Sembilan Belas

6.7K 405 7
                                    

Lo sangat cantik hari ini. Cokelat yang lo makan, rasa manisnya seketika telah beralih kewajah lo.

***

Satu minggu telah berlalu, kini Herlina sudah boleh dipersilahkan untuk pulang. Tetapi dengan satu syarat yang dokter anjurkan untuknya, yaitu tidak boleh kecapean dan dilarang bekerja sangat keras. Herlina menyetui anjuran dokter tersebut. Hal ini juga untuk kebaikan dirinya sendiri.

Hari ini adalah hari setelah akhir pekan. Ya, hari senin yaitu hari paling horor dan membosankan sedunia menurut Morin. Ia harus mengikuti upacara diawal jam pertama. Cewek itu sangat malas berdiri berlama-lama ditengah lapangan yang panas. Morin kadang juga berpura-pura pingsan agar petugas PMR segera membawanya ke UKS, hal itu selalu berhasil dilakukan. Mungkin akting Morin yang sudah cukup mahir mampu memperdayakan mereka.

Pengumuman sudah jelas bahwa seluruh siswa diharapkan ke lapangan utama sekolah. Morin mengambil topi dari dalam tasnya dan berlari menyusul Clara dan Yuli yang sudah melesat pergi.
Seperti biasa Morin baris ditengah-tengah peserta upacara lain. Ia memilih berdiri disamping Clara yang tubuhnya lumayan lebih tinggi darinya. Hal ini menjadi kesempatan Morin untuk berteduh di bahunya.

Upacara sudah dimulai, semua siswa sangat khidmat mengikuti upacara tersebut. Lain dengan Morin yang hanya berdecak sebal sedari tadi. Ia sudah berdoa dari rumah agar hari ini turun hujan dan upacara dibatalkan. Namun Tuhan tidak menyetujui tindakan salah itu dan hari malah terlihat sangat terik tanda-tanda tidak akan turun hujan sekalipun.

"Ish capek nih gue," bisik Morin lirih.

"Udah lo diem aja. Ikutin saran gue," ucap Clara berusaha tetap tegap dalam menjalani kegiatan sakral ini.

"Aduh kepala sekolah lagi yang ceramah, bisa sampai malam nih kalau kayak gini caranya," dercak Morin.

Kedua temannya itu tidak menggubris lagi ocehan Morin yang semakin lama malah terus menjadi-jadi. Ia mulai menjalankan aksinya yaitu berpura-pura pingsan.

"Aduh tolongin gue Yul, lemes banget nih gue." Yuli tidak panik sedikitpun, cewek itu sudah tahu kelicikan Morin saat upacara.

Yuli langsung memanggil petugas PMR. Cewek itu menurut saja permintaan temannya itu, ia tidak ingin memperpanjang masalah. Tampak ada empat cowok yang menuju kearah Morin sambil membawa tandu. Morin diangkat ke atas dan ditidurkan diatas tandu tersebut. Cewek itu digotong menuju UKS.

Yes!
Morin berseru merasa kemenangan lagi-lagi ada dipihaknya, ia membaringkan tubuhnya leluasa dikasur UKS. Morin merasa tenggorokannya sangat kering, lalu ia bangkit menuju dispenser yang berada diujung ruangan.

Satu gelas yang berisi air telah habis diminumnya hanya beberapa teguk saja. Morin membalikan badannya dan sontak terkejut ketika Alizter tiba-tiba berada dihadapannya.

"Ngapain lo disini?" tanya Morin.

"Bukannya seharusnya gue yang nanya kenapa lo disini." Alizter melipat kedua tangannya didepan dada.

"Gue tuh sakit, makanya gue kesini." ucap Morin lantang merasa tidak bersalah.

"Oh ya? Kok bisa ngomong ngegas?"

Morin gelagapan tidak bisa berkata-kata. Oksigen disekitarnya terasa habis, Dia termenung menatap datar muka cowok yang berada dihadapannya itu. Morin mencengkram roknya dengan sangat kuat, seolah perkataan Alizter telah mengunci dirinya.

"Tuh kan, lo bohong ya?" Alizter mengacungkan jari telunjuknya kearah wajah Morin.

Morin melangkahkan kakinya maju, dan tangan kanannya langsung membengkap mulut cowok yang berada didepannya. Alizter mengerang dan berhasil melepaskannya. Bengkapan cewek itu tidak kuat karena tidak sebanding dengan kekuatan dirinya.

"Ish diam lo," dercak Morin dengan suara lirih.

"Kenapa?" Alizter memicingkan alisnya sebelah.

"Kalau gue ngomong diam ya diam." Morin terlihat sangat sewot dengan raut wajah yang memerah.

Alizter menghembuskan napasnya gusar lewat mulut dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Alizter menoleh menatap Morin sembari duduk dikursi yang berada didekatnya dan diikuti dengan Morin yang duduk diatas kasur.

"Lo ngapain masih disini?" tanya Morin kesal.

"Terserah gue lah," sergah Alizter dengan ketus.

"Ish nyebelin banget si lo."

Alizter duduk terpaku ditempat. Terjadi keheningan beberapa saat diruangan itu. Tampak menyeramkan apabila keadaan seperti ini. Hanya suara pak Kepala Sekolah yang sedang berceramah tidak henti-henti. Morin mendengus.

"Gue mau nemenin lo disini," ucap Alizter singkat.

keheningan sirna begitu saja ketika Alizter mengucapkan kata itu. Morin memandang wajah cowok itu sebentar dan pandangannya kembali lurus ke depan.

"Emang lo kenapa nggak mau ikut upacara?" tanya Alizter to the point.

"Gue males berdiri lama-lama. Bisa putus kaki gue nanti," ujar Morin asal menjawabnya.

Alizter terkekeh kecil mendengar penjelasan Morin yang terdengar sangat lucu, "Lo sendiri kenapa disini? Kelihatannya lo baik-baik aja." tanya Morin.

"Gue nggantiin jadwal Reno yang tidak berangkat."

Morin membulatkan mulutnya berbentuk 'O' cewek itu menggigit bibirnya sendiri sembari kakinya terus berayun. Alizter merogoh sakunya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Morin diam-diam mencuri pandang gerak-gerik cowok itu.

"Nih buat lo." sebatang coklat terjulur kearah Morin.

Morin menerimanya tanpa ragu. Cewek itu tidak menyia-nyiakan kesempatan seperti ini. Apalagi dirinya mendapatkan coklat secara cuma-cuma. Morin tersenyum bahagia. Lesung pipinya tercetak diantara senyum yang mengembang.

"Thanks," ucap Morin singkat.

Alizter mengangguk tersenyum samar dan kembali pada pembicaraannya, "Lo nanti pulang sama gue."

What?
Mata Morin melotot terkejut. Ini kali kedua Morin bakal pulang bareng dengan Alizter setelah kesalahpahaman dulu. Tentu Morin merasa sangat senang dan langsung mengangguk pelan.

Cewek itu membuka bungkus coklat pemberian Alizter. Cewek itu memakannya, tubuhnya masih melekat dikasur UKS. Dasar Morin nggak tahu malu, udah bolos upacara ditambah makan di tempat yang tidak seharusnya. Cewek itu tidak berpikiran seperti itu. Satu gigitan kecil telah masuk ke mulut mungilnya. Terdengar bunyi renyah kacang almond yang digertakan.

Alizter menyangga wajahnya dengan tangan sembari menatap wajah Morin yang masih mengunyak makanan itu. Morin tampak malu jika dipandang seperti itu, kegugupannya tidak bisa menutup dirinya. Cewek itu berdecak dalam hatinya, udara disekelilingnya tampak hilang begitu saja dan membuat Morin seperti kehabisan oksigen.

"Ih kenapa lo lihatin gue seperti itu si Alizter."

"Gue malu nih, please! Jangan bikin gue baper terus."

Rujuk Morin dalam hatinya, ia kemudian menyerah dan mendengus pelan menatap manik mata Alizter yang masih terpaku menatap dirinya.

"Kenapa lo lihatin gue seperti itu?" tanya Morin langsung dengan nada suara lirih.

"Nggak kok. Lo hanya terlihat sangat cantik hari ini, coklat yang lo makan rasa manisnya seperti beralih kewajah lo."

Morin canggung. Perasaannya sangan bercampur aduk antara malu dan senang. Pipi Morin terlihat sangat merah dan terlihat bahwa cewek itu sangat kelagapan dan canggung seketika. Alizter tersenyum kecil menatap wajah Morin yang sangat merona.

"Ih apaan si lo nggak lucu ah."

***

Cold as Ice Cubes (END)Where stories live. Discover now