05

44 4 0
                                    

Hai! Apakah ada yang membaca cerita ini?
.
.

Author's POV


Tidak ada percakapan antara Jinhwan dan Soolna selama perjalanan dimobil menuju rumah orang tua Jinhwan, hanya terdengar lantunan lagu classic yang diputar dari radio mobil dan hembusan angin Jeju yang cukup kencang.

Setelah menempuh 20 menit perjalanan dari bandara, Jinhwan dan Soolna akhirnya sampai. Rumah yang cukup luas dengan pemandangan kebun jeruk ini, selalu menjadi kenangan manis untuk Soolna, bagaimana tidak, semasa kecilnya tempat ini selalu menjadi tempat bermainnya.

"Akhirnya datang!" Jung Hana, eomma Jinhwan berseru keras, "Pasti lelah kan? ayo cepat masuk" ibu Jinhwan menuntun tangan Soolna untuk masuk sebelum.

"Ibumu masak banyak sekali! Seperti menyiapkan sebuah pesta" ujar Kim Dong Il, appa Jinhwan. "Ia selalu bersemangat kalau mau bertemu menantunya".

Jinhwan tersenyum kecil, orang tuanya begitu menyukai Soolna dari kecil, bahkan sejak dulu ibunya berharap Soolna dapat menjadi menantunya, walaupun harapan ibunya terkabul tapi Jinhwan tidak yakin bahwa harapan itu adalah sesuatu yang membahagiakan, terutama untuk Soolna.
.
.
.
Jam menunjukan pukul 2 malam, entahlah ini pagi atau malam, Soolna duduk dilantai sambil menyenderkan punggungnya pada kasur, menatap Jinhwan yang bisa-bisanya terlelap setelah adegan dramatis di pesawat kemaren.

Soolna cukup lama terduduk sampai akhirnya ia memutuskan untuk pergi mencari udara segar.

Saat ia membuka pintu rumah, ia langsung disapa dengan angin Jeju yang berhembus cukup kencang, "Semoga angin ini bisa membawa segala rasa malu dan sedihku" Soolna berujar kecil sambil tersenyum miris.

Langkahnya makin menjauh dari rumah, berhenti disebuah bangku kayu yang tidak jauh dari kebun jeruk milik tetangga Jinhwan.

"Aku menjadi pemberani ternyata jika sedang sedih, padahal dulu kalau malam keluar kamar saja takut"

Pikiran Soolna masih melayang, membayangkan kejadian di pesawat selalu membuatnya ingin menangis, ia sangat malu, malu bahwa bisa-bisanya Harun memeluk jinhwan dihadapannya, dihadapan istri sah seorang Kim Jinhwan.

Setelah lama merenung, Soolna menjadi mengantuk, lalu memutuskan untuk merebahkan tubuhnya dibangku kayu tua itu daripada harus kembali kerumah dan tidur disebelah suaminya yang entah kenapa melihatnya saja membuat Soolna muak.
.
.
.
Soolna terbangun, matanya mengerjap melihat matahari terik yang mengarah kepadanya dan badannya terasa mati rasa, dingin, beku, ia baru sadar bahwa ia tertidur sepanjang malam di dekat kebun hanya dengan baju tidur tipis seadanya.

Soolna mencoba untuk duduk dan merasakan kepalanya seperti diremas, sakit. Dengan tenaga seadanya ia mencoba untuk kembali kerumah, samar-samar ia melihat sosok pria yang mendekat ke arahnya, entah siapa.

Kaki Soolna sudah tak bisa digerakan lagi dan sosok pria itu makin mendekat, sekarang pria itu berlari. Setelah pria itu berada tepat didepan Soolna, ia tersadar bahwa itu Jinhwan.

"SIALAN KAU KIM JINHWAN! Enyahlah! Jangan mendekatiku! Aku bersumpah—-" belum selesai Soolna mengucapkan kalimat terakhirnya, tiba-tiba pandangannya kabur dan semua terasa gelap.
.
.
.
"Soolna-ah kau sudah bangun?" Soolna berusaha membuka matanya, melihat ibu dan ayah Jinhwan yang berdiri disudut kasurnya dengan wajah yang sangat khawatir.

"Eumm—- sakit" Soolna masih merasa lemas dan sakit dibagian kepalanya.

