Chap 20 ; Keguguran?

7.4K 252 6
                                    

; Lerai dalam Derita ;
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Tante, Jezzy dimana?" Napas Willy masih memburu, dilihatnya Rere mengeluarkan koper satu persatu, itu artinya mereka akan benar-benar ke luar negeri.

"Di kamarnya dulu." Jawab Rere, sebenarnya Rere merasa bersalah, karena memanggil Jezzy ke rumahnya, tapi mau bagaimana lagi, ini demi Marco agar Marco bisa ikut ke luar Negeri setelah ia bertemu Jezzy.

Willy segera berlari ke kamar Jezzy yang dulu, menerobos masuk dengan perasaan gelisah, entahlah ia memiliki firasat yang tidak baik tentang istrinya.

Dan benar saja, saat ia masuk, ia melihat Jezzy tergeletak lemas di bawah, sedangkan Marco hanya diam saja.

"Brengsek!" Willy menghampiri mereka, mendorong Marco dengan kuat dan langsung mengangkat tubuh istrinya yang tak sadarkan diri.

"Jez, bertahanlah," lirih Willy, kemudian melihat Marco yang sedang menatapnya, "kalau bayi yang ada di dalam perut Jezzy tidak ada, itu artinya loe sudah membunuh anak loe sendiri, Bangsat!" Willy mengangkat Jezzy lebih kuat, berjalan dengan cepat menuju mobilnya.

Rere yang memanggilnya tidak ia hiraukan, yang ada di pikirannya hanya satu, Jezzy serta sang bayi bisa selamat. Ia tidak peduli, jika bayi itu bukan anaknya, karena Willy berusngguh-sungguh mencintai Jezzy dan sang bayi.

Willy tidak tahu lagi, ia menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di rumah sakit, sesekali ia akan melihat Jezzy di sampingnya. Wajah istrinya sangat pucat membuat ia semakin gelisah dan khawatir.

"Maafkan aku." Lirih Willy. Kursi yang ke belakang, membuat Jezzy sedikit nyaman karena bisa tertidur terlintang, namun getaran mobil membuatnya sedikit bergerak, itu yang membuat Willy bingung, tidak lama, mereka akhirnya sampai di rumah sakit, tanpa memakirkan mobilnya terlebih dahulu, Willy langsung mengajak Jezzy ke IGD.

"Dok, tolong istri saya." Panik Willy, suster dan Dokter jaga IGD langsung memindahkan tubuh Jezzy ke brangkar dan mulai memeriksanya.

Awalnya Willy tidak di ijinkan untuk masuk, tapi ia bersih keukeuh untuk melihat sang istri, namun tetap saja ia di suruh untuk menunggu di luar.

Di luar ia tidak bisa tenang, mondar-mandir memikirkan istrinya. Hatinya bergemuruh, ingin rasanya ia menghajar Marco habis-habisan.

Wajah Willy merah padam menahan amarahnya, tidak lama seorang suster mendekatinya untuk mengisi data untuk rawat inap.

"Istri saya harus di rawat?" Tanya Willy dan semakin gelisah.

"Sebentar lagi hasilnya akan keluar, tapi tuan harus mengisi data ini terlebih dahulu." Willy mengangguk dan menerima lembar kerta yang berisi beberapa pertanyaa.

Willy mulai mengisi satu persatu pertanyaan yang ada di kertas itu, beserta menandatangani jumlah yang harus ia bayar untuk awal.

"Terimakasih." Sang suster berujar lalu pergi meninggalkan Willy, memakan cukup banyak waktu untuk menyelesaikan pemeriksaan Jezzy membuat Willy semakin khawatir dan gelisah, hingga akhirnya seorang dokter memanggilnya dan.menyuruhnya duduk.

Helaan napas penyesalan keluar dari celah bibir sang dokter membuat Willy was-was," istri anda baik-baik saja, hanya punggungnya yang cedera dan harus beristirahat total." Ujar sang dokter terlebih dahulu.

"Anak saya bagaimana, Dok?" tanya Willy cepat.

"Kalau itu kami minta maaf sebesar-besarnya, karena kami tidak bisa menyelamatkannya. Benturan yang di alami istri anda cukup keras sehingga janin yang masih muda membuatnya tidak bisa bertahan." Sesal sang Dokter.

