Bagian 3

457 72 11
                                    


A/N :Kebuut.. sebelum balik lagi tanpa Wi-Fi.. T^T


****


Kongphob menatap pemandangan di luar jendela bus yang ditumpanginya. Deretan gedung-gedung bertingkat dan perumahan, kini sudah tergantikan dengan hamparan hijau dan.. pantai. Ya, kalau ada yang bertanya mengapa ia sampai berada di sini sekarang, Kongphob hanya bisa mengangkat bahu dan memberikan senyuman tidak berdaya. Ini semua karena Kak Arthit. Beberapa hari sebelum UTS mulai, senior itu duduk di hadapannya saat makan malam di kantin tempat mereka biasa bertemu. Dengan entengnya Kak Arthit bertanya, "Ikut ke pantai kan abis UTS?" dan dibarengi dengan, "Awas ya kalo nggak ikut. Kaki kamu kan udah nggak kenapa-kenapa. Nggak bakal diapa-apain kok sama kita. Sumpah."

Kongphob harusnya sudah tahu bahwa ia tidak boleh sepenuhnya percaya dengan omongan Kak Arthit, apalagi sudah dibumbui dengan kata 'nggak bakal' dan 'sumpah'. Tapi toh akhirnya ia mengangguk dan memelas-melas pada orang tuanya agar ia bisa ikut. Jadi walaupun ia ingin melimpahkan semua kesalahan yang akan terjadi di acara ini ke Kak Arthit, ia pun harus disalahkan karena mau saja dibodohi oleh seniornya.

Ia juga harus bersyukur dan berterima kasih ke Kak Arthit, karena ia jadi semakin dekat dengan teman-temannya. Mereka seperti terobati karena Kongphob ikut di acara terakhir ospek ini. Mereka tidak habis-habisnya berceloteh dan bergosip sepanjang perjalanan. Banyak yang berspekulasi dan yakin bahwa mereka akan diberikan gear yang menjadi ciri khas jurusan mereka. Kalau tidak.. Kongphob punya perasaan kalau akan ada banjir air mata darah pulang nanti.

The event turns out to be not bad. Mereka semua benar-benar bersenang-senang. Para senior mau membaur bersama dengan juniornya, dan banyak games seru yang diadakan. Well.. baru hari pertama sih.. tapi Kongphob mulai melonggarkan kewaspadaannya.

Salah besar, ternyata.

Teman-temannya ketahuan merokok dan mencuri alkohol milik senior. Pagi-pagi buta mereka sudah dikumpulkan di satu ruangan besar. Harus menunduk! Tidak boleh ada yang melihat, semua harus introspeksi atas kesalahan. Satu orang salah, semua orang salah! Begitu, kata para senior yang marah besar. Mereka dimarahi habis-habisan. Kongphob merasa luapan amarah mereka berlebihan, apalagi setelah waktu berlalu berjam-jam.

Tidak ada sarapan, bahkan makan siang pun.. ada beberapa senior yang merasa iba dan menyelundupkan makanan. Mereka harus membagi sama rata agar semuanya kebagian. Kongphob tidak tahu harus merasa marah atau simpatis. Kak Arthit pernah bercerita padanya, panjang lebar pula, bahwa makna dari ospek itu adalah supaya satu angkatan bersatu, bersama merasakan perasaan yang sama, dan menanggung hal yang sama rata. Kongphob tahu bahwa yang dilakukan temannya mengecewakan senior itu.

Sore tiba, para senior masuk lagi. Wajah Kak Arthit tidak bisa Kongphob maknakan. Ia tampak sudah muak dengan semua ini. Kongphob merasa bersalah.

Para senior membagi mereka menjadi kelompok-kelompok kecil. Setelah itu, mereka diperintah untuk menutup mata. Ada sehelai kain gelap terikat melingkar di kepala. Sudah mulai gelap, kini senior meminta mereka untuk menjadi buta. Dan mereka harus menurut apa pun resikonya.

"Percaya sama senior?" Kongphob mendengar suara Kak Arthit di depannya. Tanpa jeda, Kongphob mengangguk mantap.

"Percaya, kak."

"Pegangan. Jangan sampai lepas." Ucapan tegas Kak Arthit dibarengi dengan tanggannya yang mengarahkan Kongphob untuk berpegangan ke lengannya. Ia kemudian merasakan ada tangan lain di pundak.

"Kalian percaya para senior akan membawa kalian dengan aman?" suara Kak Arthit terdengar lagi.

"Percaya, kak!" sekali lagi Kongphob menjawab. Sebuah tangan menggenggam tangannya yang berada di lengan Kak Arthit sekilas.

[BAHASA] Bukan Logika - FanfiksiWhere stories live. Discover now