2. Hari Pertama

28 5 2
                                    

Selamat malam!

Hari ini aku update lagi! Yeayyyy!!!

Besok, 17 April 2019 akan menjadi salah satu hari bersejarah bagi Indonesia. So, gunakan hak pilihmu sebaik mungkin, ya!!! Btw, siapa yang besok nyoblos ke TPS?

Ok, siap baca?

Komen yang banyak, ya!

Siap?

Here we go!

Mataku bergerak lincah mencari keberadaan Zain ditengah padatnya kantin. Tadi malam saat aku membuka aplikasi instagram, tiba-tiba aku mendapatkan pesan dari Zain yang memintaku bertemu di kantin saja, bukan di kelasnya. Sekalian makan, katanya. Aku menurut saja, mengiyakan.

Nah itu dia! Zain duduk di salah satu meja food court, hanya sendiri. Di hadapannya sudah terdapat sepiring nasi goreng yang sudah habis setengahnya, juga ada segelas teh manis yang masih penuh.

Kayaknya aku harus jajan dulu deh, biar sekalian makan. Ya begini, jadi julik sepertiku harus pintar-pintar mencari kesempatan. Kuputuskan untuk membeli sebungkus cireng dengan susu kotak rasa vanila. Kemudian aku segara menghampiri meja Zain. Aku tersenyum dulu sebelum menghampirirnya.

"Zain, ya?" sapaku basa-basi.

Zain menatapku sambil mengangkat sebelah alisnya. Tahu kok Zain, kamu keren. Tapi please, jangan natap aku kayak gitu, malah bikin takut. Serius deh, dari matanya itu seolah memancarkan api kekesalan. Aku salah apa ya? Eh, jangan suudhon, Ri!

Aku tersenyum untuk menginterupsi tatapan menakutkannya.

"Udah tahu, kenapa nanya," sahutnya menyeletuk dengan nada yang ketus.

Bibirku terkatup rapat, speechless. Baru kali ini aku disambut dengan sebegitu ketusnya oleh narasumber. Tama yang pacarnya buas saja tidak seketus itu. Sabar, Riri, ayo kerja!

Aku terkekeh sebagai formalitas. "Mau mastiin aja, saya boleh duduk di sini, ya," kemudian aku duduk tanpa menunggu persetujuannya.

Zain melanjutkan makannya, seolah menganggapku tidak ada di hadapannya. Baiklah, baiklah, tidak masalah. Sudah biasa, narasumber mah bebas, ya, kan?

Selama sekitar lima menit, tidak ada yang berbicara di antara kami. Selama itu, aku memutuskan untuk memakan cirengku dan sesekali meminum susu vanila yang tadi aku beli.

Setelah aku menghabisakan cireng berikut susu vanila, kulihat makanan Zain belum juga habis. Ia sangat santai juga tidak bersuara sedikit pun. Jika begini terus aku tidak yakin briefing awal akan selesai hari ini juga.

Aku berdeham pelan. "Zain," panggilku, membuatnya mengalihkan pandangan padaku. Menatapku dengan tatapan bertanya. Ngomong dikit, kek, jangan pakai gestur terus.

Aku tersenyum dulu sebelum berbicara. "Maaf ganggu waktu istirahat kamu, ya. Saya benar-benar nggak bermaksud demikian. Kayak yang udah saya bilang di DM, kegiatan ini salah satu program ekskul jurnalis. Saya harap kamu bisa diajak kerjasama."

Aku memberi jeda ketika Zain menganggukkan kepalanya. Ya, aku memutuskan untuk menjelaskannya sekarang saja.

"Hm, kamu tenang aja. Selama sepuluh hari ini, saya nggak setiap hari wawancarain kamu. Ya paling di hari terakhir, saya bakalan full wawancarain kamu. Selebihnya saya cuma mengikuti kegiatan kamu, itu pun dari jauh, ya paling deket semeter dari kamu lah, nggak sedeket kayak sekarang ini.

"Jadi kamu nggak merasa diikutin parasit hehe." Aku mencoba bercanda, dan Zain masih menatapku lurus. "Saya hanya mengikuti kamu dan mengamati kegiatan kamu. Oh iya, paling sesekali nanyain agenda kamu selama sepuluh hari ke depan. Saya bakalan mengamati kamu di jam istirahat dan pulang sekolah, sampai pukul lima. Kalau weekend kamu ada acara, nanti kabari saya, ya. Saya juga dituntut untuk ikut semua kegiatan kamu selama sepuluh hari ke depan." Aku mengakhiri penjelasan panjangku dengan tersenyum.

Jurnal Harian (Sudah Diterbitkan)Where stories live. Discover now