Babak 1 - Pangeran Juna

31 7 20
                                    

Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indah
Kau membuat diriku, akan slalu memujamu
(Sempurna - Andra and The Backbone)

Fortuner hitam berhenti di area parkir Kampus Bunga Bangsa. Setelah mesin mobil mati, seorang pemuda turun, Juna namanya, tepatnya Arjuna Aryasatya. Kemeja biru muda dipadu celana jeans senada membuat si pemuda terlihat santai namun rapi. Sebuah ransel hitam-merah bergelayut di pundaknya. Ia menutup pintu mobil dan berputar ke sisi penumpang, membukakan pintu bagi gadis yang segera melompat turun, tanpa sedikit pun ingin bersikap anggun maupun bergaya. Gadis itu memakai kemeja motif garis berwarna cokelat tua dan jeans hitam serta sepatu kanvas. Sama sekali tak ada kesan feminin dalam dirinya.

"Sudah berapa kali kubilang, nggak usah bukain pintu untukku, aku bisa sendiri," ujar si gadis sementara Juna mengambil sebuah ransel dari dalam mobil dan memberikannya pada si gadis.

"Kebiasaan, Ga," sahut Juna sembari menutup pintu mobil dan menguncinya.

Faiza Gauri, yang biasa Juna panggil Gauri atau Ga, memutar mata. "Aku bukan salah satu gadis-gadismu," katanya.

"Tetap saja kau seorang gadis," sahut Juna, "lagi pula, kau teman terbaikku. Kau patut diperlakukan dengan baik."

Gauri mendengus. "Terserahlah."

"Cobalah bersikap lebih manis, Ga. Laki-laki lebih suka gadis manis daripada yang berangasan," ujar Juna.

"Aku ke kampus buat kuliah, buat belajar, bukan buat nyari cowok. Nggak sepertimu." Gauri melangkah meninggalkan Juna, berjalan cepat di atas susunan batako mengarah ke undakan menuju koridor.

"Aku juga ke kampus buat belajar," kata Juna setelah bisa menjajari langkah Gauri.

Gauri menghentikan langkah, menoleh pada Juna, dan berlama-lama memandanginya. Juna mendesah, mengangkat tangan tanda menyerah. "Oke," akunya, "tapi tujuan utamaku tetap belajar, kok."

"Apa pun katamu, Pangeran Juna." Gauri sengaja menggunakan panggilan dari fans Juna untuk menyindir pemuda itu.

Juna begidik. "Kalau keluar dari mulutmu, panggilan itu bikin merinding." Juna menggosok-gosok lengan atasnya dengan kedua tangan. "Manggilnya biasa aja, ya," pintanya. Gauri sudah membuka mulut untuk menjawab, tapi seseorang datang menginterupsi.

"Pangeran Juna!" Seruan yang diikuti kemunculan seorang gadis dengan gaun siang selutut berwarna pink, mendorong Gauri menjauh. Si pinky dengan segera bergelayut manja di lengan Juna. "Aku kangen. Kok telat datangnya, Pangeran?"

Sementara Gauri ingin muntah melihat adegan itu, Juna menanggapinya dengan santai, malah bisa dibilang terlihat bangga. Yah, sejak masuk kuliah Juna memang seperti itu. Awalnya bukan karena disengaja dirinya mendapat gelar pangeran dari gadis-gadis. Juna berlaku seperti mahasiswa normal di awal masa perkuliahan, tapi sambutan antusias para gadis terhadapnya yang membuat tingkat kenarsisan Juna meningkat sehingga dengan senang hati menerima panggilan Pangeran Juna. Juna memang seperti magnet berjalan bagi perempuan. Berwajah tampan dengan kulit mulus dan putih, disertai postur tinggi dan otak cemerlang, 90% gadis akan tertarik padanya sedang 10%-nya ... yang itu tidak perlu diceritakan.

Beberapa kali Gauri pernah mengkritik Juna tentang hal itu, tapi Juna bergeming. Menurut Juna, tak ada salahnya menerima perhatian yang diberikan kepadanya dengan tangan terbuka. Dan sekarang, di awal semester keempat, Juna masih berbahagia menjadi pangeran dan memiliki dayang-dayang setiap kali berada di kampus.

"Sorry, tadi jemput Gauri dulu." Jawaban Juna membuatnya mendapat pelototan dari Gauri. Sebenarnya, jika harus jujur Gaurilah yang selalu menjemput Juna, membantu kesibukan pagi hari Juna sehingga mereka bisa pergi bersama. Bahkan Fortuner yang dikendarai Juna ke kampus pun adalah miliknya. Namun, Gauri menutup mulut karena merasa tak ada gunanya membongkar hal itu, walau terkadang Gauri kesal juga pada tingkah Juna. Meskipun Gauri tak terlihat feminin di permukaan, tapi di dalam memiliki kasih sayang layaknya seorang dewi. Bagi Juna, keberadaan gadis itu tak akan bisa tergantikan.

Prince Half PauperOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz