain adalah Arkan.

"Mau kemana, Sayang? Saya janji deh ga akan nyanyi di depan kamu lagi. Tapi kamu jangan marah ya."

Qira menghela nafas pelan. Siapa juga sih yang marah.

"Saya pergi bukan karena marah. Karena memang udah waktunya saya kerja."

"Oh kirain. Jadi nanti malem saya akan nyanyi buat kamu lagi. Bukan cuma nanti malem, tapi besok, lusa, dan seterusnya."

Qira melotot ke arah Arkan. Arkan menyanyi untuknya?! Ini bencana!

Qira memijat pelipisnya pusing. Entahlah, membayangkan setip hari oleh Arkan sepertinya akan menjadi hari yang buruk.

"Terserah kamu deh!"

Arkan tersenyum senang mendengar penuturan Qira. Romantis bukan jika dia bernyanyi untuk Qira setiap hari?

"Ayo aku anterin kamu pulang."

Ketika keduanya keluar dari ruang kerja Arkan. Terdapat perempuan dengan rok minimnya mengulas senyum untuk Arkan.

Qira merasa tidak nyaman dengan kehadiran wanita itu. Sudah bisa dilihat dari tatapan wanita itu jika dia tertarik kepada Arkan.

"Selamat pagi, Pak Arkan." Wanita itu mengulurkan tangannya kearah Arkan, mengajak bersalaman. Arkanpun melakukan hal serupa.

"Selamat Pagi. Untuk apa anda datang ke kantor saya?"

"Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. Bisakah kita bicara sekarang?"

"Maaf, tapi saya harus mengantar wanitaku bekerja. Permisi."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Arkan mengandeng tangan Qira untuk pergi dari hadapan wanita itu.

Saat Arkan menyebut kata wanitaku membuat perasaan Qira menghangat. Tapi dia bisa melihat raut kekesalan pada wanita tadi.

Yang Qira pikirkan sekarang. Wanita itu berbahaya atau tidak?

My Crazy CEO (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now