12| Babak Baru, Luka Baru

67 13 0
                                    

Bandung, April 2017

Sudah dua tahun sejak kepulangan Raka hari itu. Setelahnya, Raka tak pernah berkunjung ke Bandung, bahkan di hri raya.

Menurut kabar yang Mikha dengar dari Tante Fatma, Raka mengambil akselerasi sehingga sangat sibuk dengan tugas dan belajarnya. Dan kini Raka sudah masuk ke Universitas Indonesia.

Mikha pun harus berlapang dada. Kini ia menjadi satu-satunya anak yang tinggal di rumah Bandung. Fikri sudah merantau ke Semarang untuk pekerjaannya. Putra sudah lebih dewasa lagi karena telah menjadi PNS. Sekarang hanya Mikha yang belum menuju mimpinya.

Bulan April ini, Mikha baru saja usai dengan ujian nasionalnya. Dan tentunya sibuk dengan ujian masuk perguruan tinggi yang sudah lama disiapkannya.

Tentang Arzam, lelaki itu masih seperti biasa. Sering datang meskipun kini telah menginjak bangku mahasiswa. Arzam masuk salah satu universitas swasta di Jakarta, katanya ia nggak mau masuk negeri. Kasihan orang yang nggak mampu, biar dia yang bersenang hati masuk kampus swasta.

Hari ini, Mikha duduk di rumah pohon sambil mengerjakan soal-soal yang ada di buku tebal di pangkuannya. Itu sudah jadi kebiasaannya sejak beberapa bulan lalu.

Tiba-tiba, penat menghantui pikirannya. Ia menatap ke arah langit. Entah mengapa, ia jadi rindu Raka. Lelaki itu sudah banyak menyuguhkan memori indah dengannya.

"Raka, kapan ke Bandung?" Bisiknya dengan nada putus asa. Setelah pertemuan terakhir itu, Mikha selalu menolak ajakan Arzam untuk ke Jakarta. Semua tentang Jakarta seperti lenyap setelah Raka pergi.

"MIKHA!"

Lamunan Mikha buyar ketika mendengar suara nyaring Arzam memanggilnya. Mikha hanya tersenyum seadanya karena memang sedang banyak pikiran. Tanpa sungkan, Arzam pun segera duduk di samping Mikha.

"Rajin banget yang mau ujian masuk." Puji Arzam.

Mikha hanya tersenyum.

"Lagi mikirin apa?" Tanya Arzam yang menyadari ada suatu kepalsuan di senyum Mikha.

Namun, Mikha memilih menggeleng sebagai jawaban.

"Kok gitu?"

"Gitu gimana?"

"Kamu sembunyiin apa?"

Mikha sedikit tertegun, tapi lebih baik ia bercerita pada Arzam agar lebih nyaman. "Aku kepikiran Raka." Jujur Mikha.

"Tiba-tiba?"

Mikha mengangguk. "Aku pengen ketemu Raka lagi. Rindu saja."

"Kita ke Jakarta aja gimana?" Ajak Arzam untuk kesekian kalinya

Untuk kesekian kalinya pula, Mikha menggeleng. "Lebih baik tidak usah."

"Tapi, kamu selalu sedih begini."

"Tidak. Aku hanya khawatir."

"Mengkhawatirkan apa?" Tanya Arzam penasaran.

Mikha menatap dalam Arzam. "Bagaimana kalau misalnya aku diterima di kampus yang jauh dari Bandung?"

"Lalu?"

"Bagaimana rumah pohon ini?"

"Semua akan baik-baik saja, Mikha. Aku akan menjaganya untukmu seperti kamu menjaganya untuk Raka."

Mikha menunduk. "Bagaimana kalau nanti kita saling pergi dan meninggalkan seperti aku dan Raka?"

Arzam meraih tangan Mikha. "Aku bukan Raka, Mik. Aku tidak akan pergi dan meninggalkanmu. Kamu tau dimana aku saat kamu mencariku. Jangan terlalu khawatir."

"Sulit."

"Tapi, bukan tidak mungkin." Imbuh Arzam.

"Sudahlah tenang saja," Arzam merangkul bahu Mikha. "Kita nikmati dulu saja waktu yang tersisa, oke?"

"Aku khawatir, kak."

"Sudah terlalu banyak hal yang kamu khawatirkan, Mikha. Cobalah sedikit lebih tenang," Arzam tersenyum ke arah Mikha.

"Coba tersenyum. Biasanya kalau aku lihat senyummu, rasa khawatirku akan hilang."

Malu-malu, Mikha pun menumbuhkan senyum manisnya. "Makasih, kak."

"Anything for you."

🌙

Bandung, Mei 2017

Lulus. Itulah yang sedang jadi alasan ramainya jalanan bandung. Mikha keluar dari sekolah dengan merapatkan jaketnya, ia tidak mau ikut ambil bagian saat corat-coret seragam.

Diam-diam senyumnya merekah. Dalam dirinya terselip rasa bangga atas pencapaiannya. Nama Mikha Alifia Rayyan berada pada peringkat lima paralel IPS.

Mikha menghentikan langkahnya sebelum menyeberang ke halte. Tangannya meraih lembaran yang sejak tadi dipeluknya, nilai bulat pada mata pelajaran matematika membuatnya sangat puas. Ini adalah pencapaian terbaiknya selama sekolah. Belum pernah ia mendapat nilai sebaik ini.

Kini, ia merasa sangat siap untuk memulai babak baru sebagai mahasiswa.

Namun, kebahagiaan Mikha lekas berakhir pula. Seperti yang kalian duga, tegap kaki Mikha yang melangkah tiba-tiba tumbang ketika sebuah motor konvoi kelulusan menghantam tubuhnya. Kertas nilai di tangannya terlepas, terhempas jauh meninggalkan tubuh yang kini terkapar di tengah ramainya jalanan.

🌙

ALUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang