xxxi

9.9K 928 93
                                    


  ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ 
(xxxi).

Musim dingin Taehyung berlalu dengan stagnan. Tidak ada hal istimewa yang terjadi selama liburan. Hari-hari Taehyung datar dan biasa saja. Tidak ada yang tertambat pada hari-hari Taehyung yang lambat selain penat. Paling-paling, beberapa kali pergi keluar bersama Jimin. Atau Lisa dan Seulgi kalau mereka senggang. Taehyung lebih banyak mengurung diri di rumah sepanjang hari.

Jungkook menghilang. Hari itu, saat Taehyung usai membaca surat Jungkook, ia mencari Yugyeom dan meminta lelaki itu membawanya pada Jungkook. Tapi Yugyeom bilang Jungkook pulang, tapi bukan ke Busan. Ia pindah bersama Ibu dan adik-adiknya setelah mengurus perceraian orangtuanya.

Awal musim gugur, Jungkook sudah mendaftar wajib militer. Tapi tidak satupun teman-temannya tahu kemana ia pergi. Entah ditempatkan di daerah mana dan sebagai apa. Taehyung buntu petunjuk, dan di tengah kebingungan itu ia menyadari satu hal; dirinya tak pernah benar-benar mengenal Jungkook.

Satu tahun berlalu seperti sapuan angin tanpa keberadaan Jungkook. Taehyung perlahan-lahan mulai kembali menata dirinya. Seokjin bilang ia harus mencintai dirinya dulu, baru lantas bisa mencintai Jungkook. Taehyung tahu Seokjin benar, juga tahu kalau Jungkook akan memintanya melakukan hal yang sama. Maka ia melakukan itu, mencari ke dalam dirinya sendiri sebelum mencari Jungkook.

Ah, salah, Taehyung hanya akan menunggu. Toh ia tahu Jungkook akan kembali. Jungkook sudah berjanji akan kembali.
  ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ 
Akhir libur musim panas, Taehyung minum-minum bersama Seokjin dan Jimin. Entah sejak kapan mereka jadi lengket bertiga begini, tapi Taehyung bisa pastikan ia nyaman. Seokjin benar-benar paket teman yang lengkap. Ia lucu (meski kadang leluconnya membuat Taehyung mual), dan bisa jadi teman berbagi yang menyenangkan.

"Jadi kau sudah memutuskan keluar dari klub teater?" Seokjin bertanya. Ia menenggak cangkir sojunya yang kelima.

Taehyung mengangguk. Botol cokenya hampir tandas dua pertiga bagian.

"Klub fotografi sudah kembali aktif, jadi kurasa aku akan masuk klub itu saja."

Jimin mendengus. "Padahal ambil saja dua-duanya. Naskahmu, kan, bagus sekali. Sayang sekali kalau kau tidak lanjut."

"Entahlah, Jim. Bosan juga kalau terus-menerus diam di tempat yang sama."

Taehyung tidak menyelipkan maksud apa-apa di balik kalimat itu, kok. Serius. Tapi baik Jimin maupun Seokjin nampaknya terlalu menganggap serius celetukan Taehyung barusan. Keduanya memandang Taehyung dengan tatapan yang sulit dibaca. Campuran antara iba dan maklum.

"Sudah berapa lama, ini?"

"Satu tahun dan delapan bulan?" Taehyung terkekeh. "Serius, aku tidak apa-apa."

"Si brengsek itu, kan, bisa memberimu kabar sekali-sekali. Wajib militer tidak seketat itu, sialan." Itu Jimin yang memaki.

Seokjin menghela napas. "Aku tidak pernah meragukan Jungkook, kok. Sampai sekarang. Aku yakin dia punya maksud tertentu."

Taehyung memandang Seokjin dengan pandangan penuh respek. Ia melirik Jimin yang masih menggerutu, tapi memilih abai. Benar, kata Jimin. Tapi Seokjin juga tidak salah. Taehyung belajar untuk menerima apapun yang Jungkook berikan; termasuk waktu menunggunya yang sudah hampir menginjak tahun kedua sejak dimulainya.

"Bisa tidak, kalau membicarakanku jangan sambil mabuk begini?"

Taehyung bergidik. Ia pasti berhalusinasi. Suara rendah ini pasti hanya datang dari kepalanya yang terlalu mumet menanggung rindu. Tapi Taehyung tidak bisa menahan lehernya untuk berputar, menoleh, mencari sumber suara. Meskipun jika nantinya hanya menemui udara kosong, tak apa.

Tapi itu bukan ilusi. Jungkook sungguh berdiri di sana. Dengan seragam militer dan topi baret, tubuh yang lebih berisi, senyum yang nampak sangat bercahaya.

Suara langkah Jungkook menggema di telinga Taehyung seiring dengan terpangkasnya jarak di antara mereka. Taehyung tidak tahu bagaimana prosesnya, tapi yang ia sadari kemudian adalah jejak-jejak air mata yang terus turun di kedua pipinya. Rasa haru, rindu, dan marah itu berkumpul membuat dadanya sesak. Ia sampai kesulitan bicara.

"Rindu aku, Tae?"

Taehyung tidak sempat menjawab karena ia keburu menubruk tubuh itu dan terisak di dada Jungkook.

"Rindu. Rindu sekali."

  ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤ 
Udahaaaaan.

Hehehehehehe

Terima kasih untuk semua pembaca yang menyempatkan diri mampir. Aku tahu ada banyak hal yang kosong dari cerita ini, dan kalian mungkin berharap lebih. But there's nothing I can do. Untuk itu, aku minta maaf sekali.

Apakah akan ada sekuel? Mungkin.

Kapan? Entahlah. Aku belum memikirkan after storynya.

Sejujurnya aku hendak membuat cerita ini sad ending, tapi tidak jadi. Sekali-sekali aku ingin ideku berjalan dengan mulus dan berakhir bahagia hehe.

Cerita ini terinspirasi dari drama satu episode Jung Jaewon berjudul Anthology. I highly recommend it.

Akhir kata, sampai jumpa di kisah-kisah lainnya!

Salam sayang,
Louise

Thirty-one Scenes ✔Where stories live. Discover now