"Jadi, istri saya mengalami keguguran, Dok?" Lirih Willy bertanya, Sang dokter hanya mengangguk, membuat Willy mengusap wajahnya kasar untuk menyamarkan air matanya yang menetes.

.
.
.
.
.
.
.
.

Jezzy masih tidak sadarkan diri, tertidur dengan wajah pucatnya, Willy yang berada di sambingnya hanya bisa mengelus kepala Jezzy dengan lembut.

Willy bingung, jika nanti istrinya sadar dan menanyakan tentang bayinya, Willy bingung harus berkata apa agar Jezzy tidak terpukul atas apa yang terjadi.

"Jez," panggl Willy saat melihat kerutan alis di wajahnya, seperti menahan sakit. perlahan Jezzy membuka matanya dan melihat wajah cemas suaminya.

Willy langsung mencium punggung tangan Jezzy berkali-kali sambil bergumam minta maaf, membuat Jezzy bingung.

Jezzy hendak bangun namun tubuhnya masih terasa sakit semua, ia jadi ingat apa yang terjadi terakhir kali padanya, lalu memandang Willy dengan terkejut dan tidak percaya.

"Wil, anak kita bagaimana? Rasanya sakit sekali perutku." Lirih Jezzy, seperti yang di khawatirkan Willy sebelumnya, Willy belum bisa menjawab.

"Wil, anak kita baik-baik saja, kan?" Tanya Jezzy dengan suata parau.

Willy menggeleng lemah,"maafkan aku." Willy mencium kembali punggung tangan Jezzy, membuat Jezzy paham dan tidak bisa lagi menahan tangisnya.

"Hiksㅡ" Jezzy menangis menjadi-jadi, Willy pun ikut meneteskan air matanya, ia belum bisa menguatkan sang istri, sedangkan ia juga merasa sangat terpukul kehilangan anaknya, meskipun ia tahu anak itu milik Marco.

"Jez, sayang. Berhentilah menangis." Willy yang berujar seperti itu, tetapi dirinya masih meneteskan air matanya.

"Ini sudah takdir tuhan, sayang. Jangan menangis lagi. Aku tidak bisa melihatmu senangis seprti ini." Lirih Willy mencoba menyeka air mata yang terus mengalir di pipi Jezzy.

"Kamu marahㅡhiks sama aku, kan Wil? Kamu benci sama aku, kan? Hiks aku tidak becus menjaga anakku sendiri." Willy melebarkan kedua matanya lalu menggeleng dengan cepat.

"Tidak sayang, tidak seperti itu. Disini aku yang salah karena terlambat. Aku terlambat menyusulmu. Maafkan aku." Jezzy kembali menangis histeris membuat Willy tidak bisa lagi berkata apa-apa.

Mereka menangis, belum sempat mereka memberitahu orang tua mereka, mereka sudah kehilangan anak mereka lebih dulu.

Apapun yang terjadi di dunia ini tidak ada yang bisa menebak, semua kejadian setiap detiknya sudah di rencanakan oleh tuhan, dan kita hanya menjalaninya saja.

Meskipun kita sudah merencanakan sendiri apa yang ingin kita lakukan, tapi tuhan tidak berkehendak. Hanya saja jangan pernah menyalahkan tuhan atas apa yang terjadi pada kita, karena apapun itu pasti ada hal yang baik menanti kita ke depannya.

Jezzy tertidur kembali saat selesai menangis, sesegukan kecil akan keluar dari mulutnya meskipun Jezzy sudah terlelap. Willy tak henti-hentinya mengecup punggung tangan Jezzy.

Mereka harus menginap lebih lama lagi di rumah sakit, karena punggung Jezzy belum bisa sembuh secepatnya. Apalagi kejadian yang membuatnya terpukul berat atas kehilangan anaknya yang pertama.

.
.
.
.
.
.
.

Wah, terimakasih banyak yang sudah vote!! Dan terimakasih yang sudah baca, otw 5k nih.

Btw, apa yang kalian suka dari cerita ini?

Meskipun aku tau engga ada yang menjawabnya nanti, tapi apa salahnya bertanya iya kan?

Lupakanlan soal komentar, pokoknya terimakasih yang sudah vote!! Masih typo banyak!! Maaf yaa

Bahagiaku, Kamu! ✔ Re-upTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang