Part 6

886 145 7
                                    

Arthit terdiam di depan cermin. Ada yang aneh, dia terus menatap bayangannya yang sedang memasang wajah sebal. Ponselnya ada diatas meja dengan jendela pesan yang masih menunjukkan pesan dari Kongpob sore tadi.

Hanya sebuah ajakan makan malam seperti yang mereka lakukan (hampir) setiap hari, Arthit bahkan ingat kalau dia sempat tersenyum dan berpikir kalau Kongpob itu seperti anak-anak yang bosan pada makanan tertentu. Namun begitu dirinya masuk ke kamar asrama, lalu mandi, lalu mencari baju dan merasa tak ada satupun yang cocok dipakai untuk sebuah makan malam di luar lingkungan kampus, Arthit jadi tersadar.

'kenapa? kenapa aku jadi berpikir untuk tampil baik di depannya?'

Arthit menjatuhkan dirinya diatas ranjang, memijat pangkal hidungnya frustasi. Seingatnya, mereka berteman baik sekarang, dia sangat nyaman duduk dengan pemuda itu, dia bebas meluapkan apa saja yang ada di pikirannya tanpa diinterupsi. Kongpob bahkan tetap tersenyum saat menghadapi emosinya yang tidak stabil, atau saat dia lelah karena kesibukan kampus, pemuda itu akan mengamatinya dengan penuh perhatian, lalu menyodorkan segelas pinkmilk untuknya. Arthit bahkan nyaris merasa bersalah pada teman-temannya sendiri karena waktunya yang lebih sering dia habiskan untuk Kongpob yang ada di fakultas lain daripada mereka.

Kongpob : Aku sudah ada di depan pintu gedungmu, P'

Arthit terhenyak saat mendapati pesan Kongpob, dia bangkit dan kembali memandangi cermin. Kalau beberapa saat yang lalu dia bingung harus memakai baju apa, kali ini dia mengerang karena penampilannya yang semakin tak karuan pasca merebah diatas kasur. Dengan sangat menyesal dia akhirnya membalas pesan Kongpob dan memintanya untuk pergi duluan dan mencarikan restoran lebih dulu, dia beralasan kalau malam ini adalah malam minggu sehingga pusat perbelanjaan akan lebih ramai dari biasanya.

Kongpob : Restoran mana yang kau inginkan?

Arthit : Terserah. Asal ada makanan pedas.

Kongpob : Jangan menyesal kalau pilihanku tidak sesuai dengan keinginanmu, p'

Arthit tidak mengerti maksud pesan tersebut dan memilih acuh untuk mempersiapkan diri. Semakin cepat dia pergi maka semakin cepat pula dia akan tahu dimana tempat makan yang Kongpob inginkan. Lagipula dia tidak mau juniornya itu menunggu terlalu lama. Setelah memastikan kalau penampilannya cukup layak dan tidak berlebihan, Arthit akhirnya mendesah puas dan keluar dari kamar.

Kongpob : Lucas Cafe&Resto, lantai tiga.

Arthit mengernyit di dalam taksi. Kenapa Kongpob memilih Cafe mahal untuk makan malam. Laki-laki itu sempat menekan tombol panggilan untuk menelepon Kongpob namun tersadar segera. Dia menghela nafas dan menyandarkan punggung, mungkin untuk kali ini dia akan menurut saja, tapi Arthit sudah punya niat untuk menceramahi juniornya itu soal hidup hemat mahasiswa jika mereka pulang nanti.

Seperti dugaannyaa, pusat perbelanjaan menjadi ramai saat malam minggu. Banyak sekali anak muda seumurannya berseliweran dari satu toko ke toko lain, beberapa dari mereka bergerombol, banyak yang lainnya berpasangan dan saling berpegangan tangan. Dan karena lift disana sangat padat, Arthit memutuskan menggunakan eskalator untuk mencapai lantai yang dimaksud.

Eskalator biasanya ditaruh di ujung gedung, bertujuan untuk membuat pengunjung mau berjalan jauh sembari melihat-lihat toko-toko yang tersebar di sepanjang lorong. Dan Arthit rupanya cukup tertarik menikmati perjalanannyaa tersebut. Laki-laki itu melihat ada timezone disana, membuatnya menyesal kenapa menyuruh Kongpob memesan restoran sekarang, seharusnya mereka bermain dulu sebelum mengisi perut. Dia juga sempat melihat sebuah salon yang membuatnya ingat kalau rambut belakang Kongpob sudah lumayan panjang dari terakhir kali mereka bertemu, Arthit berpikir kalau mereka harus mampir setelah makan nanti.

Innocent SaviourWhere stories live. Discover now