PROLOG

97 5 2
                                    


"Apakah kau tahu Athranna itu benar adanya?

Kerajaan nan megah yang diselimuti kabut fana,

Meraka hidup dengan racun saat yang lain mati karenanya,

Mereka menari dengan badai di atas kepalanya,

Mereka berlarian dengan hewan terbuas disampingnya,

Dan mereka bernyanyi dengan tumbuhan dan cakrawala.

Kemari dan lihatlah,

Mereka 4 pewaris, terpilih oleh karunia Para Dewa.

Mereka 4 pewaris, yang ternoda darah saudaranya.

3 akan binasa dan 1 akan berkuasa."

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam itu, langit seakan menangis dan berdarah di bawah distrik terindah Athranna. Cellar didatangi oleh ketiga distrik lainnya, atas kehendak para dewa, dewa yang mereka puja. Lynx bertandang dari selatan, memanjat tingginya tebing-tebing air terjun Espallas yang termasyur. Mereka basah namun tak bergeming. Baju mereka yang tebal seakan mencegah hawa dingin untuk merasuki tulang-tulang mereka yang terkenal lebih kuat daripada besi. Elvellon yang mereka bawa mengaum dan menggonggong, ada juga yang memekik di langit Cellar, seraya mencemooh langit. Satu persatu para elvellon itu merobek dan mengoyak daging-daging keluarga Rast yang menghalangi jalan mereka, sedangkan para tuan tertawa puas mengangkat tombak maupun pedang.

Tidak hanya Lynx, Nucar bahkan berada di sana. Datang dengan keanggunan mereka yang beracun dari timur. Membawa dewan sebagai perisai, seakan mengalahkan para dewa. Mengayunkan berbagai cairan ke sekitar, membunuh semua yang mereka lalui. Tumbuh-tumbuhan layu dan rela menjadi abu. Tangisan dan jeritan mulai terdengar, aroma asam dan busuk dibawa oleh angin menuju hidung-hidung keluarga Rast yang kewalahan menghadang mereka di tebing timur Cellar. Mendekati mereka sama saja dengan bunuh diri. Namun menyerang dengan panahpun seakan percuma saat dewan dan pengawal terbaik kerajaan berdiri di depan menghadang.

Sedangkan keluarga Debern yang datang dari utara mulai turun dari kapal-kapal dan berjalan mendekat ke kota Cellar. Derap kaki mereka adalah guntur di langit. Mereka tidak akan mati dengan kilat, merekalah yang memanggil kilat-kilat itu untuk menari. Mereka tertawa seraya memanggil badai dan angin untuk menghempaskan apapun yang berada di hadapan mereka.

"Serahkan dia!" teriak salah satu dari keluarga Debern geram. Ia melayang dengan anginnya dan turun tepat di hadapan Kastil Stellar. Ia berteriak kepada seorang laki-laki lainnya, yang berdiri bergumam di depan pintu kastil.

"Dengarkan aku, Lord Francis Debern. Putraku lahir sebagai bagian dari kami, dia adalah seorang Rast. Jika ia adalah pewaris, maka ia adalah pewaris kami." Jawab laki-laki yang bergumam itu. "Tumbuh dan lindungilah," gumamnya kembali. Seketika itu juga, tumbuhan merambat menyelimuti pintu kastil dihiasi dengan duri-duri yang paling tajam dan besar.

"Lord Orion, sampai dimana kau akan mencuri bagian dari kami dan mengatakan itu adalah milik kalian! Apakah adik perempuanku tidak cukup!?" bentaknya dan mengangkat tangan kanan menuju langit. Petir langsung menyambar tepat ke pintu kastil, namun tumbuhan itu tidak hangus, ia bahkan tidak mati.

"Tidak akan ada pewaris bagi Rast! Kalian sudah punah dan tidak akan ada lagi dari kalian yang tersisa malam ini!" kembali, ia memanggil badai dan angin menghempaskan badan Orion ke udara dan membentur bebatuan yang keras. Ia terbatuk, kepala dan hidungnya mengeluarkan darah segar bercampur lumpur.

Saat Orion mencoba untuk bangkit, seekor beruang grizzly datang dan menahannya di tanah. "Caleb Lynx, sialan kau!" hardiknya melihat mata hitam si beruang. Ia tahu beruang itu adalah elvellon milik Caleb, kepala keluarga Lynx. Orion berusaha memanggil tanaman untuk mengekang si beruang agar ia mampu terlepas dari tangan-tangan besarnya itu, namun yang ia dapatkan hanya tulang-tulangnya yang mulai patah satu persatu dibalik kulitnya. "Kau tidak seharusnya melawan keinginan para dewa." Rambut kecoklatan Caleb muncul dari belakang beruang. Ia menepuk-nepuk punggung binatang buas itu seolah ia hanya seekor kucing yang bermain dengan gumpalan benang rajut.

