BAGIAN 12

8.7K 462 2
                                    

PINTU mobil kembali ditutup, Fio memandangi tempat sekitarnya yang terasa sangat asing. Sebelumnya cewek itu tidak pernah menginjakkan kakinya di sini. Alizter menggandeng tangan Fio untuk keluar dari area parkir.

Morin sengaja tidak ikut karena banyak pekerjakan yang harus diselesaikan dengan segera, Alizter tidak memaksa kehendak istrinya. Pintu cafe dibuka lebar, tempat itu terasa sangat instagramable, banyak beground berbagai macam tema yang bisa dijadikan tempat untuk foto selfie atau bareng sama teman-teman.

Lain kali Fio ingin mengajak Retta, Friska, dan Karin. Ketiga cewek itu pasti juga sangat antusias ketika baru pertama kali melihatnya--seperti Fio sekarang.

Asik dengan memandangi cafe ini dan berdecak kagum, Fio sampai lupa bahwa Alizter sudah berjalan agak jauh didepan sana. Fio melangkahkan kakinya agak sedikit cepat mengejar ketertinggalan.

"Kita duduk dimana Pa?" tanya Fio, matanya berkeliaran mencari meja yang kosong.

"Terserah kamu aja, pilih yang menurut kamu nyaman," kata Alizter dan mengacak rambut Fio sambil tersenyum lembut. Cewek itu meringis geli ke arah Papanya.

Manik mata Fio tertuju pada sebuah bangku yang terlihat sangat elegan--cocok dijadikan tempat untuk berbincang.

"Di sana aja gimana Pa?" tunjuk Fio. Alizter mengikuti arah jari telunjuk anaknya.

"Boleh deh." Pria itu mengangguk singkat, langsung setuju dengan apa yang putrinya mau.

Senyum Fio mengembang ketika Alizter menyetujuinya. Cewek itu merasa tidak rugi-rugi amat untuk ikut ke sini. Tempatnya sangat nyaman hingga ia sendiri pun ingin tetap tinggal di sini. Gemerlip lampu temaram menyinari ruangan ini. Semakin membuat Fio betah dan terlena. 

Fio sudah mengabadikan foto selfienya dengan berlatarbelakang sebuah gambar kaktus yang diberi lampu hijau terang, tembok dibuat semirip mungkin dengan gambar batu bata yang dicat berwarna merah kehitaman. Ilusi gambar benda langit seperti awan, bintang dan juga bulan menyinari diatap langit.

"Yuk Pa, foto sama Fio," rengek cewek itu terus menepuk dan menggelayuti lengan Alizter.

"Nggak mau, nanti Mama kamu marah lagi sama Papa," ucap Alizter, kali ini menolak keinginan sang anak.

Jawaban papanya itu sontak membuat Fio langsung  cemberut dalam. "emangnya kenapa sih pa? Ayo foto sama Fio! Buat kenang-kenangan tauk!"

"Nanti mama kamu cemburu karena suaminya foto sama bidadari yang paling cantik ini ," ucap laki-laki itu dan tersenyum ke arah Fio. Tidak lupa, Alizter mengacak puncak kepala Fio lagi yang menyebabkan rambut cewek itu berantakan. Walaupun lagi-lagi Fio merasa kesal karena terus membenahi rambutnya kembali, namun ia suka diperhatikan seperti itu oleh Papanya.

"Ihh, Papa nggak usah bikin Fio malu." Fio mencubit pipi Alizter pelan.

***

"Kenapa papa ngajak Zafi  pergi ke tempat ini?" tanya Zafi ketika melihat sekitarnya, ia sekarang terpaku dan berdiri didepan Cafe Angelora.

"Nggak usah banyak tanya, nanti kamu sendiri juga tahu kok. Gih buruan masuk!" Aksa menatap Zafi yang masih berdiri kikuk.

"Mau apa kita ke sini pa?" tanya Zafi lagi, alih-alih langsung bergerak mengikuti perintah ayahnya barusan.

Aksa tidak menjawab, laki-laki itu malah melanjutkan berjalan dan masuk ke dalam tempat itu. Entah apa yang akan dilakukannya didalam Cafe itu nantinya, tetapi Zafi merasa tidak nyaman. Hatinya terasa gundah, tiba-tiba muncul dan bergejolak didalam raganya.

Cowok itu mulai berjalan menyusul Aksa, sorot matanya masih menatap keberadaan sekitar--membuatnya merasa tidak nyaman.

***

Dengan tampang wajah yang marah, Retta membuka pintu kamarnya dan mulai berjalan ke arah kamar Rani. Cewek itu menggebrak gebrak pintu kamar Rani. Otaknya sudah mendidih ingin meluapkan seluruh amaranya. Rani terus mengusik Retta. Retta merupakan tipe orang yang tidak bisa diganggu. Selagi ada barang yang hilang atau rusak, pasti cewek itu tidak tinggal diam.

"Ran! Bukain pintunya woy!" Retta masih memukul pintu kayu yang dicat berwarna putih. Gerakannya terbilang kuat, sarkas, dan tidak main-main.

Didalam kamarnya, Rani terkikik kecil. Sudah ia duga pasti Retta akan marah ketika dirinya melakukan hal ini.

"Kembaliin boneka teddy bear gue!" Retta masih menggerutu karena kekesalannya sudah memuncak parah.

Pintu kamar tidak kunjung dibuka oleh Rani. Cewek yang memiliki paras tidak jauh berbeda dari Retta itu sangat hobi mengusik kembarannya. Tentu saja, setiap hari Retta harus menahan ras sebal itu. Raganya sudah beberapa kali ia yakinkan supaya tidak terlalu menghiraukan Rani. Namun, pendirian itu langsung pupus setelah melihat kelakuan Rani didepan mata.

"Oke kalau lo nggak mau keluar juga, siap'siap aja ya lo nanti!" serunya lagi, "Ran? Lo inget sama headseat pemberian pacar lo nggak yang berbentuk kupu-kupu itu, kan? Jangan kaget! Benda itu sekarang ada digue. Oh satu lagi, headseat lo udah berapa banyak yang telah gue gunting ya?"

Krek!!

Bunyi pintu terdengar terbuka dan menampilkan sosok Rani dengan wajah yang sama seperti Retta lakukan sebelumnya. Marah bercampur dengan sebal.

"Lo dapat headseat gue di mana?" tanya Rani sudah ingin mendengar penjelasan dari Retta. Sorot matanya yang tajam terus terpaku ke arah wajah kembarannya.

***

Lambat laun Fio merasakan jenuh juga. Ia sudah tak bergairah lagi untuk berselfie di dalam tempai ini. Makanan yang sudah dipesan juga belum ia cicipi walaupun hanya sesuap sendok.

Cewek itu menyibuki diri dengan menscroll beranda instagram miliknya. Beberapa Pesan LINE dari Karin muncul dilayar ponselnya.

Karin cuantik bombay:
P
P
Fio!
Fi
Woy, lo lagi dimana?

Fio membaca pesan dari dari Karin. Ia mengerutkan keningnya ketika matanya menyorot kearah tulisan nama pengirim. Ah, Fio mendengus kesal. Fio merasa tidak memberi nama Karin seperti itu diponselnya, hal ini hanya satu kemungkinan dan pasti jika cewek itu sendiri yang mengubahnya. Fio mengetik.

Fioletta:

Gue lagi sama papa, emangnya
Kenapa Rin?

Tidak menunggul waktu lama, pesan dari Karin muncul lagi.

Karin cuantik bombay:
Nggak tahu, gue bingung mau aps
A

Fioletta:
Alah, palingan lo mau nyuruh gue makan boncabe:)

Karin cuantik Bombay:
Ih, lo jgn bawa"  kesayanganku.

Fioletta:

Stress lo

Layar yang semula memancarkan cahaya tiba-tiba redup, baterai ponsel Fio sudah kehabisan nyawa dan perlu diisi ulang daya.

"Pa, Fio ke sana dulu ya?" pamit Fio.

"Emang mau apa? Disini aja dulu. Bentar lagi mereka juga datang," ucap Alizter. Tangan kanannya menahan lengan Fio ketika cewek itu sudah beranjak dari kursi.

"Aku ke situ cuma mau minta pelayan buat ngecharger ponsel aku doang kok, ini udah mati total soalnya." Fio menunjukkan benda berbentuk pipih itu yang hanya menampilkan layar hitam.

Laki-laki itu memangguk yang berarti jawabannya adalah iya. Fio mulai berjalan menghampiri pelayan yang tidak jauh dari tempatnya duduk.

***

Zafio (END)Where stories live. Discover now