4. Hari Ketiga

23 4 2
                                    

Selamat hari Sabtu!

Thanks banget ya, udah nyampe target. Big love buat temen-temen yang udah nyempetin baca ceritaku<3 I have free time, jadi aku mau update sekarang.

50 views untuk bab berikutnya. Boleh komen, boleh vote. Selamat membaca.

Siap?

Siap?

Oke, here we go!

Aku sudah menunggu Zain sekitar sepuluh menit setelah bel istirahat berbunyi. Namun Zain belum juga muncul di kantin ini. sambil menunggu Zain, aku sudah membeli seperangkat jajanan mulai dari wafer, susu kotak rasa cokelat, dan sebungkus cimol yang masih panas. Ya ampun, hari ini aku sudah jajan banyak sekali.

Durasi waktu istirahat di sekolahku memang cukup lama. Ya cukuplah kalau-kalau kamu mau menonton satu episode drama korea pas jam istirahat. Sekolahku ini memang sangat pengertian mengenai jam istirahat yang diterapkan. Ya seimbanglah dengan durasi belajar yang harus kami tempuh sampai sore hari.

Bagaimana? Kalian tertarik untuk bersekolah di sekolahku ini?

Kembali lagi pada Zain, sampai makananku ludes semua, Zain belum juga datang. Bagaimana ini? Kalau sehari saja aku melewatkan jadwal pengamatanku, bisa-bisa aku habis diceramahi Kak Fahmi. Daripada bingung, lebih baik aku chat Zain saja.

Utari Septira : Zain, lagi dimana? Maaf ganggu hehe...

Tidak lama kemudian pesan yang kukirimkan pada Zain mendapatkan tanda telah dibaca oleh si penerima pesan.

Zain Adam Harun : Bentar, gue otw kantin.

Oke sip. Aku akan menunggu Zain. Kulirik jam di ponsel yang menunjukkan bahwa waktu istirahat tinggal dua puluh menit lagi. Zain ini dari mana saja ya? Aku jadi penasaran.

Nah itu dia! Zain datang dengan tergesa-gesa menuju mejaku. Kemudian ia duduk di hadapanku. Aku tersenyum sambil mengangguk sopan. Aku tidak berbicara apapun, sebab tugasku kali ini hanya mengamati, bukan mewawancarai.

Zain tersenyum balik padaku. Dia terkekeh sebentar kemudian memasang tampang seriusnya. Zain ini kenapa?

"Sori ya lama, tadi gue ketemu Kak Tora dulu."

Aku mengangguk mengerti. Kenapa Zain harus minta maaf?

Oh, mungkin Zain merasa bersalah sebab ia sudah bilang padaku untuk bertemu di kantin dan dia terlambat datang. Hm, kalau dipikir-dipikir ini adalah salahku sebab harusnya aku yang mengamati Zain, dan bukan menunggu Zain mengabariku ia ada di mana. Biasanya juga aku yang mencari narasumber, ah! Lain kali aku tidak boleh kecolongan lagi seperti ini.

"Kenapa diem?" Zain bertanya.

Emang tugasku hanya mengamati kan? Dari tadi aku melakukan tugasku, kok.

Aku memasang tampang bingung dengan mengangkat kedua alis. "Emangnya kenapa, Zain?"

Zain terkekeh pelan. "Ngobrol dong, temenin gue ngobrol."

Aku cukup kaget, sih, dengan ucapan Zain barusan. Ini pertama kalinya ada narasumber yang mengajakku terlibat dalam kesehariannya.

"Oh iya, Zain, mau ngobrolin apa? Ada yang perlu didiskusikan? Atau kamu mau kritik cara mengamati aku?" aku menawarkan beberapa topik pembicaraan.

Zain tertawa. "Ri, lo kalo sama narasumber lain juga gini?"

Lagi-lagi Zain bertanya hal tentang diriku yang pertanyaannya kurang spesifik dan mungkin akan agak kurang penting dibahas.

Jurnal Harian (Sudah Diterbitkan)Where stories live. Discover now