"Aku tidak pernah menentang para dewa! Kalianlah yang telah mengkhianati mereka! Kalian hanya menginginkan kursi di dewan kerajaan!" teriak Orion parau. Ia mulai tersengal-sengal dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Ia sudah kehabisan tenaga, jangankan untuk menumbuhkan tanaman lainnya, bernafaspun kini ia merasakan sakit.

"Kalau begitu, jangan kau lawan kami, Lord Orion." Suara anggun datang dari atas kepalanya. Ia mendongak. Para penjaga membukakan jalan bagi seorang wanita berambut perak untuk lewat menghampiri. "wah, sebuah reuni yang besar. Keempat kepala keluarga saling bertemu untuk masa indah yang akan datang," ucapnya seraya tersenyum tipis. Namun tidak ada yang membalas. Semuanya mendengus kesal.

"Morchante," gerutu Francis pada wanita itu mengisyaratkan agar rencana dijalankan secepat mungkin. Tetapi Morchante hanya tersenyum tipis. Bukan seperti itu ia menjalankan rencannya. "Perlahan dan mematikan, itulah cara Nucar. Camkan itu, Francis." Ledeknya seraya mengeluarkan setangkai bunga berwarna ungu tua. Masih segar. Ia menciumnya dan tersenyum puas.

"Persembahan terakhirku untukmu, Lord Orion Rast. Setangkai Aconite, seperti warna matamu yang indah." Katanya seraya menempatkan bunga itu di bibir Orion. Menyentuh kulitnya. "Kini, biarkan dia sendiri." Ucapnya dan berbalik mengarah ke pintu kastil. Menuju tujuan mereka yang sebenarnya ke Cellar. Francis dan Caleb menyaksikan Orion menegang dan beranjak pergi mengikuti Morchante.

Rasa panas mulai merasuki tenggorokannya, seakan terbakar. Jantungnya seakan dipacu genderang perang. Ia mulai kehilangan kesadaran, mencium tanah dan melihat menara barat kastil, dimana harta karunnya tersembunyi, tiga pasang mata sedang melihatnya sekarat.

Terlihat seorang wanita bermata biru safir menatapnya menangis. Ia mendekap dua orang anak kecil yang juga berteriak dengan air mata. "Ayah!" seru mereka, seakan ingin terjun dari menara dan menghampiri ayahnya yang sekarat. Namun wanita itu memegangi tangan mereka. Memanggil angin untuk menutupi jendela menara agar putra dan putrinya tidak benar-benar terjun ke bawah.

"Canna, pergilah. Kumohon, lindungi Anya dan Gail." Ucap Orion lirih, berharap ia didengar. Berharap mereka selamat.

Namun itu tidak akan terjadi. Sedetik kemudian tubuh Canna terhempas jatuh dari ketinggian menara menuju tanah yang keras. Tubuh wanita itu tidak bergerak. Warna merah mulai menyelimuti dirinya. Lebih merah dari rambutnya yang indah. Lolongan serigala mengiringi kematiannya. Ia bahkan melihat tubuh putranya yang tak sadarkan diri dibawa pergi oleh Francis.

"Canna! Gail!" teriaknya parau. Kini Orion tahu, semuanya telah terlambat. Yang ia miliki kini hanya Anya. Ia bahkan tidak tahu apakah putrinya masih hidup di menara itu. Yang mampu ia lakukan hanya menyuruh mawar-mawar untuk mekar mengelilinginya, menjalar jauh menuju Anya berada. Membiarkan satu persatu rusuknya untuk patah demi memanggil tumbuhan itu.

Kelopak terakhir, menyentuh pipi putrinya yang terbaring di lantai menara. Ia tidak bergerak. Namun ia masih bernafas. Orion tersenyum, kemudian menangis. Ia sudah tidak mampu bergerak lagi. Kelopak terakhir, jatuh di dekatnya. Dan kini, yang ia ingat hanya gelap.

Tahun pertumpahan darah telah dimulai.


*****

Saat Para Dewa telah memilih, takdir para pewaris tidak bisa dirubah. hanya hidup atau mati, bunuh atau dibunuh.

Kalau kamu diposisi mereka bagaimana ya? Hahaha.....

Bingung dan penasaran? Tunggu kelanjutan dari takdir mereka untuk menjadi pemimpin Athranna ya...

Jangan lupa untuk vote, comment dan share ya! >_^


CROWN OF ATHRANNAWhere stories live. Discover now