Part 16.

1.9K 173 53
                                    

"Neth, kamu kok bandel sih? Kan aku udah bilang buat istirahat tadi, kamu malah jalan-jalan sendiri ke luar. Jadi aja kan matanya kelilipan. Masih sakit ngga? Abis makan kita ke klinik ya?" tanya Iden sambil mencoba menyentuh kelopak mata Anneth yang masih sedikit membengkak.

"Eh ngga usah, Den. Ini udah ngga apa-apa kok tadi udah diobatin." jawab Anneth kikuk saat Iden mendekatinya dan semua mata tertuju padanya.

Siang itu semuanya berkumpul di ruang makan untuk makan siang yang sudah disiapkan oleh asisten rumah tangga di rumah Iden, kecuali Deven. Anneth pun celingukan mencari Deven.

"Deven kemana, Den?" tanya Ucha sebelum Anneth hendak mengajukan pertanyaan yang sama.

"Oh itu dia bilang nanti nyusul makan, agak ngga enak badan katanya mungkin kecapean abis nyetir. Dia kan jarang banget nyetir jarak jauh." jawab Iden.

Anneth yang tentu saja baru mendengar fakta tersebut langsung kaget dan hendak menghampiri Deven di kamarnya. Namun lagi-lagi Ucha mendahuluinya.

"Gue bawain aja deh makanannya ke kamarnya. Boleh kan, Den?"

"Boleh dong, Cha. Apa sih yang ngga boleh buat Ucha. Hahaha. Tapi lo yakin mau ngasih Deven makan? Ibaratnya lo mau ngasih makan singa di kandangnya, gue ngga yakin lo bakal keluar hidup-hidup, Cha." jawab Iden dengan ekspresi ngeri di wajahnya sambil kemudian tertawa melihat wajah Ucha yang memucat.

"Oh jadi Deven nih si mysterious man-nya Ucha?!" ledek Gogo.

"Cieee pantesan tadi pagi ngotot banget pengen bareng si Anneth. Ternyata oh ternyata...." ledek William.

"Berisik lo semua! Julid mulu dasar netijen." sewot Ucha sambil menata makanan di piring untuk dibawanya ke kamar Deven sementara teman-temannya yang lain juga ikut sibuk meng-'cie-cie'-kan Ucha.

Anneth hanya bengong menyaksikan scene di hadapannya kini. Apakah Ucha diam-diam menyukai Deven selama ini? Benarkah mysterious man yang selama ini selalu ia ceritakan adalah Deven? Kali ini pikiran Anneth lebih tertuju pada ucapan Iden. Ia pun tak yakin Ucha akan keluar dari kamar Deven hidup-hidup. Karena walaupun belakangan ini Deven sudah mulai bisa terbuka, tapi itu hanya pada Anneth. Tunggu, apakah selama ini justru Anneth lah yang menutup mata dan berpikir hanya kepada dirinya lah Deven terbuka.

"Gue ikut ke atas, Cha." ucap Anneth kemudian. Ia tak ingin membiarkan Ucha dan Deven hanya berdua di kamar.

"Ngga usah, Neth. Gue ngga apa-apa kok sendiri. Lo juga belum makan kan dari pagi? Lo makan aja dulu, nanti gue minta Deven turun kalau dia udah selesai makan." sahut Ucha sambil buru-buru naik ke atas.

"Iya, Neth. Lo makan dulu aja." ucap Joa kemudian sambil menggenggam tangan Anneth.

Joa yang menyadari kekhawatiran Anneth buru-buru menenangkannya karena ia takut teman-temannya akan menyadari sesuatu antara Anneth dan Deven jika ia membiarkan Anneth bersikukuh untuk ikut dengan Ucha. Anneth pun terdiam mendengar ucapan Ucha dan Joa. Kecewa. Kentara sekali dari wajahnya bahwa ia sangat kecewa. Pikiran-pikiran aneh pun berkecamuk di otaknya. Sementara Iden yang sedari tadi menatap dan memperhatikan Anneth menyadari kekecewaan yang terpancar dari ekspresi wajahnya.

"Yaudah Neth nih aku ambilin ya makannya. Kamu mau apa? Ayam apa seafood? Mau pake sayur ngga?" tanya Iden kemudian, berusaha mengalihkan perhatian Anneth.

Anneth tidak menjawab. Ia hanya memasang wajah bete-nya sambil menatap meja makan. Joa yang berada di sebelahnya terus menyenggol lengan Anneth agar tidak menunjukkan ekspresi yang terlalu mencolok. Anneth yang mengerti pun akhirnya memakan makanan yang telah diambilkan Iden walaupun masih tampak tidak selera.

It's Always Been YouWhere stories live. Discover now