"Istirahatlah dulu, Jinhwan akan menemaninu" Soolna ingin berteriak untuk menolak tapi ia benar-benar terlalu lemas bahkan untuk membuka mulutnya.

"Ayo keluar sayang" ayah Jinhwan mengajak sang istri keluar, meninggalkan Soolna dengan Jinhwan yang baru saja masuk ke kamar dengan membawakan segelah air hangat.

"Soolna-ah kau kenapa? Maksudku kenapa bisa tertidur disana?" Jinhwan menatap Soolna dengan wajah sendu, ia sadar mungkin ini akibat ulahnya.

Soolna hanya diam dan menggeleng, ia bingung akan semua ini.

"Soolna-ah kau tau betapa khawatirnya appa dan eomma tadi? Mereka sampai ingin kau dirawat dirumah sakit" Jinhwan bercerita.

"Kau selalu membuat mereka bahagia, terutama eomma, bagi eomma kau seperti Jiyeon nuna" Jinhwan tersenyum, "Terimakasih selalu dapat membuat eomma dan appa tersenyum kembali" lanjut Jinhwan.

Soolna menutup matanya, Jiyeon, kakak perempuan Jinhwan yang telah tiada akibat tabrakan 18 tahun lalu, inilah salah satu alasan kenapa perpisahan Jinhwan dan Soolna akan menjadi berat karena orang tua Jinhwan menganggap Soolna sebagai pengganti Jiyeon.

"Apa bagimu aku hanya seorang pemain cadangan yang harus membuat orang lain bahagia tanpa memikirkan perasaanku sendiri?" Soolna berujar masih dengan menutup matanya erat, ia bersumpah ia tak mau berbicara seperti itu apalagi terkait keluarga Jinhwan tapi entah kenapa rasanya ia akan meledak jika tidak mengatakan itu.

"Kau? Maksudmu apa? Kita telah menbicarakan ini bukan? Bahkan kau yang paling tau perasaan eomma dan appa" Jinhwan terbawa emosi, iya, Soolna tau betul betapa orangtua Jinhwan sedih saat kehilangan Jiyeon dan dari kecil selalu menganggap Soolna sebagai anak perempuannya sendiri.

"Entahlah Jinhwan!" Soolna berteriak pada Jinhwan. "Pergi!" Lanjut Soolna, kepalanya makin berdenyut sakit.

"Tidurlah" Jinhwan berlalu.
.
.
.
Jam menunjukan pukul 4 sore saat Soolna terbangun, rumah Jinhwan terdengar sangat sunyi, tidak ada suara apapun.

Soolna beranjak keluar dari kamar dan tidak menemukan siapa-siapa. Ia terduduk di sofa ruang tengah dan tiba-tiba matanya memanas, air mata Soolna jatuh begitu saja, mungkin ia terlalu lelah akan hidupnya sampai menangis tanpa alasan begini.

Dilain sisi Jinhwan yang baru datang dari luar untuk membeli telur ke toko, terkejut melihat Soolna menangis kencang diruang tengah. Ia bingung harus melakukan apa sekarang, jika ia datang dan memeluk Soolna, pasti rasanya akan sangat aneh.

Jinhwan akhirnya hanya terdiam dan menunggu Soolna berhenti menangis.

"Aku pulang" Jinhwan masuk ke ruang tengah.

"Kau darimana? Eomma dan appa kemana?" Soolna yang terkejut melihat Jinhwan datang mencoba menghapus air matanya yang masih tersisa.

"Ah itu... mereka mendengar perdebatan kita tadi dan.... kau tau kan... mereka sensitif jika menyangkut masalah nonna" Jinhwan duduk disamping Soolna, merebahkan badannya yang terasa berat.

"Mereka mendengarnya? Aku—-" tiba-tiba perasaan Soolna menjadi tak enak, ia salah telah melibatkan orang tua Jinwan dalam masalah ini.

"Sudah tak usah dipikirkan, mereka hanya butuh ketenangan jadi mereka pergi ke pemandian air panas" Jinhwan meyakinkan Soolna.

Soolna mengangguk kecil. Entah darimana Soolna rasanya ingin meluapkan semua kata hatinya pada Jinhwan.

"Jinhwan-ah aku ingin memberitahu sesuatu"

"Katakanlah, apapun" Jinwan merubah posisi duduknya menjadi ke arah Soolna.

"Apakah bercerai saja?"

.
.
.
TBC

WifeWhere stories live. Discover now