Part 3

952 156 10
                                    

Arthit kembali menggunakan sepeda sebagai moda transportasi andalannya menuju kampus. Minggu ujian membuatnya harus memanfaatkan waktu sebanyak-banyaknya untuk mengulang materi. Hidupnya kembali fokus pada dua hal ; kampus dan asrama, belajar dan tidur, dia bahkan nyaris tak berinteraksi dengan siapapun selain teman-temannya atau dosen. Jadi begitu minggu penuh tekanan itu berakhir, dia baru merasakan betapa kepalanya yang sudah penuh dengan banyak hal itu ingin segera di reset ulang.

Untung saja teman-temannya tidak langsung mengajaknya nongkrong begitu kelas terakhir di hari jumat itu berakhir, nampaknya Bright juga kehilangan energi untuk sekedar mencetuskan ide untuk minum-minum. Dalam diam, mereka berlima membubarkan diri dan pulang ke tempat tinggal masing-masing.

Angin sore yang menyapu wajahnya membuat Arthit terkantuk-kantuk saat mengayuh sepeda, sudah lama dirinya tidak sesantai ini, sekarang karena tidak ada tuntutan ujian yang membayanginya, otaknya lebih santai dan tidak terburu-buru untuk sampai ke asrama. Dia seperti mengulang saat-saat kesepiannya ketika teman-temannya sibuk dengan OSPEK, berkeliling tak jelas sambil menunggu sore berganti malam.

Ketika laju kendaraaannya melewati gedung fakultas ekonomi, Arthit mengerem. Rasanya ada sesuatu yang tidak asing saat melihat papan nama fakultas itu, hal familiar yang seolah menariknya untuk masuk ke dalam sana dan berkeliling meskipun kenyataannya dirinya bukan murid di tempat itu.

'Tomyum... ini pasti karena sudah lama aku tidak makan tomyum mereka' gumam Arthit mengambil kesimpulan.

Memutuskan untuk memberi penghargaan diri sendiri setelah berjuang semingguan, Arthit akhirnya membelokkan sepedanya ke gedung fakultas tersebut, untung saja kantin belum tutup meskipun penjaga bilang kalau mangkoknya adalah stok terakhir di kedai mereka, senyum Arthit juga langsung terkembang saat melihat mangkoknya yang penuh dengan toping daging lebih banyak. Laki-laki itu menyeruput makanan pedasnya dengan suka cita.

Mungkin karena saking enaknya, atau saking rindunya, kali ini dia membutuhkan waktu lebih lama untuk menikmati setiap detail rasa makanannya, sambil mengamati mahasiswa-mahasiswa yang sibuk, dan sepoi angin dingin yang masuk ke area kantin, Arthit melamun.

Kau sangat menyukai fakultasku? Atau makanan di kantinku? atau apa?

Arthit terkejut, dia sedang memejamkan mata saat seseorang tiba-tiba duduk di hadapannya dan menyodorinya ponsel. Hanya ada satu orang yang bisa melakukan hal tersebut,

"Kongpob"

Kongpob tersenyum, masih menatapnya, menunggu jawaban, Arthit membaca lagi tulisan juniornya itu sebelum kemudian menjawab, "Dua-duanya. Aku butuh suasana ini untuk meredakan stres" Jawabnya, kembali fokus pada tomyum yang sempat terlupakan, sambil bergumam kalau makanan itu sangat enak. Kongpob hanya tersenyum memandangi wajah Arthit yang sudah merah dan berkeringat.

"Mau?" tawarnya yang langsung dibalas ekspresi ngeri oleh Kongpob, pemuda itu menebak kalau 50% persen isi mangkok Arthit adalah sambal.

Lama tidak bertemu, P'

"Minggu ini sibuk sekali. Ujian dan ujian, rasanya kepalaku ingin meledak karena kebanyakan beban. Baru sekarang aku bisa melampiaskannya disini" Jawab Arthit di tengah lidahnya yang terbakar. Lucu sekali karena dia sekarang jadi terkesan buru-buru saat makan, berbeda dengan sebelumnya dimana dirinya mungkin mengunyahnya 33 kali sebelum ditelan.

Sekarang sudah selesai?

"Kalau belum selesai mana mungkin aku ada disini" Jawab Arthit acuh.

Syukurlah... jadi kita bisa bertemu lagi

Arthit tidak tahu apakah kalimat Kongpob itu harus di jawab atau tidak, jadi dia akhirnya tersenyum kaku, lalu pura-pura menyeruput jus jeruknya. Sayang sekali di kantin ini tidak ada pink milk.

Innocent SaviourWhere stories live. Discover now