3. Hari Kedua

18 4 0
                                    

Hai. Aku mau menepati janji, hehehe. Views cerita ini udah mencapai 30, so, ya, ini untuk kamu-kamu yang tungguin cerita ini update. Makasih, ya.

Aku pasang target lagi, deh. Kalo views nya udah mencapai 40, aku update cepat. Makanya, ajakin temen kamu juga buat baca cerita ini, ya!!!

Ok, enough for basa-basi.

Siap baca?

Komen, boleh lah :D Vote juga boleh :D

Siap?

Siap?

Here we go!

Kemarin, saat aku mengikuti kegiatan Zain untuk kumpulan ekstrakurikuler seni, aku sungguh mendapatkan informasi yang baru dan tidak aku sangka sebelumnya.

Setelah meminta izin di depan anggota rapat yang hadir, aku langsung mengambil posisi di sudut ruangan. Posisi ini sangat menguntungkanku saat memulai pengamatan. Selain mengamati Zain, aku juga mengamati peserta rapat yang merupakan perwakilan dari setiap divisi ekstrakurikuler seni, yang terdiri dari ketua dan anggotanya. Banyak teman sekelasku yang juga hadir di sana, jadi aku tidak terlalu merasa asing.

Kata Zain, ini adalah rapat evaluasi kegiatan pagelaran seni yang berhasil itu. Aku sangat berterimakasih pada Zain sebab memperbolehkanku mengikuti rapat ini. Dengan begini aku harap aku bisa menulis artikel yang lengkap.

Rapat dibuka oleh Zain sendiri sebagai ketua pelaksana. Sebelum membahas inti dari rapat, Zain terlebih dahulu menyapa para ketua dari setiap divisi sebagai bentuk terima kasih dan penghormatan sebab telah mempercayai Zain sebagai ketua pelaksana . Selanjutnya Zain mulai mengevaluasi kegiatan tersebut dan hal apa saja yang menurutnya perlu diperbaiki untuk ke depannya.

Rupanya, desas-desus mengenai kepemimpinan Zain yang bagus itu memang benar. Aku saja tidak menyangka bahwa yang berbicara di depan sana adalah Zain.

Gimana ya? Saat memimpin rapat seperti ini saja, jiwa leadershipnya sudah terlihat apalagi saat memimpin pagelaran seni yang sukses itu. Mulai dari cara bicara yang tidak kaku namun berwibawa, diskusi dua arah dengan peserta rapat, tersenyum bijak ketika mendengarkan keluhan, solusi, atau kritik dan saran.

Ya, citra Zain di mataku yang cuek, setelah hari kemarin berubah jadi citra Zain yang jiwa kepemimpinannya keren abis! Serius, ini tidak mengada-ada.

Hari ini, sepulang sekolah, Zain mau nongkrong dulu di warung depan sekolah. Di warung ini tersedia beberapa meja dan kursi untuk nongkrong.

Zain sudah duduk bersama ketiga teman laki-lakinya. Dari ketiga orang teman Zain, aku hanya mengenali satu orang saja. Namanya Wira, dia adalah teman sekelas Zain. Dan mungkin kedua orang yang lainnya juga teman sekelas Zain.

Tadi aku memang datang ke warung ini bareng Zain, tetapi aku memilih untuk duduk di meja yang berbeda dengan rombongan Zain. Ya kali, aku duduk di sana. Kalau fans nya Zain lihat, aku takut mereka berubah jadi monster pencakar julik.

Sebelum duduk di sini aku memesan es teh manis untuk menemani pengamatanku. Pesananku baru datang sekitar tiga menit yang lalu. Saat ini di hadapanku sudah tersedia segelas es teh manis, buku catatan jurnalku, dan sebuah pena bertinta biru tua.

