Plan P: Prepare For Intervention

3.2K 425 53
                                    

Kalau sudah sama-sama khawatir saat ngga bersama, kenapa juga tetap ngga sama-sama? - Ari

***

Pagi itu adalah pagi yang cukup menghebohkan bagi Kak Ari. Dia lari sejak habis Subuh sampai jam tujuh. Menyegarkan pikiran niatnya. Karena kelelahan, ia memutuskan untuk tidak menyetir dan naik bis. Setelah buru-buru makan, ia pun berangkat ke kantor. Di perjalanan ia tertidur sehingga melewatkan halte tempatnya turun.

Akhirnya dia harus memesan ojek online dan naik ojek menuju ke kantornya. Tapi kesialannya tidak sampai di situ saja. Ketika baru sampai di kantor, perutnya bergejolak. Melilit dan tidak enak. Buru-buru dia naik lift dan ke toilet. Dia bahkan tidak sempat masuk ke ruangannya terlebih dahulu. Saat Kak Ari mengecek ponsel dia mendapatkan pesan dari Ranti, menanyakan apakah perutnya baik-baik saja atau tidak karena roti tadi pagi itu sudah kadaluarsa.

Sial sekali bukan?

Tapi mungkin Tuhan merasa itu belum cukup. Saat sedang berkonsentrasi di dalam toilet untuk  mengeluarkan isi perut, dia mendengar riuh suara segerombol laki-laki masuk toilet.

Anak cowo jaman sekarang ke toiletnya rame-rame ya? Dasar ...

"Gokil lo, Ha! Lo kasih apa si Salsa sampe mau jalan sama lo lagi?!"

Sial. 

Kak Ari kini terjebak di dalam toilet dan mau tak mau menguping salah seorang teman kencan Salsa. Perut sudah panas, kini kuping juga harus bersiap ikut panas ...

"Raha gitu loh ... ngga ada yang ngga bisa gue dapetin."

"Ya emang elo yang secara fisik masih mendingan sih dari yang biasanya ngajak jalan dia."

"Fisik mah cuma perkara narik perhatian sekilas aja, bro. Buat cewe kayak Salsa itu yang penting asik ama pinter. Yaudah sok pinter aja kalo lagi sama dia mah."

Yaampun ... betapa geregetannya Kak Ari di dalam sana mendengar percakapan tidak berkualitas ini ...

"Terus terus ... gimana?"

"Gemes gue sama dia. Anaknya ngga polos sih, tapi jago ngeles gitu. Belom tau aja dia enaknya main bareng gue ... kalo udah juga pasti ketagihan."

Rahang Kak Ari mengeras mendengar ucapan Raha yang disertai tawa teman-temannya. Jantungnya berdebar kencang. Ingin rasanya ia segera keluar. Selain karena sakit perutnya sudah selesai sejak tadi, kini sakit di telinganya seperti mendorong otaknya untuk buru-buru menghajar siapapun yang bernama Raha ini.

Tapi Kak Ari bergeming. Di dalam bilik toilet. Sungguh tidak keren sama sekali. Mau bagaimana lagi, Kak Ari tidak punya hak.

Bukan siapa-siapa ... bukan siapa-siapa ...

***

Salsa berhenti, melihat satu sosok besar terbaring di sofa ruang tamu Ranti. Sejenak ia lupa bernafas, jantungnya juga seperti lupa berdetak. Entah sejak kapan rasanya dia berada di jarak sedekat ini dengan Kak Ari, Salsa sampai merasakan sensasi kasmarannya kembali. Padahal saat ini Kak Ari tidak menatapnya balik karena sedang tertidur.

"Duh, Kak Ari kok tidur di sini sih?!" Ranti dengan risih bergerak untuk menyuruh Kak Ari pindah ke kamar.

"Jangan dibangunin, Ran. Biarin aja ..." Salsa merasa tidak siap kalau tiba-tiba berhadapan dengan Kak Ari. Ranti mendesah.

"Lo langsung ke kamar gue aja ya. Gue mau ngurusin lemarinya nyokap, lagi ganti lemari tapi nyokap dapet panggilan mendadak buat ke kantor."

"Oke." Tanpa menunggu Salsa, Ranti pun beranjak. Berbeda dengan Salsa yang malah mendekati Kak Ari dan berjongkok. Salsa memperhatikan Kak Ari, mengulum senyum sambil menahan keinginannya untuk menhentuh laki-laki itu.

Chasing CrushWhere stories live. Discover now