Compared

7.8K 1K 145
                                    

Warn:
NamJin, Writer!Seokjin, Editor!Namjoon.
BL, AU, Half-Fiction. Drabble

.
.
.

Seokjin menatap kosong layar komputernya yang sudah menyala selama beberapa jam namun tidak ada perubahan apapun di sana. Seokjin hanya diam menatap layar itu tanpa bergerak sama sekali.

Dia tahu apa yang harus dia lakukan, tapi Seokjin tidak bisa melakukannya. Seokjin sudah mencoba dan hasilnya tidak sesuai harapannya.

Seokjin rasa dia kehilangan kemampuannya. Padahal menulis adalah sesuatu yang Seokjin sukai sejak dulu dan memang menjadi penulis adalah mimpinya sejak kecil yang tidak disangka bisa terwujud.

Jari Seokjin bergerak menyentuh keyboard dan jarinya bergerak secara otomatis menekan huruf-huruf di keyboard.

'Tulis, Seokjin, kau harus menulis.'

Seokjin menulis kalimat itu berulang-ulang di layar komputernya hingga penuh namun dia tidak berhenti. Seokjin mencoba memfokuskan dirinya untuk mulai memikirkan sebuah cerita yang bagus namun Seokjin selalu terhenti.

Jemari Seokjin berhenti menari di atas keyboard dan dia menghela napas lagi. Seokjin menatap layar komputernya yang penuh dengan kalimat yang sama, Seokjin menghela napas pelan dan memutuskan untuk menghapus dokumen yang terbuka itu.

"Seokjin?"

Seokjin diam saat mendengar suara itu dan tak lama kemudian seorang pria berjalan menghampirinya. "Kau sudah menentukan draft mana yang akan kau gunakan untuk karyamu selanjutnya?"

Seokjin tahu siapa yang baru saja bertanya padanya, itu editornya, Namjoon.

Seokjin menggeleng, "Semuanya sama, semuanya tema yang pernah dikerjakan oleh penulis lainnya, tidak ada yang spesial."

Namjoon mengangkat sebelah alisnya, "Lalu? Memangnya kenapa?"

"Aku tidak mau dibandingkan lagi, aku bosan membuat satu cerita baru namun komentar yang kuterima hanya membandingkanku dengan penulis yang pernah membuat tema yang sama sepertiku."

Namjoon diam, dia tahu apa yang Seokjin katakan memang benar. Seokjin sudah membuat beberapa karya namun beberapa yang dia buat belakangan ini selalu dibandingkan dengan karya orang lain.

Bahkan tidak sekali Seokjin dituduh menjiplak karya orang lain dan itu membuat Seokjin stress.

Yah, Namjoon bisa mengerti itu, siapa yang suka dituduh menjiplak begitu saja disaat dia tidak melakukan apapun yang mengandung unsur menjiplak?

Namjoon tahu Seokjin suka membuat draft dan part pendek yang dia post di sosial media kemudian nantinya akan dia seleksi dan dia buat menjadi satu karya utuh. Namun belakangan ini Seokjin tidak bisa melakukan itu karena hal pertama yang Seokjin terima adalah komentar yang mengatakan bahwa draftnya mirip dengan tema yang sudah dipakai oleh orang lain.

Selalu mendapatkan komentar seperti itu membuat Seokjin ragu, pernah mendapat tuduhan menjiplak membuat Seokjin lebih berhati-hati dan akhirnya dia akan berusaha mencari sesuatu yang benar-benar berbeda karena Seokjin takut dia akan dituduh menjiplak lagi.

"Aku membuka review untuk bukuku yang terbaru, mereka bilang buku itu mirip sebuah film." Seokjin mendongak menatap Namjoon, "Apa aku akan dituntut?"

Dahi Namjoon berkerut, "Apa yang kau bicarakan? Tentu saja tidak, bukumu tidak mirip dengan film apapun."

