Part 24.

2.3K 185 32
                                    

"Neth, gue mau ngomong sama lo. Penting. Tapi ngga di sini." sahut Clinton saat melihat Anneth keluar menuju teras rumahnya.

"Ada apa emangnya? Kenapa ngga di sini aja sih? Gue ngga bisa keluar kalau udah malem kaya gini." ucap Anneth dengan nada sedikit kesal.

Clinton pun menghembuskan nafas berat sambil menundukkan kepalanya sejenak tampak berpikir. 

"Kalau lo ngga akan ngomong apa-apa, mendingan lo pulang aja deh udah malem." sahut Anneth ketus sambil menyilangkan kedua lengan di dadanya.

"Gue udah tau sejak lama Gogo suka sama Joa." ucap Clinton pelan yang membuat Anneth terhenyak.

"Jadi.. selama ini lo tau?" tanya Anneth tak percaya.

Clinton pun menganggukkan kepalanya dan beranjak duduk di kursi teras rumah Anneth.

"Gue boleh duduk kan?" tanya Clinton polos.

Anneth yang menyadari bahwa sedari tadi dia lupa mempersilahkan Clinton untuk duduk pun lalu mengangguk malu.

"Eh, sorry. Gue sampe lupa nyuruh lo duduk."

"Gue ngga tau harus cerita sama siapa Neth tentang ini. Gue pikir cuma lo yang tau semuanya sejak gue lihat Joa bawa hadiah yang Gogo kasih buat lo." ucap Clinton.

Anneth masih tampak bingung dengan semua ucapan Clinton. Ia terlihat menatap Clinton dengan tatapan penuh tanya.

"Gue masih belum paham maksud omongan lo ini kemana." ucap Anneth.

"Sebenernya dari awal gue ngga pernah maksud ngedeketin Joa, Neth. Karena gue tau Gogo suka sama Joa dan gue juga awalnya sukanya sama Ucha."

Anneth kini menatap Clinton tak percaya. Bagaimana bisa ia berpacaran dengan Joa tapi sebenarnya ia menyukai orang lain.

"Tunggu-tunggu, jadi lo awalnya suka sama Ucha gitu? Terus kenapa lo malah jadian sama Joa?" tanya Anneth.

"Gue pikir gue jatuh cinta sama dia, tapi ternyata gue cuma nyaman sama semua sikapnya Joa ke gue, Neth. Awalnya gue deketin Joa buat cari info soal Ucha, tapi gue malah nyaman ngobrol sama dia, kaya nyambung aja gitu. Lo pasti ngerti rasanya, karena mungkin lo pernah ngerasain itu ke Iden." jawab Clinton.

Mendengar nama Iden disebut, wajah Anneth berubah kesal.

"Eh, sorry Neth. Gue ngga tau ada masalah apa sebenernya antara lo, Deven dan Iden. Tapi gue ngga kepo kok tenang aja. Dan gue ngga akan ikut campur ataupun memihak salah satu dari kalian, karena kalian semua sahabat gue." ucap Clinton kemudian.

"That's okay, Ton. Terus-terus gimana terusannya cerita lo yang tadi?" tanya Anneth lagi.

"Tadi siang gue lihat Joa sama Gogo lagi ngobrol berdua di deket kantin, tapi gue ngga tau mereka ngomongin apa. Gue cuma lihat Joa nunjukkin ke Gogo kotak musik yang dia kasih ke lo, Neth. Terus Joa pegang tangannya Gogo sambil senyum. Gue harusnya cemburu kan, Neth? Tapi gue engga. Gue malah berharap si Gogo beneran ungkapin perasaannya ke Joa, biar gue lega. Lo tau, selama ini gue selalu ngerasa bersalah sama Gogo. Karena dari awal Gogo selalu cerita sama gue dan William soal Joa. Terus pas tau gue malah jadian sama Joa, dia jadi ngga pernah ngomongin tentang itu lagi. Tapi dia juga ngga pernah negur atau marah sama gue. Dia malahan ngga berubah sama sekali. Kalau dia marah mungkin gue juga ngga ngerasa bersalah banget kaya sekarang, tapi justru karena sikapnya yang ngga berubah sama gue, dia tetep baik sama gue, tetep nganggep gue sahabatnya seolah ngga terjadi apa-apa, itu yang bikin gue ngerasa bersalah banget, Neth." jelas Clinton panjang lebar.

Ia berusaha membetulkan posisi duduknya dengan tatapannya yang menerawang. Mendengar penjelasan Clinton, Anneth hanya bisa ternganga. Ia tidak menyangka ada permasalahan pelik diantara sahabat-sahabatnya itu yang bahkan tak pernah ia tau dan sadari sebelumnya. Dari penjelasan Clinton itu pulalah ia bisa menangkap bahwa sahabat-sahabat lelakinya ini benar-benar orang baik, kecuali Iden tentunya yang kini tak masuk ke dalam hitungannya. Anneth pun bingung menanggapi curhatan Clinton tersebut karena jujur ia pun pasti akan sangat bingung jika ada di posisi Clinton saat ini.

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang