A

345 58 20
                                    

"Anjing"

Samatoki x Reader
(Hypnosis Mic)

Writer: RainAlexi123

***

"Eh, ada anjing!"

Samatoki menoleh ke sebelahnya, dimana perempuan dengan senyum lebar sedang menunjuk wajahnya.

"(Name)," Samatoki menggerutu, "berhenti mengataiku anjing."

(Name) hanya bergumam pelan kemudian kembali menoleh ke depan, dimana mereka berdua sedang menelusuri salah satu jalan yang ada di Yokohama.

"Aku tahu kau marah karena aku selalu menunda rencana kita untuk membelikanmu binatang peliharaan," sahut Samatoki menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "tapi memanggilku dengan sebutan anjing itu—kau berencana membuatku marah?"

"Bukannya kau selalu marah?" tanya (Name) menoleh ke arah Samatoki, "atau mau kupanggil kuda?"

"Tidak keduanya, aku bukanlah binatang, namaku juga bukan nama binatang," sahut Samatoki menghela napas panjang, "aku selalu marah—tapi kau dan Nemu pengecualian, bukannya kau sudah tahu?"

(Name) tidak mengucapkan apa-apa, namun senyum kecil terlukis di wajahnya.

"Aku tahu kok."

Samatoki menoleh ke arah (Name), tapi perempuan itu dengan cepat menoleh ke depan dan ekspresinya sedikit mencerah, bersamaan dengan dirinya berhenti dan tangannya yang terangkat untuk menunjuk toko yang ada di depannya.

"Ah, sudah sampai—" ucap (Name) membuat Samatoki menoleh ke arah yang (Name) tunjuk, "toko binatang peliharaan."

"Jadi, binatang apa yang mau kau beli?"

"Anjing!"

Samatoki menoleh ke arah (Name), kembali mendapati perempuan itu menunjuk wajahnya.

"Sudah kubilang aku ini bukan anjing."

"Aku tahu~" ucap (Name) membuka pintu toko tersebut, yang disambut oleh penjaga toko yang ada di dalam.

Samatoki terdiam sejenak, sebelum akhirnya menghela napas dan ikut masuk.

"Binatang seperti apa yang Anda inginkan, Nona?"

"Aku ingin kucing," jawab (Name).

Samatoki hanya mengerutkan alisnya saat mendengar jawaban (Name).

"Hei, jangan main-main, (Name)," sahut Samatoki melihat (Name) pergi ke bagian kucing-kucing peliharaan dipajang.

"Hm, sudah kuduga," ucap (Name), "aku inginnya kucing," sambungnya sambil mengangkat seekor kucing berbulu putih.

Samatoki tak membalas lagi, hanya memperhatikan (Name) yang kembali meletakkan kucing berbulu putih itu, sebelum akhirnya mengambil kucing yang lebih kecil—dengan bulu berwarna cokelat.

"Aku ingin yang ini saja," ucap (Name) pada sang penjaga.

"Baiklah, mari ikuti saya untuk mengurus surat adopsinya," ucap sang penjaga sedikit menunduk, sebelum akhirnya berjalan menuju meja resepsionis.

"Jadi kau benar-benar membeli kucing?" tanya Samatoki melihat (Name) memeluk kucing kecil itu.

"Untuk apa membeli seekor anjing jika aku sudah punya satu?" gumam (Name).

"Kau punya anjing?" tanya Samatoki sedikit terkejut.

(Name) mengangguk sambil menunjuk Samatoki, kali ini senyum mengejek terlukis di wajah (Name). Samatoki yang melihat jawaban (Name) kembali menghela napas untuk kesekian kalinya, kemudian menepuk keningnya.

"Hah, terserah padamu, onna."

(Name) hanya terkekeh, sebelum akhirnya berjalan lalu duduk di depan meja resepsionis dan mulai mengisi formulir yang diberikan.

"Aku akan menamainya Choco~" ucap (Name) menulis nama yang baru dia sebut.

Tak perlu waktu lama bagi (Name) untuk mengisi semua data yang ada, dan dalam waktu singkat itu pun (Name) secara resmi sudah menjadi pemilik Choco, kucing barunya.

"Kau mau tahu kenapa aku memanggilmu anjing?" tanya (Name) saat mereka sudah keluar dari toko tersebut.

"Aku selalu ingin tahu, tapi kau tidak pernah menjawabnya," sahut Samatoki.

"Kau pernah mendengar istilah 'mantan adalah anjing'?"

Tak perlu waktu lama bagi Samatoki untuk mengerti.

"Apa karena hubungan kita yang adalah mantan?"

"Tepat sekali! Tapi, terima kasih, Samatoki," ucap (Name) tersenyum, "sudah mau menemaniku, walaupn kita bukan siapa-siapa lagi bagi satu sama lain."

"Sini kubawa kucing itu," ucap Samatoki menunjuk keranjang yang (Name) bawa, berisi Choco yang sedang tertidur—mengabaikan ucapan (Name) barusan.

"Tidak perlu, nanti kamu bertengkar dengan Choco—kan anjing dan kucing tidak akur," sahut (Name) menggeleng.

"Sampai kapan kau akan terus menganggapku anjing (Name)?" tanya Samatoki.

"Selamanya?" sahut (Name).

Samatoki hanya mendecih kemudian menoleh ke depan, ekspresi tak senang masih terlukis di wajahnya.

"Kau bahkan tidak membiarkanku membayar biaya adopsi si Choco."

"Itu karena aku membeli kucing," ucap (Name) melihat kucingnya, "kau hanya berjanji untuk membelikanku anjing, kan?"

"Apa bedanya dengan kucing, hah?"

"Humph, anjing mana mungkin mengerti penjelasan manusia," sahut (Name), "jadi rasanya percuma menjawab pertanyaanmu."

"Kau ini—"

"Oh lihat, itu mereka," ucap (Name) menunjuk tiga laki-laki yang kini sedang mendekati mereka berdua.

"Huh, akhirnya datang juga mereka," sahut Samatoki, "Matenrou."

(Name) menoleh ke arah Samatoki, hendak membalas ucapan sang lelaki namun tiba-tiba ada yang memegang kedua pundaknya.

"(Surname)-san, apa yang kau lakukan disini?" tanya Jakurai dengan ekspresi khawatir.

"Membeli binatang peliharaan bersama Samatoki," jawab (Name) "lihat, kami membeli seekor kucing."

Ekspresi Jakurai berubah menjadi terkejut, sebelum akhirnya kembali normal.

"(Surname)-san, ayo pulang ke Shinjuku," sahut Doppo disusul anggukan kepala Hifumi.

Mereka bertiga kemudian membawa (Name) pergi. (Name) kemudian menoleh ke belakang dan melihat Samatoki sedang melambai padanya.

"Hati-hati," ucap Samatoki tanpa bersuara—hanya melalui gerakan mulutnya.

Senyum (Name) melebar, dan perempuan itu melambai pada Samatoki.

"Kau melambai pada siapa, Koneko-chan?" tanya Hifumi.

"Samatoki," jawab (Name) masih menoleh ke belakang dan melambai pada laki-laki bertemperamen rendah itu.

"Begitu ya?" sahut Jakurai.

Saat (Name) sudah puas melambai, perempuan itu kembali fokus pada kucingnya. Saat itulah ketiga anggota Matenrou menoleh ke belakang.

Tidak melihat siapapun disana.

First Collaboration: AlphabetWhere stories live. Discover now