Seokjin kembali menatap layar komputernya, "Well, tapi itu yang orang-orang katakan. Sepertinya aku tidak bisa lagi menulis tanpa mendapatkan komentar seperti itu. Semuanya akan dibandingkan dengan karya orang lain, tidak peduli bahkan ketika aku mengatakan aku tidak terinspirasi atau lainnya."

Namjoon menghela napas pelan, dia memutar kursi Seokjin hingga menghadapnya. "Dengar, ide cerita memang biasanya hanya berputar di lingkaran yang sama. Tapi jika kau menyajikannya dengan berbeda, maka itu adalah karyamu sendiri."

"Kurasa tidak semua orang berpikir seperti itu."

"Seokjin.."

Seokjin memainkan jarinya di atas pangkuan, "Tidak, tidak peduli seperti apa aku menyajikan cerita itu dan bagaimana aku membuatnya benar-benar berbeda, mereka akan mengatakan hal yang sama. Mereka akan mengaitkan apapun yang ada di dalam sana dengan karya yang ada."

Seokjin menghela napas pelan, "Aku mulai merasa semua ini percuma. Untuk apa aku menulis jika tema yang kurencanakan semuanya sudah ada? Untuk apa? Untuk apa aku menulis jika akhirnya aku akan dibandingkan dengan orang lain?"

Namjoon meraih tangan Seokjin dan menggenggamnya. "Ingatlah apa yang membuatmu menulis di awal. Kau memiliki mereka yang menunggu buku barumu."

Seokjin memperhatikan tangan Namjoon yang menangkup tangannya dan melihat cincin yang melingkar di jari manis Namjoon. Cincin yang sama dengannya.

"Aku tahu.."

"Dan kau akan terus menulis, kan?" Namjoon menggerakan tangannya dan mengusap sisi wajah Seokjin.

Seokjin mengangguk, "Aku hanya butuh waktu." Seokjin menghela napas pelan, "Selalu dibandingkan membuatku mulai lelah. Bahkan rasanya aku tidak mau memikirkan draft baru karena aku tahu mereka akan langsung membandingkan draft itu dengan karya orang lain."

Namjoon berdiri, "Kalau begitu kau butuh istirahat. Ayo kita pergi malam ini, aku akan membelikan makanan kesukaanmu."

Seokjin tersenyum, "Apa editor boleh melakukan ini? Seharusnya editor mengingatkan sang penulis untuk bekerja dan bukannya bermain-main."

"Well, sebagai editor yang baik aku tahu penulis dalam kondisi murung tidak akan menghasilkan karya yang bagus." Namjoon membungkuk dan menyatukan dahinya dengan Seokjin, "Dan sebagai tunanganmu aku juga tahu bahwa saat ini Jinseokku butuh istirahat."

Seokjin tersenyum lebar, "Apa sebaiknya ini kuadukan pada penerbit? Editor terbaik mereka justru mengajak penulisnya berkencan."

Namjoon berdecak, "Baby, kita tinggal di rumah yang sama. Jika kau melaporkan pada penerbit dan mereka mengganti editormu, aku akan tetap berada di sekitarmu dan mengganggumu seperti ini."

Seokjin tertawa keras mendengarnya, "Baiklah, kau menang. Ayo pergi jalan-jalan, aku tidak akan menulis sampai aku merasa perasaanku membaik."

Namjoon menangkup wajah Seokjin, "That's my baby." Namjoon mengecup ujung hidung Seokjin, "Kau tahu selamanya aku akan mendukungmu, Seokjin. Aku tahu dibandingkan memang menyebalkan, tapi percayalah, masih ada orang-orang yang mendukungmu secara tulus."

"Dan aku akan menjadikan orang-orang itu sebagai alasan kenapa aku tidak akan berhenti berjuang." Seokjin tersenyum, "Aku mengerti itu."

Namjoon tersenyum, "That's my Jinseok."

The End

.
.

Inspired by true events. Myself.

But I don't have Namjoon.

DreamcatcherWhere stories live. Discover now