Saat pengamatan seperti ini, aku dituntut untuk fokus terhadap si narasumber. Jangan sekali-kali main ponsel saat sedang begini. Aku pernah main ponsel saat sedang mengamati salah satu narasumberku karena merasa bosan dan sialnya hal itu tertangkap basah oleh Kak Fahmi. Saat kumpulan julik, aku ditegur habis-habisan.

Kuperhatikan Zain sambil sesekali menyesap es teh manis yang mulai berkurang sedikit demi sedikit. Jika ada hal yang menarik atau kurasa perlu kutulis maka kugoreskan penaku pada buku jurnal.

Dari jarak yang hanya dipisahkan sekitar dua meter ini, sebenarnya aku tidak begitu jelas mendengar apa yang mereka bicarakan. Namun dari gerak-gerik Zain yang memimpin pembicaraan, sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu yang seru. Dari tadi Zain sangat antusias berbicara sesuatu yang entah tentang apa, begitu juga dengan ketiga teman Zain yang memperhatikan dan sesekali menanggapi Zain dengan tak kalah antusias.

Saking asyiknya mengobrol dengan ketiga temannya, Zain sepertinya lupa bahwa aku sedang mengamatinya. Baguslah, dengan begitu aku bisa lebih leluasa.

Saat kulirik jam tangan di lengan kiriku, saat itu juga aku langsung menghabiskan es teh manis yang sudah tidak dingin lagi. Ini sudah pukul lima lebih lima menit.

Selanjutnya kuputuskan untuk pulang dengan angkot. Tadinya aku ingin berpamitan pulang pada Zain terlebih dahulu, tetapi sepertinya Zain masih terlibat perbincangan seru dengan ketiga temannya itu. Seperti yang aku katakan di briefing awal, bahwa aku tidak akan mengganggu aktivitas Zain. Aku hanya akan mengikuti kegiatan Zain serta mengamatinya. Dan tugasku hari ini sudah selesai.

Dari jendela angkot aku sempatkan untuk tetap mengamati Zain, barangkali ada aktivitas Zain yang menarik untuk kujadikan bahan artikel.

Angkot yang kutumpangi belum juga melaju sekitar sepuluh menit setelah aku masuk. Ini sangat menyebalkan. Aku masih mengamati Zain. Kulihat ketiga teman Zain bersalaman ala anak laki-laki pada Zain secara bergantian.

Setelah ketiga temannya pergi dari warung itu, kulihat Zain yang celingukan seperti mencari seseorang. Apa Zain sedang mencari keberadaanku? Ah, kalau memang benar aku jadi merasa bersalah karena tidak pamit terlebih dahulu padanya. Kalau Zain mengadu pada Kak Fahmi, aku bisa diceramahi habis-habisan olehnya sebab tidak menghormati narasumber.

Zain masih celingukan dan kulihat ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Setelah itu aku tidak tahu lagi apa yang terjadi pada Zain sebab angkot yang kutumpangi akhirnya mulai melaju.

Tak lama setelah angkot melaju, kurasakan ponselku bergetar. Saat kulihat ternyata ada pesan masuk melalui aplikasi WhatsApp.

Zain Adam Harun : Besok kita ketemu di kantin pas istirahat.

Me : Siap, Zain. Mkasih infonya ya.

Baiklah, besok aku akan ke kantin saat istirahat. Selama dua hari ini aku selalu mengamati Zain di kantin saat istirahat. Zain selalu memberitahuku dulu sebelumnya. Aku menyukai narasumber yang komunikasinya lancar seperti Zain ini, tidak menyusahkanku untuk mencari-cari keberadaannya.

Ngomong-ngomong tentang kantin, selama dua hari ini aku jadi suka jajan banyak. Sebab di kantin banyak makanan yang menggoda. Huh, sepertinya besok aku harus mulai mengirit deh, mengingat kondisi dompetku yang semakin menipis saja.

Bersambung...

Tasikmalaya, 24 April 2019

Gimana, nih? Zain marah nggak, ya?

See u!

Jurnal Harian (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang