28

215 13 3
                                    

Mereka dipertemukan diacara wisuda. Andra, Bella, Angel, Viyan, dan Radit. Yang lebih mengejutkan, Radit lulus dengan predikat cum laude, setara dengan Viyan. Nilai akhir mereka hanya selisih sedikit.

"Kalau wisuda gini jadi terlihat tua ya?" Radit merapikan toganya.
Viyan mencibir, "Kamu itu Dit. Sama sekali nggak terlihat seperti mahasiswa cum laude."

Yang lain sependapat dengan Viyan. Radit melongos sambil meleletkan lidah. Beberapa menit kemudian, Andra dan Bella datang bersamaan. Didampingi sepasang suami istri pengantin baru yang tampak rapi hari itu. Bella dan Andra segera bergabung dengan teman-temannya.

Viyan dengan sigap segera mendekati mama Bella. Mencium tangannya sambil tersenyum ramah,
"baru datang tante?"
Begitu pula Angel, diikuti Radit. Mereka dengan sigap bergerak mendekati ayah Andra, "Baru datang om?"

Dalam hati, Radit mengerutkan kening melihat satu persatu teman-temannya itu. Ada yang disakiti dan tersakiti diantara mereka berempat.

Mama dan papa duduk diantara para tamu undangan. Viyan memegang sebukat bunga mawar putih tiba-tiba ia berikan kepada salah satu diantara teman-temannya itu.

"Ini Bell, buat kamu"
Di tengah obrolan yang tengah asyik tiba-tiba semua diam. Bella bahkan kaget dengan apa yang dilakukan Viyan.

"Ciiieeeeee ekhem.."
Radit yang paling antusias menyaksikan kelakuan temannya sendiri. Angel ikut tertawa, sambil melirik Andra dengan wajahnya yang menutupi rasa cemburu sambil melengos pura-pura tak melihat apa yang dilakukan Viyan.

"Makasih Viyan"
Bella mencium bunga pemberian Viyan. Tak menyangka sebetulnya di acara yang sangat bahagia ini masih ada seseorang yang membawakan hadiah untuknya.

****

Makan malam dengan anggota keluarga baru sudah menjadi kebiasaan baru dirumah berlantai dua itu. Kalau papa dan mama tidak pulang larut, mereka berempat makan bersama diruang makan.

Topik dimeja makan malam itu tentang wisuda juga nilai-nilai mereka. Nilai Andra lebih tinggi daripada Bella, walaupun keduanya tidak tergolong cum laude seperti Viyan dan Radit. Mereka lulus dengan nilai memuaskan.

"Mama heran, apa makanan Viyan?" Mama menerawang, ada rasa kagum di sepasang matanya jika membicarakan Viyan.

"Nasi." sahut Andra sekenanya.
Andra mencoba terbiasa dengan keadaan itu. Mencoba serelaks mungkin untuk berada ditengah-tengah keluarga barunya. Menjadikan posisi Bella, gadis yang paling dicintainya, berperan sebagai adiknya.

Bagi Andra, bukan masalah memanggil mama Bella dengan sebutan 'Mama' dan bukan 'Tante'. Namun, masalahnya, dia tidak sanggup memposisikan Bella sebagai adik perempuannya.

"Uhm, Ma...." Ayah Andra mengakhiri makan malamnya.
"Tentang rencana kita malam itu, bagaimana, Ma?"
Mama mengerling penuh arti, memandang Bella dengan tatapan antusias.
"Mama juga setuju sih, pa."

Bella memandang Mama dan Papa barunya secara bergantian. Baginya, ini sungguh adaptasi yang membunuh langkahnya. Sejak awal, dia belum siap menerima kehadiran papa baru dirumah itu. Ditambah dia harus menerima kenyataan bahwa ayah Andralah yang menjadi papa barunya, dan Andra orang yang paling disayanginya resmi menjadi kakak tirinya.

Suasana dimeja makan menjadi tenang. Bagi Bella, ini menyerupai upacara pemakaman yang khidmat ketimbang acara makan malam bersama. Bella tidak suka suasana seperti ini.

"Kemarin, kami dan mama Viyan sempat saling cerita, Bell."
Mama Bella mengelap bibirnya dengan
tisu. Andra tahu, akan dibawa kemana arah pembicaraan ini.

"Sepertinya, kamu dan Viyan cocok. Yah, kalian ternyata dipertemukan waktu KKN, Saling dekat sampai sekarang. Bahkan, Viyan juga jadi sahabat Andra."
Bella ingin menjerit. Rasanya, gerak peristaltik ditenggorokannya semakin pelan. Lenyap bersama nafsu makannya yang tiba-tiba menguap.

"Kami sudah sepakat ingin menjodohkan kalian."
Mama menjentikan jarinya. Layaknya ini ide brilian yang patut dipuji.
Andra tersedak makanannya sendiri, seiring dengan segelas air putih yang tumpah membasahi pahanya.

"Andra, kamu nggak papa nak?" tanya mama cemas.
Andra mengibaskan tangannya pelan. "Enggak papa, ma"

"Itu kalau kamu bersedia, Bella." papa melanjutkan dengan suara bijak. Bella tetap tenang dengan gayanya sendiri. Memotong ayam dengan garpu, lalu menyuapkan ke mulut dengan gerakan pelan. Ada banyak hal yang terlintas dipikirannya sekarang. Yang membuat hatinya terasa seperti diiris-iris. Membuat air matanya beku, sampai tidak ada ekspresi yang tergambar diraut wajahnya.

"Benar. Itu kalau kamu setuju, Bella. Mama sama papa tidak memaksa..," lanjut mama masih dengan suaranya yang khas dan lembut.

Bella mengakhiri makan malamnya. Menenggak segelas air putih sampai habis, lalu mengelap bibirnya dengan tisu. Setelah itu hanya ada satu jawaban yang terlintas dipikirannya.

"Kalau Viyan juga mau, ya nggak papa, Ma." kata-kata itu seperti bukan diucapkannya. Dia lelah menjadi seperti ini terus. Menjadi seorang pendiam, yang hanya bisa berkata 'iya', tanpa bisa
mengeluarkan isi hati yang sesungguhnya. Sungguh, ini menyakitkan.

"Kalau begitu, kita tinggal menunggu jawaban Viyan, pa."

Andra meletakan peralatan makan dengan pelan. Tenaganya hilang mendengar kata persetujuan Bella. Sendi geraknya melemas begitu saja. Napasnya tercekat.

Bella terlihat asyik menikmati makanan pencuci mulut. Bahkan, dia tidak peduli dengan tatapan Andra yang sejak tadi menghujam ke arahnya.

Andra beranjak dari kursinya langsung melangkah ke arah tangga.
"Andra" Bella memanggilnya spontan.
Andra menghentikan langkah dan membalikkan badan menatap Bella.

"Mas dong sayang, kan Andra kakak kamu" Bella mengangguk.
"Mas Andra, kok ga dihabiskan makanannya?"
Andra menatap Bella dengan tatapan kesal dan kecewa.

"Sudah kenyang" katanya ketus.
Andra langsung beranjak lagi tanpa memperdulikan papa yang memanggilnya.

'Dia bukan Marbella yang ku kenal...'
Rasa sakit dihatinya terus berkeping-keping tak ada hentinya.





Keajaiban HujanWhere stories live. Discover now