Babak 5 - Bertemu Lagi

10 0 0
                                    


Is it cool if I hold your hand?

Is it wrong if I think it's lame to dance?

Do you like my stupid hair?

Would you gurss that I didn't know what to wear?

(First Date – Blink-182)


Sabtu pagi sama saja seperti hari biasa bagi Juna. Walau tak harus pergi ke kampus dan mengurusi adik-adiknya bersiap berangkat sekolah, Juna masih harus bangun pagi dan menyiapkan sarapan, membangunkan adik-adiknya serta ayahnya yang jadi pemalas di akhir pekan, lalu mengurusi tumpukan pakaian kotor yang harus dicuci dan dijemur sekaligus belanja sayur dari tukang sayur yang mampir, kemudian pergi berburu diskon di supermarket demi menghemat kebutuhan bulanan. Itu adalah rutinitas pagi hingga siang hari Sabtu Juna, yang sama melelahkannya dengan hari biasa. Bahkan terkadang terasa lebih melelahkan.

"Bang Juna, bajuku di mana?" Ikhsan muncul di pintu dapur dengan dengan badan yang masih dililit handuk.

"Ambil di lemari."

"Baju yang gambarnya Boboboy?" Ikhsan bertanya lagi.

Juna berhenti memotong daging ayam. Ia menelengkan kepala, mencoba mengingat baju mana yang dimaksud adiknya. "Ah!" serunya setelah ingat pada setelan berbahan kaos warna biru dengan gambar kartun dari negeri jiran itu. "Masih ditumpukan pakaian kotor, belum dicuci."

"Yah ...." Raut kecewa muncul di wajah Ikhsan.

"Maaf, ya. Kamu pakai baju yang ada di lemari aja, ya," bujuk Juna.

Ikhsan mengangguk dengan lesu kemudian melangkah gontai kembali ke kamar.

Selang beberapa detik, Nela muncul dan menawarkan diri untuk mencuci pakaian. Juna merasa sangat beruntung memiliki adik seperti Nela, meski usianya masih sepuluh tahun, tapi Nela anak yang pengertian dan rajin. Bahkan Juna merasa Nela lebih berguna daripada ayahnya yang jika ada di rumah hanya tidur atau nonton TV.

"Pakaian putih dan berwarna dipisahin, nggak boleh dicuci barengan." Juna mengingatkan sambil memerhatikan Nela memasukkan pakaian berwarna putih ke dalam mesin cuci dan meninggalkan pakaian berwarna untuk dicuci setelahnya. "Ingat takaran air dan detergennya, kan, Nel?"

"Ingat, Bang." Nela menakan detergen bubuk dengan sendok takar dan memasukkannya ke dalam mesin cucim lalu memerhatikan angka yang menunjukkan ketinggian air. Setelah dirasa pas, Nela menutup mesin cuci dan memutar timer dan tombol cuci. Sementara mesin bekerja, Nela menghampiri Juna dan membantu memotong sayuran.

"Ayah belum bangun, ya, Bang?" tanya gadis cilik itu.

"Seperti biasa, susah dibangunin," sahut Juna yang tengah memeras jeruk nipis di atas daging ayam.

"Mau Nela bangunin?" tawar Nela.

Juna diam sesaat kemudian menggeleng. "Biar Ayah istirahat, kan udah capek kerja."

"Bang Juna nggak capek? Tiap hari harus bangun pagi, ngurusin aku, Ihsan, dan Ikhsan, kadang Ayah juga, masak sarapan, jemput kami pulang sekolah, masak makan malam, lalu bersihin rumah juga belanja, padahal Bang Juna juga harus kuliah. Bang Juna nggak ngerasa capek?"

Gerak Juna untuk mengambil tepung bumbu di lemari terhenti sesaat, ia menoleh pada adik perempuan satu-satunya itu. Meski bingung mengapa Nela menanyakan hal itu, ia tersenyum dan menjawab, "Nggak kok, Bang Juna nggak capek. Kan Nela juga bantuin Bang Juna. Seperti sekarang ini, Nela bantu nyuci juga masak." Dihampirinya sang adik. Sembari menepuk pelan puncak kepala Nela, Juna bertanya, "Kenapa Nela nanya begitu?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 22, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Prince Half PauperWhere stories live. Discover now