Plan D: Definition of Ambitious

2.7K 361 26
                                    

Salsa hanya mau mengejar Kak Ari, mana Salsa tahu kalau jalurnya adalah jalur off road? - Salsa

***

"Sa, kalau analisa data kamu progressnya lambat begini, kamu bisa-bisa ngga sempet sidang semester ini loh," kata Mba Lia, dosen pembimbing skripsi Salsa saat terakhir Salsa bimbingan. Mba Lia adalah dosen yang lembut tapi tegas. Dia punya standard yang cukup tinggi dan sampai saat ini lima bab pertama Salsa sudah lolos standardnya.

Tapi entah kenapa di bab analisa data, Salsa mengalami stagnansi. Menurut Mba Lia, dengan temuan data dan kerangka teori yang Salsa miliki, ada analisa penting yang seharusnya bisa Salsa gali. Tapi setelah tiga kali bimbingan dan revisi, Salsa seperti belum dapat menggali analisanya secara lebih mendalam.

"Saya harus gimana ya Mba? Tiga minggu lagi kan jadwal sidang udah harus fix ..."

"Fokus, Salsa. Kita bimbingan lagi minggu depan di waktu yang sama. Kalau sebelum itu kamu sudah selesai revisi, coba email saya. Nanti saya baca dan saya beri catatan sehingga saat kita bimbingan minggu depan, kita sudah setahap lebih maju. Anak bimbingan saya semester ini yang bisa saya harapkan cuma kamu nih, yang lain fix nambah semester karena kurang data. Kamu harus semangat ya!" Kata Mba Lia penuh kata-kata dukungan. Salsa tersenyum sopan dan mengangguk.

Dalam hati dia sudah merasa lelah. Tapi tinggal sedikit lagi, dia harus memaksakan dirinya sampai masa sekolahnya ini berakhir ...

***

Bekerja sebagai anak magang di agensi periklanan besar memang membuat semangat Salsa terpompa. Bukan hanya karena bisa dekat dengan Kak Ari, tapi juga banyak pengalaman seru selama dia bekerja sebagai anak magang. Kerja praktek ini memang lebih menyegarkan daripada mengurusi skripsi. Tapi Salsa selalu mengingat ucapan Ranti untuk menyelesaikan kuliah dulu baru bebas bekerja.

Karena itulah saat ini di jam istirahat Salsa malah sibuk di depan meja kerjanya, berkutat dengan bab analisa data sambil mengunyah roti bikinan Bi Miyem.

Sudah tiga hari aktivitas ini dilakukannya. Tiga hari pula dia harus menitipkan Kak Ari pada Tuhan agar dijaga dari godaan Clarissa dan tubuh seksinya yang terpapar nyata. Salsa bolak-balik membaca dan mengetik ulang tulisannya. Satu bab ini sungguh membuat Salsa mulai meragukan otaknya. Apakah kemampuannya menganalisa masalah memang se-bermasalah ini??

Setelah tiga kali Salsa baca ulang tulisannya, dia pun mengirimkan file-nya kepada Mba Lia. Lega, kini dia bersiap ke pantry untuk membuat kopi. Dia merasa membutuhkannya karena matanya terasa berat, padahal masih banyak tugas dari sang manager menunggu untuk dikerjakan.

Menyeimbangkan pekerjaan magang dan skripsinya ternyata tidak semudah menyeimbangkan kuliah dan side job-nya. Mungkin karena pekerjaan magang jauh berbeda dengan pekerjaan sampingan yang waktunya bebas diatur Salsa sendiri. Kalau bentrok kuliah ya tidak diambil, atau kalau Salsa sedang nakal ya cabut kuliah saja biar bisa ambil proyekan. Tapi setidaknya Salsa merasa punya kuasa untuk memilih.

Mengerjakan skripsi dan magang ternyata memiliki ritme kerja yang jauh berbeda dengan tuntutan yang jauh lebih tinggi. Sampai sekarang Salsa selalu merasa nyaris keteteran. Salsa khawatir, dalam hati dia mulai meragukan kemampuannya dalam melakukan juggling antara kedua ranah ini.

"Sa, lo dicari Mba Fany," suara Naia membuyarkan lamunan Salsa. Dia pun segera membawa kopinya ke meja lalu mendatangi ruangan managernya.

"Mba, nyariin aku?"

"Masuk, Sa ..." kata Mba Fany sambil mengutak-ngatik sesuatu dalam laptopnya. Salsa duduk di seberang Mba Fany. Perempuan berusia awal 30-an itu masih segar seperti anak first jobber baik dari gaya berpakaian, pembawaan karakter, sampai wajah babyface mulus ala perempuan Jepang. Tak peduli bahwa makeup-nya sedikit tebal, menurut Salsa Mba Fany itu menarik bukan karena tebal makeup-nya tapi karena seringnya Mba Fany tertawa dan menceriakan suasana.

Chasing CrushWhere stories live. Discover now