LDUM-7

1.9K 150 5
                                    

Sekarang dia berdiri di hadapanku dengan mata yang setengah terbuka, dia ini pintar dalam keadaan mabuk saja bisa berpikir untuk memegang kedua bahuku, ku tepiskan tangannya dan berhasil. Tapi secepat mungkin di ambil tanganku dan ditarik agar mengikuti langkahnya. Aku hanya pasrah, tapi aku akan mengambil kesempatan dalam kesempitan jika dia lengah.

Benar saja lorong tengah adalah jalan menuju pintu keluar, aku harus memutar otak agar bisa lepas dari lelaki tak waras ini. Belum sempat aku berpikir, punggungku sakit sekali karena membentur mobil. Ya Allah, dia ini gila mendorong wanita yang tak dikenal.

Sepertinya aku mengenali wajah ini, wajar saja di dalam penerangannya minim. Dia..

Pria bertopi biru tua!

Ya, dia yang memanggilku 'Mbak' ketika di cafe. Aku mengakui lagi bahwa dunia itu sempit.

Dia maju mendekat padaku, sebelum terjadi sesuatu yang tak di inginkan, aku langsung saja menampar wajahnya agar dia sadar.

"Ssshhh, eungh.. wanita gila," dia mundur dan yeah! Ini yang dinamakan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku berlari dengan perasaan bahagia, akhirnya aku terlepas dari kedua lelaki dan tempat biadab itu.

Terimakasih Ya Rabb
.
.

Sejenak ku lupakan kejadian itu, kejadian yang sangat menyakitkan hatiku, sangat. Saat ini aku ingin bernostalgia dengan kenangan manis, kata-kata saja tak cukup puas bagiku untuk mengurangkan sedikit rasa rindu.

Kenangan yang tak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun, melihat raut wajah bahagia keluarga kecilku. Jarang sekali keluargaku bisa berkumpul, bercanda ria, saling tertawa dan saling menjahili satu sama lain.

Suara tawa masih terngiang jelas di ingatan, ku tersenyum memejamkan mata mencoba meresapi aura bahagia sehingga membuatku merasakan moment itu, moment terakhir yang ku alami. Ya, itu adalah moment terakhir bagiku.

Aku masih ingat perkataan Kak Frans, kakak pertamaku.

"Mar Mar pasti nanti jadi dewasa kaya Kakak dan Kak Doris, Kakak cuman pesan sama Mar Mar. Kalau jadi orang itu jangan cuek bebek kayak Doris. Setiap waktu pasti yang di pegang buku terus, gimana mau ada cewek yang deketin. Mending contoh nih Kakak, handsome kaya Justin Bieber, iya. Nah nanti kamu cantik kaya Selena Gomez.

... friendly, iya. Humble, iya. Suka menolong, iya. Nah point terpenting itu.. caper, tau 'kan caper. Kakak 'kan ganteng ya, udah pasti kalo caper banyak yang merhatiin. Kamu juga cantik pasti nanti banyak yang merhatiin. Udah si itu pesan Kakak."

Kak Frans itu memang percaya diri sekali, kalo kata anak zaman sekarang 'holang ganteng mah bebas' hihi. Aku sangat menyayangi Kak Frans, tubuh dia yang selalu merengkuh di saat aku terpuruk. Dia yang membusungkan dada jika berhadapan dengan anak yang mem-bully-ku.

Namun, perlakuan seperti super hero itu tak terjadi lagi sampai sekarang, tak ada yang membelaku lagi seposesif Kak Frans. Malah yang diinginkan dia aku lenyap dari muka bumi ini. Tidak ada lagi sosok super hero di belakangku. Semuanya tandas begitu saja ketika aku memutuskan untuk berpindah agama.

Ah, air mata jatuh begitu saja, aku ini cengeng sekali, hehe. Sudahlah aku tak mau larut dalam kesedihan lagi, yang terpenting sekarang aku tahu keadaan mereka sehat.

Ku rapihkan buku yang berceceran, ku lihat jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aku sampai rumah jam 22.30. Aku tidur sebentar lalu bangun untuk menunaikan sholat malam. Dan berakhirlah dengan coretan-coretan di buku.

Aku mengantuk sekali, ku harap aku tak kebablasan nantinya. Bismillah. Selamat tidur kembali duhai tubuhku yang lelah.

.
.
.

Tidurmu jangan terlalu larut, sebab tubuhmu butuh istirahat. Kalau soal rindu 'kan masih bisa di ulang esok hari.


Luka Di Ujung MentariWhere stories live. Discover now