18| Antara Bandung dan Jakarta

56 8 1
                                    

Jakarta, Desember 2017

Kalau fajar tau tentang senyumnya malam itu, pasti dia akan enggan untuk tenggelam. Pasti dia akan bertahan dan tak mengizinkan bulan untuk menikmatinya sendirian.

Mikha menutup buku di tangannya. Ia berkali-kali teringat sosok Arzam ketika membaca buku ini. Ia mendadak khawatir dan ingin mencari lelaki itu.

"Mik? Masih baca buku aja," sapa Raka yang baru saja keluar dari rumah.

"Raka, kamu ingat Kak Arzam?" Tanya Mikha.

"Kak Arzam?" Raka berusaha mengingat ama yang disebutkan Mikha. "Yang bicara sama kamu pas di rumah pohon?"

Mikha kemudian mengangguk.

"Iya. Memangnya ada apa?" Tanya Raka.

"Aku pengin ketemu dia, Ka." Jawab Mikha. "Aku pengin nyari dia." Tegas Mikha.

Raka terkejut mendengar jawaban Mikha. "Jakarta itu luas, Mik. Kita nggak akan nemuin dalam waktu yang cepat."

"Tapi, pasti bisa, kan?"

"Emangnya kamu mau nyari di mana?"

"Arzam bilang dia sekolah di salah satu kampus swasta di Jakarta."

Raka berdecak bingung. "Kampus swasta di Jakarta juga banyak banget, Mikha."

Mikha menghela napas kesal. Mungkin benar jika sulit untuk menemukan Arzam tanpa mengetahui banyak tantang dirinya.

Raka mengelus lengan Mikha. "Aku lihat di sosmed, penulis itu akan ada acara meet and greet di Jakarta Selatan. Kamu mau?" Tanya Raka sambil menunjuk buku di pangkuan Mikha.

"Kapan?"

"Masih cukup lama, sih. Habis kita dari Bandung aja, soalnya Januari."

"Kamu mau temenin aku?"

Raka mengangguk mantap.

Mikha tersenyum. "Makasih, Raka."

🌙

Hari itu, tiga puluh desember. Raka dan Mikha bertolak menuju Bandung. Jalanan begitu ramai mengingat akhir tahun. Mereka pun beberapa kali terjebak kemacetan.

"Mikha, kalau malam ini tidak bisa sampai rumah mau nginap di mana?" Tanya Raka dengan suara keras untuk memecah keheningan.

"Pokoknya harus sampai." Jawab Mikha.

Raka menghela pelan. Hari semakin gelap dan jalanan semakin ramai.

Pukul sepuluh malam, barulah mereka sampai di kota Bandung. Mereka beristirahat di salah satu rest area.

"Kamu capek banget, ya?" Tanya Mikha saat Raka baru saja keluar dari toko yang ada di sana.

"Lumayan." Jawab Raka simpul. Ia pun duduk di samping Mikha untuk minum.

"Istirahat bentar, ya? Tanganku kesemutan."

Mikha mengangguk kecil.

Gadis itu kemudian menengadah, menatap ke arah langit. "Bandung masih indah, Ka. Bintang masih terlihat menenangkan di sini." Ucap Mikha untuk menghilangkan keheningan.

Raka tersenyum. "Kamu benar. Aku bangga dilahirkan di kota ini."

"Sejuk, Raka."

"Kamu rindu sekali dengan Bandung, ya?"

"Aku rindu dengan kenangan kita."

🌙

Pukul sebelas malam, dua insan itu kembali melanjutkan perjalanan. Ramainya jalanan sudah berkurang, tapi kota ini belum mati. Masih banyak kendaraan yang berlalu-lalang menemani perjalanan mereka berdua.

"Raka, pelan-pelan aja, ya." Ucap Mikha.

"Siap, Tuan Putri!" Jawab Raka. Mikha melingkarkan tangannya di pinggang Raka makin  erat.

Gadis itu terlihat begitu menikmati perjalanan malamnya bersama Raka. Sesekali ia menengadah menatap bintang yang menghiasi permadani hitam di angkasa.

Namun, tiba-tiba suasana tenang itu berubah. "Raka! Ini ada apa?!" Tanya Mikha takut ketika ada beberapa motor melawan arah dengan kecepatan tinggi. Ia berpegangan pada Raka semakin kuat.

"Tenang. Semoga nggak papa." Ucap Raka sambil berusaha menghindari motor yang melawan arus.

Sayangnya, tak bertahan lama. Motor Raka ditabrak dari belakang hingga oleng, lalu jatuh ke sisi kanan jalan. Mereka terpental hingga jatuh ke jurang dangkal di samping jalan.

🌙

ALUMOnde histórias criam vida. Descubra agora