FF(69) ● Escape Party

4.3K 426 136
                                    

Mau ngasih peringatan aja sih, part ini agak nganu :v

Agak bahaya kalo pembacanya gak bisa mencerna, jadi harap bijak dalam membaca :)

Vote dan komen dunds, mau liat komen yang bejibun kayak kemarin wkwk 🐎

°°°

SATU hari berlalu, kesedihan masih kuat mengekangnya untuk keluar. Di hari kedua pun Zion masih terperosok di jurang keputusasaan. Di hari ke empat, dia mencoba bangkit. Tertatih-tatih berjalan ke depan. Membiarkan setiap kesedihan yang lalu dia tinggalkan di belakang.

Ditambah malam harinya Papa datang lewat mimpi. Mengirimkan senyum dan kalimat yang sering kali dia ucapkan dulu.

"Kalo Zion mau liat Papa senyum di atas sini, Zion juga harus tunjukkan senyum ke langit. Ke Tuhan. Ke semua orang. Buktiin kalo Zion kuat. Zion, anak lelaki Papa yang pantas buat bahagia."

Kalimat itu terngiang-ngiang hingga Zion terbangun di kamarnya yang hampa. Dia melirik jam dinding. Pukul 4 pagi. Diturunkan kakinya dari ranjang yang telah menemaninya selama empat hari berturut-turut.

Sudah dua hari Zion tidak datang ke sekolah. Sebenarnya itu tidak masalah karena setelah ujian akhir, sekolah hanya mengadakan perlombaan biasa. Walaupun memang diwajibkan datang kecuali yang memiliki alasan untuk absen.

Zion contohnya. Dia absen selama dua hari untuk menenangkan diri. Menyusun kembali semangat yang sempat dia lupakan. Berjuang untuk bangkit dengan susah payah.

Dia mampu. Dia bisa untuk melawan kesedihan yang mengikatnya ini.

Zion bergerak ke kamar mandi. Membersihkan diri sekaligus sisa-sisa kesedihan yang tertinggal. Didongakkan kepalanya, menikmati guyuran air hangat shower dengan pejaman mata. Rasanya telah lama Zion meninggalkan dunianya yang bahagia.

Dia tidak sadar saat berjalan ke depan, dia melangkah dengan posisi terbalik, hingga yang dilihat masa lalu, bukan kebahagiannya di ujung jalan.

Pukul enam Zion telah rapi dengan seragam sekolah. Keluar kamar dan menuruni tangga dengan senyuman yang terurai.

"Pagi, Bun!" sapanya mencoba ceria. Friska yang tengah sibuk di dapur, melengok ke meja makan. Mengernyit melihat Zion yang telah rapi memakai seragam sekolah dan tampak biasa saat mengolesi roti dengan selai cokelat.

"Pagi," balas sang Bunda sambil melepaskan apron yang melekat di tubuh. Berjalan mendekat dan ikut mendaratkan diri di kursi samping Zion. Selama Zion makan, Friska cuma diam sambil menatapnya seolah ada keganjalan yang terjadi.

Zion meletakkan rotinya di piring dan menoleh sambil senyum. "Bunda kenapa?"

Sebagai bentuk ketidakpercayaan, Friska menatap Zion berkaca-kaca. Terlihat haru sekaligus bahagia di waktu yang sama. Setelahnya, Zion ditarik ke dalam rengkuhan bundanya.

"Kayaknya ..." gumam Friska di bahu Zion. "Udah lama Bunda gak liat kamu senyum kayak gini?"

Senyum Zion makin melebar. "Itu semua karena Bunda. Karena Zion ingat Bunda."

Sang Bunda memberi sedikit ruang di pelukannya. Mencium keningnya sebelum mencubit hidung Zion pelan.

"Gombal kamu!" Friska tertawa. Zion menyusul di detik setelahnya.

"Bukannya emang Bunda suka Zion gombalin?"

Kini Friska mencubit pipinya. Justru Zion makin tergelak. Dalam hati, dia cuma berharap kalau semua ini awal untuknya kembali seperti semula.

|2| Falsity ✓Where stories live. Discover now